Ternyata dugaan dokter waktu itu benar adanya, ada satu penyakit lain di dalam tubuh Revano dan itu karena ulahnya.

Laskar menunduk dalam, menggenggam erat tangan Revano. Bayangan saat ia menghempaskan kepala Revano ke tembok berulang kali muncul begitu saja, bersamaan dengan raut kesakitan dari wajah Revano yang ikut serta muncul.

"Maaf." lirihnya. Seharusnya ia mengikuti saran dokter waktu itu, agar ia tahu lebih cepat dan mengobati anaknya lebih cepat pula.

Tapi lihat, sekarang sudah terlambat. Anaknya nanggung kesakitan ya sendirian.

Laskar jadi ingat dengan obat pereda nyeri yang Revano konsumsi. Mungkin, obat itu Revano konsumsi untuk mengurangi rasa sakit yang muncul di kepalanya.

"Maafkan papa nak." lirihnya sekali lagi, ia semakin mengeratkan genggamannya. Sungguh, ia benar-benar menyesal.

'Apa yang harus saya lakukan untuk kesembuhan anak saya?'

Laskar juga ingat saat ia mengajukan pertanyaan itu kepada dokter. 

'Jalan satu-satunya ya gumpalan darah itu harus segera di angkat sebelum gumpalan darah itu pecah dan menyebar luas ke otak. itu akan berakibat fatal.'

'Lakukan dokter. Berapa pun biayanya akan saya bayar.'

'Bukan masalah biaya. Kami pihak rumah sakit tidak akan tergesa mengambil keputusan. Terlebih dengan kondisi pasien yang masih belum sadar. Kalau kita memaksakan mengambil tindakan operasi saat pasien dalam kondisi seperti ini, hal buruk akan terjadi. Seperti henti jantung dan mati otak.'

Tubuh Laskar melemas saat itu, Henti jantung dan mati otak. Dua kata yang paling Laskar takutkan.

'Jadi kapan Revano bisa di ambil tindakan?'

'Kita tunggu pasien sadar dan kondisinya stabil. Baru kita ambil tindakan.'

Laskar menghela nafas lesu, ini benar-benar sulit. Ia tidak sanggup melihat Revano terus menerus seperti ini. Tetapi, ia juga tidak punya pilihan selain menunggu Revano sadar.

"Cepat bangun nak, supaya dokter bisa ambil tindakan secepatnya." ucap Laskar, lelaki itu mengusap puncak kepala Revano dengan lembut.

Mata Laskar menatap dada Revano yang naik turun dengan gerakan lambat. Tangan Laskar terangkat, menyentuh dada Revano.

"Tetap berdetak ya. Jangan biarkan detak mu hilang." ucap Laskar, entah kepada siapa.

*****

Ellina, Gadis itu terdiam, terduduk di kursinya seraya menatap lurus ke depan. Sudah beberapa hari ini, Gara menjauhinya. Ia bingung, apa ia berbuat salah? Entahlah.

Kepala Ellina menoleh, ke bangku Revano. Sudah tiga hari ini, bangku itu kosong tidak berpenghuni.

Ngomong-ngomong soal Revano. Sejak hari dimana Revano di larikan kerumah sakit karena muntah darah. Ia tidak lagi mendapat kabar Revano.

Mau bertanya kepada Gara pun, Gara selalu menghindar dengan alasan 'Aku sibuk.'

"Ada apa sebenarnya? Kenapa sudah tiga hari ini Revano gak sekolah? Kenapa juga kak Gara seperti ngehindarin aku?"

GaReNdra (SELESAI)Where stories live. Discover now