"Lu bercanda jangan yang diluar akal."
Thommas mengepalkan tangannya dihadapan Guntur dengan wajag kerasnya yang terlihat tanpa ragu "Lu pikir gue ngapain ke lu kalo nggak beneran Gun? Gue nggak bercanda."
Guntur memperhatikan kertas berisi keterangan cek kesehatan dari Diva yang dibawa Thommas, ini sudah diluar akalnya dan bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya sedikitpun jika hal yang dikiranya mustahil dan melawan semua hukum ilmu pasti itu terpampang jelas didepan matanya.
"Diva gimana?"
Thommas mendudukan dirinya dengan helaan nafas beratnya.
"Kaget dia."
Guntur yang duduk disamping Thommas tidak melempar sepatah katapun karena ia tahu keadaan yang saat ini dihadapi bukanlah hal yang bisa mereka putuskan secara cepat.
"Lu berani tanggung jawab?" Thommas menoleh menatap Guntur yang menyulut sebatang rokoknya "Lu nggak fokus ke—'keanehannya' apa?"
Guntur menghisap dalam rokok yang disulutnya dan menghembuskan asapnya kuat "Lebih kearah gimana lu ngurus kedepannya. Yang sekarang ya udah, gue bisa tau tapi nanti, penting ini anak gimana urusannya." Ucap lelaki itu dengan penekanan dibeberapa ucapan.
"Kalo lu nggak mau tanggung jawab, Diva gue yang urus buat kedepannya."
"Bukan Gun, gila lo, Bukan gitu maksud gue dateng kesini." Guntur mengigit batang rokoknya menunggu apa yang akn diucapkan temannya itu.
"Diva nahan gue buat bilang ke orang tuanya," Ucap Thommas merenggut rambutnya frustasi "Lu satu-satunya orang yang tau." Ucap Thommas lagi menyandarkan punggung dengan helaan nafas pasrah.
"Lu apes banget sih kalo kata gue." Ucap Guntur menyerahkan kotak berisi rokok pada Thommas, menyuruh lelaki itu untuk tetap tenang.
"Kalo dibilang apes gue sendiri enggak, gue siap konsekuensinya tapi nggak dengan keadaan gini, nggak sama Diva maksud gue Gun, lu pikir bakal segimana kesusahan yang didapet Diva nanti kedepannya kalo dia tetep milik nyimpen ana—"
"Jadi lu nyuruh dia aborsi apa gimana?" Guntur nampak menaikan nada dan tekanan pada ucapannya yang memotong ucapan Guntur.
"Bangsattt!" Thommas mengusap kasar wajahnya dan menghela bafas besar.
"Gue buntu."
—
Sammuel menatap Guntur dengan pandangan menyelidik karena lelaki itu nampak seperti menyembunyikan banyak hal darinya hanya dari sekilas pengamatan yang dilakukan remaja itu oleh gerak-gerik kekasihnya.
"Lu kenapa sih anjing?"
"Lu ada ngerasa aneh nggak sama diri lu sendiri Sam?"
Sammuel semakin bingung dibuatnya oleh pertanyaan pertanyaan kekasihnya itu "Apaan sih bangsat?"
Sammuel menunduk dengan kening mengerut saat Guntur mendadak mengarahkan telapak tangannya pada permukaan perut ratanya.
"Mual atau apa kek gitu?"
"Apaan sih?! lu nggak jelas banget." Ucap Sammuel menepis tangan Guntur akibat rasa canggung dan aneh yang didapatinya karena tingkah lelaki itu tidak seperti tingkahnya hari biasa.
Guntur yang nampak kembali tersadar akan tingkahnya itu terlihat begegas mengganti ekspresi wajah seperti biasa "Nggak gue kepikiran aja lu kenapa-kenapa gara gara makan mulu."
"Aneh banget sialan!" Sammuel memukul cukup keras dada kekasihnya itu meski tidak sungguh-sungguh.
"Sam, kalo misalnya kedepannya kita ngadopsi anak lu gimana?" Guntur menarik Sammuel kedalam pelukannya dengan lembut, remaja itu tidak melawan dan hanya membiarkan Guntur merangkul tubuhnya perlahan semakin erat.
"Ya buat apaan sih?" Sammuel yang sebenarnya adalah manusia simple dan selalu berpikir singkat itu tidak pernah ingin membebani dirinya dengan hal-hal yang menbuat otaknya berat, lelaki itu sangat mudah dan tidak ingin repot untuk beberapa hal.
"Ya kali aja kan?"
"Freak banget lu malem-malem gini." Ucap Sammuel membalas pelukan Guntur dan menyandarkan dagunya di pundak lelaki itu dengan nyaman.
Ketenangan tidak pernah sama menurut Sammuel selain saat dirinya berada disekitar Guntur.
Guntur adalah definisi ketenangan itu sendiri.
"Lu kalo ada apa-apa cerita kek kegue," Sammuel menoleh menatap kekasihnya itu dari jarak yang sangat dekat, meski nyatanya mereka adalah pasangan yang tidak pernah mengalami konflik berarti akibat diri mereka namun nyatanya Sammuel selalu merasa jika Guntur tidak pernah sepenuhnya membuka diri padanya untuk beberapa hal yang mungkin akan diperlukan dimasa depan.
Guntur hanya membalasnya dengan tawa seperti biasa dan itu merupakan hal yang mengesalkan bagi Sammuel jika ia harus jujur "Malah ketawa." Dengus Sammuel.
Guntur menunduk mengecup bibir Sammuel singkat, menatap langsung pada kedua iris kekasihnya itu cukup lama "Kalo gue bilang lu ya itu lu berarti Sam." Ucap Guntur membuat otak Sammuel yang kapasitasnya terbatas itu berguling keras.
TO BE CONTINUED.
Batch 5 open up for now, admin gue kadang emang slow res lagi masa kritis kayaknya buat anak-anak kuliahan.
PUBLIXXENEMY.
YOU ARE READING
SOFTCORE [COMPLETE]
Mystery / ThrillerSeorang remaja memperkenalkan diri sebagai Guntur Putra Perkasa Pada hari pertama kepindahan sekolahnya remaja 17 tahun itu sudah membuat seisi kantin tercengang karena kelompok remaja yang di kenal sangat dihormati dan ditakuti itu tunduk tidak ber...
![SOFTCORE [COMPLETE]](https://img.wattpad.com/cover/306012857-64-k356698.jpg)