Hujan deras membuat mama cemas membiarkanku sekolah. Mama berlebih. Aku sudah seminggu lebih tidak sekolah karena mama terlalu khawatir, padahal sekarang aku sudah lebih baik. Mama masih saja sama seperti dulu, terus mengkhawatirkan aku.
"Atau pakai jaket yang lebih tebal, ya." Mama masih juga cemas.
"Gak perlu, Ma. Ini cukup kok, lagian aku lebih suka pakai jaket ini." Aku tersenyum dan melirik jaket merah mudaku yang melekat sempurna.
"Yaudah, hati-hati. Jangan hujan-hujanan, di kelas aja."
"Haura bukan anak kecil lagi kali, Ma. Masa kayak gitu aja dikasih tau." Jengkel, Caira mengomel tak sabar karena jadi lama menunggu.
Caira sudah lebih dulu masuk ke mobil setelah mengomel tadi, sedangkan aku berpamitan terlebih dahulu baru menyusul Caira ke mobil. Sudah bisa dibayangkan lah, ya gimana suasana di mobil dengan Caira yang memasang wajah merengut.
"Mukanya jangan ditekuk gitu terus Caira. Jadi tambah jelek." Mukanya semakin merah aku tertawakan.
"Diam. Nyebelin banget jadi manusia!"
Sepanjang perjalanan hanya dipenuhi dengan muka masam Caira ditemani langit hitam yang menjatuhkan banyak butiran-butiran air.
Untunglah kami sampai tepat waktu, jadi tidak menambah kekesalan Caira jika sampai dihukum karena telat. Pelajaran Matematika selalu tepat waktu dan gurunya rajin sekali, seperti itu juga menggangu pikiran Caira sehingga tampangnya kusut sekali.
"Mukanya jangan gitu kenapa. Senyum, Matemati gak ada PR juga yang perlu dikhawatirin."
"Bukan masalah itu. Jangan sok perhatian, kamu gak ngerti!"
Aku tidak mengerti kenapa Caira jadi sangat sensitif. Atau aku yang terlalu bawel? Tidak, biasa saja. Apa mungkin dia lagi ada masalah? Tapi apa? Dia tidak pernah cerita juga, sih kalaupun ada masalah. Kutanyakan ke Vanya juga tidak enak. Sudahlah, paling lagi sensitif karena banyak pikiran saja.
Caira sudah berjalan lebih dulu meninggalkanku yang berjalan pelan di belakang sambil menatap tetesan air hujan yang turun dengan lebatnya.
Langkahku terhenti karena mendengar bunyi dari benda yang aku taruh di kantung baju. Dari layarnya muncul nama dan foto orang yang tidak aku kenal. Rio? Siapa Rio? Aku baru sadar saat sesaat kemudian kalau benda yang aku pegang sekarang bukan milikku. Smarphone-ku tertukar dengan punya Ashlan saat makan pagi tadi sepertinya. Tadi dia berangkat lebih dulu, mungkin sekarang sudah ada di kelasnya. Atau entahlah, aku tidak banyak mengetahui soal dia. Tidak peduli juga.
"Punyaku." Aku kaget tiba-tiba Ashlan mengambil smartphone miliknya yang masih ada ditanganku. Bikin kaget saja orang satu ini, tiba-tiba datang main rebut begitu saja. Entah ditaruh di mana sopan santunnya.
"Biasa aja dong. Yang salahkan kamu ngambil punya orang sembarangan. Mana hapeku?" kataku tak mau kalah.
"Nih, ambil aja. Gak butuh."
Sebal dengan Ashlan, aku tendang kakinya setelah sudah mengamankan smartphone-ku. Salah sendiri jadi orang ngegas banget, padahal bisa bilang baik-baik pasti dikasih juga.
"Rasain!" Aku senang melihat Ashlan mengaduh kesakitan. Itu setimpal dengan sikap kurang ajarnya.
Ashlan menangkap tanganku yang ingin meninggalkannya. "Mau ke mana? Sakit, nih!"
"Apa, sih!" Tangan Ashlan kuhempas sampai terlepas. "Salah sendiri. Mampus! Rasain, tuh sakit. Eh, lepasin." Ashlan kembali menggenggam tanganku. "Lepas! Apaan, sih! Nyari masalah banget jadi orang."
"Masih sakit, nih!"
Kalau dari mukanya memang kayak orang nahan sakit banget, sih. Emangnya sesakit itu? Perasaan tadi menendangnya tidak kencang banget. Masa iya sesakit itu. Dia saja yang berlebihan pasti!

KAMU SEDANG MEMBACA
Haura & Caira
Teen FictionIni adalah cerita kolaborasi bersama kakakku @Sky_Hill yang dipublis di kedua akun kita. Akan ada beberapa chapter spesial dan berbeda yang akan di publis di akun masih-masih. Jadi, silakan mampir ke akun @Sky_Hill untuk membaca chapter spesialnya...