๑ Joining the Unholy ๑

Start from the beginning
                                    

"Apa menurutmu dia cocok sebagai wadah permaisuri?"

"Tentu saja. Lord yang memilihnya sendiri. Apa kau meragukan pilihan Lord?"

"Tentu saja tidak!"

"Ya sudah, kita tinggal menunggunya saja."

"Hm, baiklah."

๑๑๑

Arine menghempaskan tubuhnya di atas kasur miliknya. Ia menghela napas pelan dan memejamkan matanya.

Sekelibat memori muncul di dalam pikiran Arine tentang ayahnya yang malah asik bercinta dengan pelacur di depan mayat ibunya yang baru saja dibunuh olehnya.

"Tck, ingatan menjijikan itu lagi! Lebih baik aku tidur saja." Ucap Arine.

Arine pun menghembuskan napas kasar dan menenangkan dirinya. Berusaha memikirkan hal lain selain memori kelam masa kecilnya.

Selang beberapa menit kemudian, terdengar hembusan napas kecil yang teratur keluar dari bibir Arine.

Tik tok.. tik tok..

Jam berdentang keras sebanyak dua belas kali, menunjukkan waktu tengah malam. Arine yang sedari tadi tertidur pulas mulai merasa gelisah, ada rasa panas yang mulai menggerogoti dirinya.

Arine pun membuka matanya, mulutnya terbuka dan tangannya memegang area tenggorokan dengan kencang.

"Ughh.. panas.. sesak.. kenapa.. aku.. ini.. t-tolong.. hah.. hah.. panas.. a-air.. tolong.."

Arine semakin tak bisa diam di kasurnya, ia bergerak sembarang arah. Berusaha menguatkan diri, ia pun bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi dengan sempoyongan.

'Ugh.. kepalaku pusing dan ini sangat panas. Sebenarnya aku kenapa?' Batin Arine.

Tanpa pikir panjang Arine segera menyemplungkan dirinya ke dalam bak mandi.

"A-air.. hah.. hah.."

Tidak tanggung-tanggung, Arine juga ikut menenggelamkan kepalanya ke dalam air.

Blubup blubup

Sayangnya itu semua tidak berpengaruh, yang ada tubuhnya malah semakin panas.

"Arghh.. panas.. panas.. hah.. t-tolong! Panas!!!"

Di tengah usahanya untuk memadamkan rasa panas dalam diri, tiba-tiba terlintas ingatan percakapannya dengan pendeta Karlim.

"Ah, maaf! Saya tidak bermaksud! Terima kasih sudah mau meladeni orang tua ini. Semoga harimu menyenangkan, nona manis! Kami menunggu kedatanganmu di gereja kami."

Mengingatnya membuat tubuh Arine sudah tidak sepanas tadi. Dia perlahan bangkit dari bak mandi dan berjalan keluar rumah. Entah dorongan dari mana, tapi ada dua kata yang terlintas di pikirannya.

Gereja dan Karlim.

Perlahan langkah itu berubah menjadi gerakan cepat seperti berlari. Tubuhnya benar-benar tidak bisa dikendalikan, kakinya berlari kencang menuju gereja yang berada di pinggiran kota.

✰ Third Event; Halloween day °꒱◞ ̑̑Where stories live. Discover now