Adonia menangkap sinyal yang akan menguntungkannya lalu menampilkan raut sedihnya "Ya aku harus cukup cukupin kakek tahukan pengusaha itu harus bisa memutar otaknya"

"Nanti kakek akan pinjamkan" Adonia menjatuhkan rahangnya sungguh mengapa kakeknya tiba tiba menjadi medit bin koret

"Adonia ayah mendapat laporan di beberapa mata pelajaran nilai kamu menurun"

Adonia menatap sang ayah bagaimana pria cuek itu tahu menahu soal nilainya dan sejak kapan ayahnya mempersalahkan nilainya "Ayah, kenapa ayah jadi mempermasalahkan nilaiku, biasanya tidak, katanya dulu tidak ingin membebaniku"

"Adonia, ayah itu tidak ingin kau mempermalukan keluarga dengan nilai jeblok mu itu lihatlah Ayu bahkan bulan kemarin dia juara dua matematika pada lomba tingkat remaja" ucap Liam

"Sayangnya aku tak peduli, rumus matematika tidak bisa membeli tas chanel sedangkan aku walau nilai jeblok aku bisa membeli tas chanel dengan uangku sendiri" Adonia balik menyombongkan dirinya

"Sungguh darah keluarga ini sangatlah deras mengalir di tubuhku dan aku ingatkan lagi, ayah juga telat lulus sekolah tapi dia punya banyak karyawan sekarang benarkan yah"

Deren hanya mengangguk sebagai jawaban mengapa putrinya itu mengungkit hal tersebut. "Cukup kamu lulus saja" ucapnya pada Adonia

"Adonia harusnya kamu tidak berbicara seperti itu membuat Ayu tidak nyaman" bela Geran

"Oh bagus berarti dia sadar diri dong" santai Adonia

Saat Liam berdiri dari kursinya untuk membalas perkataan Adoni sang kakek tiba tiba bersuara "SUDAH" tegas sang kakek

"Kalian memiliki kelebihan masing masing lakukan apa yang kalian suka asal tidak melewati batas wajar"

Setelah mendengar ucapan sang kakek dia Adonia langsung memeletkan lidahnya kepada sang kakak. Dia bukan perempuan lemah yang memelas melas kasih sayang dari kakaknya dia hanya tak nyaman saja saat sang kakak memperlakukan anak pungut tidak sewajarnya.

.........

Galang memasuki kamar anak bungsunya dapat dilihat sang anak tengah belajar dia mendekati sang anak lalu mengusap surai sang anak membuat Erja langsung membalikan badannya ke arah sang ayah.

"Ayah dengar kata om Wisnu Erja lusa lomba memanah"

"Iya"

"Lusa ayah akan usahakan datang" Erja yang mendengar hal itu sontak terkejut lalu menatap sang ayah.

"Ayah sudah suruh om Wisnu buat mempersiapkan fasilitas kamu selama ada disana"

"Tidak usah aku mendapat fasilitas dari sekolah"

"Tidak kamu lebih terjamin dan terkontrol disana bersama orang orang ayah"

"Dan ingat ayah hanya ingin kamu selamat sampai pulang, tidak apa tidak menjadi juara jika itu harus membebani pikiranmu, anggaplah lomba itu hanya permainan biasa untuk bersenang senang"

"Bersenang senang pantatmu, jelas jelas aku harus menang agar alur novel ini rusak" batin Erja

Tibalah hari ini lomba panahan diadakan, Erja sudah berada di Bandung dari kemarin malam ditemani coas dan beberapa rekannya

"Apa kali ini aku boleh berharap? Tuhan tolong jangan kecewakan aku hari ini"

Sedikit senyum terbit dari bibir mungilnya mengingat ucapan sang ayah kemarin lusa. Dia bersiap untuk menampilkan kemampuannya sebagus mungkin.

Beberapa babak sudah dia lalui namun sang ayah tak kunjung datang ada sesuatu yang mengetuk ulung hatinya. Dia berjalan menuju kamarnya sedikit gontai dia harus mempersiapkan dirinya untuk babak final besok

I'm With The AntagonistWhere stories live. Discover now