Kita bertemu

132 9 0
                                        

Kling kling,
Dyrga melirik notif pesan di ponselnya, nomor asing. Nomor siapa lagi ini??
Tidak pernah ada yang tahu nomor Dyrga selain teman-temannya dan Harsha, bahkan papa mamanya sekali pun tidak tahu.

Ia melanjutkan kegiatannya, membaca buku favoritnya di tengah senja yang semakin temaram. Di luar kamarnya, tepat di halaman depan rumahnya, orang-orang EO mulai menghias beberapa spot untuk acara ulang tahun besok sore. Sedikit berisik, namun Dyrga tak peduli.

Kling kling, ponselnya berbunyi lagi.
Ragu Dyrga meletakkan bukunya, meraih ponselnya karena penasaran. Hapenya tidak pernah berbunyi sebelumnya. Berbunyi pun biasanya panggilan telefon dari teman temannya.

"Hai, salam kenal!"  bacanya lirih,
Dyrg mengernyitkan keningnya heran, nomor siapa ini?
Ragu ia mencoba mengecek riwayat panggilan terakhir yang tempo hari menelfon nya. Deg.. nomornya sama dengan nomor itu. Teman Harsha.

"Apa kamu sedang sibuk?"
Dyrga tersenyum kecut, anak aneh. Lekas lekas ia memblokir nomor itu dari kontak whatssapp-nya.

Kamarnya kembali sunyi, hatinya juga. Berbeda sekali dengan suasana di luar yang ramai dan penuh dengan candaan. Dyrga menutup bukunya lelah, meraih kruknya dan mencoba berdiri perlahan. Ia mendekat ke jendela, melihat beberapa orang tertawa lepas tanpa beban. Ia tidak suka suasana itu, tidak suka warna-warni yang menjadi dekorasi di acara besok. Tidak suka orang-orang di dalamnya, kecuali Harsha.

Pelan ia menarik kruknya pergi dari sana, mematikan lampu kamar dan beranjak ke tempat tidurnya.

"Mas Dyrga, boleh Bibik masuk?" Suara diluar mengagetkan Dyrga yang hampir terlelap.

"Ada apa, Bik?? Saya capek mau tidur!"

"Anu Mas, ini Bibik bawa baju dari ibuk, katanya di suruh kasi ke Mas Dyrga buat acara besok."

Dyrga meringis sedih. "Gak usah, Bik, kembalikan aja ke mama. Saya gak enak badan, kayanya besok gak akan turun ke sana!" sahut Dyrga lugas, tapi hatinya terluka.

Tak ada sahutan lagi dari Bibik.
Sambil menghela napas panjang, Dyrga pun mulai memejamkan mata.
'Baiklah, mari kita tidur sampai besok lusa. Dan besok lusa nya lagi.'

Akan tetapi keesokan harinya, Dyrga justru bangun lebih awal, matanya tak bisa terpejam lagi. Ia kesal, ia marah. Tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Dengan malas ia pun meraih kruknya dan memutuskan untuk mandi saja. Sepuluh menit kemudian setelah menyelesaikan ritual bersih-bersih badannya, Dyrga terkejut saat melihat ada baju yang tergantung di pintu lemarinya. Sebuah setelan suit berwarna hitam. Dyrga menyentuh baju itu pelan, kainnya halus, jahitannya rapi.

Akan tetapi, ia baru tersadar. Dyrga menolehi pintu lift di belakangnya, siapa yang sudah menyelinap masuk ke dalam kamarnya melalui lift privat itu??

Bukankah dulu teknisinya bilang, lift ini hanya menggunakan sensor sidik jari Dyrga. Berarti orang itu berbohong, Dyrga harus lebih berhati hati sekarang. Jangan sampai mama atau papanya atau siapapun menyelinap masuk lagi. Dyrga merubah setting di sensor pintu lift itu, dia mereset semuanya. Mengunci akses selain dirinya untuk bisa masuk kemari. Dia tidak suka, amat sangat tidak suka.

Sore harinya,
Suara musik mulai terdengar riuh dengan sesekali beberapa orang tertawa terbahak-bahak. Dyrga masih setia duduk di kursinya sambil memandang keluar jendela, mengamati orang-orang itu dari balik kaca kamar tidurnya yang gelap. Di luar berwarna-warni, namun tidak dengan suasana dibalik jendela kamarnya.

Dyrga termanggu, dari jendela kamarnya di lantai 3 ia mengamati sosok mamanya yang sangat anggun. Dyrga mirip dengan mamanya, hidungnya, matanya, semua mirip. Alih-alih ikut bahagia melihat suasana pesta di luar, hati Dyrga justru sakit. Ia teringat kembali akan semua penolakan itu, seolah tergambar lagi semua pesta makan malam tanpa kehadirannya. Semua tawa disaat ia sendiri menangis di dalam kamarnya. Dan sekarang ia diajak bergabungke pesta itu? Cih! Terlambat!!

Ia masih mengamati orang orang yang lalu lalang itu, tersenyum, tertawa, saling berpelukan, indahkah??Semua memakai pakaian yang bagus, berwarna-warni

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ia masih mengamati orang orang yang lalu lalang itu, tersenyum, tertawa, saling berpelukan, indahkah??
Semua memakai pakaian yang bagus, berwarna-warni. Dyrga menolehi baju yang tadi dibawa oleh entah siapa . Semua orang di rumahnya tahu, Dyrga tidak pernah memakai pakaian lain selain yang berwarna hitam.

Haruskah ia ke sana?
Haruskah ia bergerombol dengan lainnya dan menjadi pemandangan lucu buat mereka?

Saat sedang mengawasi orang-orang di luar sana, tak diduga pandangannya tiba-tiba tertuju pada seseorang yang baru turun dari mobil, seseorang yang selama ini ia kenal. Orang kedua selain Bik ijah yang paham akan keadaannya.
Selena, bersama seorang lelaki, suaminya yang seorang bule. Dyrga tertunduk lesu, entah mengapa dadanya mulai berdebar nyeri.

Kringgggg...
Dyrga melirik ponselnya dengan malas.

Daniel is calling ...

Ia meraih ponselnya pelan.

"Hallo."

"Lu di mana, sih? Gue sama Jojo udah di bawah nih!" cerocos Daniel begitu telefonnya diangkat.

Dyrga tersenyum kecut. "Gue gak enak badan, Niel!"

"Ah alasan, ada Selena nih! Yakin lu gak mau turun?"

Deg.
Dyrga menahan napasnya sekejap saat nama itu disebut. Berarti benar itu Selena datang?Kapan ia datang dari Amerika??

"Males ah, Niel. Gue mau istirahat aja"

"Kalo lu gak turun, gue ajak Selena naik ke kamar lu."

"Jangan bercanda lu!"

"Serius gue. Cepetan turun! Gue tunggu di depan lift"

Tit.

Dyrga mendesah lelah, menemui Selena, huh?!
3 tahun tak menemuinya masih menyisakan sakit. Jadi untuk apa menemuinya lagi?
Tapi baiklah, mari kita coba, siapa tahu sakit itu sudah sembuh sekarang.

Perlahan Dyrga meraih kruknya dan mengayunkannya menuju lemari pakaian. Ia melepas T-shirt hitamnya dan meraih kemeja berwarna putih yang terselip di dalam suit hitam.

I'M (NOT) PERFECTWhere stories live. Discover now