Author's Note :D
Nggak nyangka euy, baru prolog aja udah yang komen 113, melewati batas yang aku tetapkan untuk upload part berikut, yaitu 100. Hahaha... Janji harus ditepati, walaupun itu 'hanya' janji pada diri sendiri...
Anyway, ini dulu yang diupload. Mohon sabar ya, bukannya saya nggak mau upload Bayu-Padmi, cuman serius, saya menthok banget. Semoga aja dengan ngerjain ini, jadi terinspirasi. Soalnya kan di sini juga bakalan ada Bayu-Padmi muncul. Semoga.
Buat yang selalu minta uploadan panjang, ini udah panjang banget. Nyaris 3000 kata! W-O-W (ngomong ala Silvia, hihihihi...). Semoga berkenan.
Selamat Menikmati! :D
_________________________________
Aku menekan bel, terus-menerus, sementara tetesan air hujan dengan kejam membasahi tubuhku. Aku menggigil sedikit. Ini kenapa nggak ada yang bukain sih? Aku melongok-longok, mengintip ke dalam pagar besi berwarna hitam itu. Sepi. Wajar sih, ini udah malam banget! Aku memegangi koper LV-ku yang sudah kuyub. Ck, hancur deh.
"Cari siapa ya, Neng?" Seorang bapak tua menyapa dari balik pagar.
"Saya cari Bima, Pak. Ada?" tanyaku. Bapak tua itu menatapku, penuh curiga. Aku mendesah.
"Saya bisa masuk dulu nggak, Pak? Basah ini," ujarku. "Saya Silvia, sepupunya Bima," ujarku lagi.
"Ya ampun, iya Neng! Masuk, masuk," Bapak itu membukakan pagar yang berat, dan aku masuk sambil menyeret koperku.
"Sini dulu, Neng. Saya panggilkan orang di dalam, biar dijemput. Di sini nggak ada payung," ujar Bapak itu. Aku mengangguk. Sebenernya aku nggak suka banget dipanggil 'Neng'. Emangnya aku bel sekolahan! Tapi aku sedang malas protes. Dingin. Aku menatap jarak antara pagar dan rumah yang cukup jauh. Di tengah hujan sederas ini, bisa dipastikan aku akan tampak seperti kucing kecemplung empang kalau aku nekat berjalan ke sana tanpa perlindungan. Aku menggigil lagi. Bajuku terlalu tipis. Mana nyangka sih kalau bakalan hujan begini? Tiba-tiba pula.
Tak lama, Bima muncul. Membawa payung hitam besar. Dia ternganga saat melihatku.
"Serius, Sil? Ngapain lo di sini? Gue kira Pak Surip salah nama..." ujar Bima. Aku mendengus.
"Bisa nggak, interogasinya ntar aja? Gue kedinginan," ujarku ketus. Bima tertawa.
"Ck. Nggak ilang juga jutek lo. Masuk, masuk yuk," Bima mengulurkan payung besarnya, dan membuka satu lagi payung yang lebih kecil. Bima menyeret koper raksasaku sambil mengernyit.
"Lo dideportasi?" tanyanya lagi, penasaran. Aku mendelik, tapi tak menjawab apa-apa. Bibirku bergemeletuk kedinginan.
Nania menyambut kami berdua di teras, wajahnya juga penuh pertanyaan. Namun ia menyambutku dengan senyum lebar.
"Ternyata beneran Silvia! Gue pikir Pak Surip ngaco..." ujar Nania riang. Aku meringis.
"Hai, Nan... Sori ya... Ngerepotin malam-malam..." ujarku sambil mencium pipinya. Nania balas mencium pipiku yang dingin.
"Nggak laaah, nggak ngerepotin. Ya ampun, lo basah! Gue ambilin handuk deh. Duduk dulu, Sil. Di dalam aja," Nania menarikku masuk ke ruang tengah. Sudah sepi. Ya iyalah, ini udah jam 11 malam!

KAMU SEDANG MEMBACA
SAKA - SILVIA : SELALU BERSAMAMU
RomanceForever, we will be Together, just you and me The more I get to know you, the more I really care With all of my heart, you know I'll always be... You know I really love you, nothin' can compare For all of my life, you know I'll always be... Right t...