Ah bahkan Intan tak menyadari bahwa dirinya meneteskan air mata.
Sedari tadi Erda hanya melihat Intan yang tengah melamun, dirinya dibuat bingung harus bagaimana? Matanya menelisik wajah Intan sembari berpikir apa yang harus dirinya katakan pada Intan.
Sungguh melihat Intan yang diam, dengan air mata yang luruh tanpa adanya isakan yang Erda dengar, serta dengan pandangan kosong. Membuat Erda benar-benar merasakan rasa sakit yang Intan rasakan.
Jika Erda boleh memilih. Ia akan memilih Intan memaki-maki dirinya ketimbang melihat Intan seperti ini.
" Intan, bicaralah!" Pinta Erda.
Mendengar itu, kini Intan mengalihkan fokusnya pada Erda. Lama Intan menatap wajah Erda dengan tatapan yang sulit diartikan. " Mas," gumam Intan lirih seolah tak ada suara yang Intan keluarkan.
Air mata Intan kini tumpah bersamaan dengan rasa sakit yang teramat di dalam benaknya, melihat wajah Erda, Intan benci wajah itu. Kini Intan sudah menangis terisak, sungguh siapapun yang mendengar tangisan ini pasti mereka akan merasakan rasa sakitnya.
Erda pun sekuat tenaga menyembunyikan kesedihannya, bahkan kini kedua mata Erda nampak berkaca-kaca.
" Puas mas?"
" Udah puas sekarang? PUAS MAS HAH!" Bentak Intan disela tangisnya.
Mendengar itu Erda menarik tubuh Intan kedalam dekapannya, Intan berkali-kali mencoba melepaskan pelukan itu, namun tenaga Intan tak sekuat Erda.
" Maafkan saya Intan," gumam Erda yang berulang kali Erda ucapkan untuk menenangkan Intan.
" Anak aku mas! Anak aku," ricau Intan disela isakannya dengan remasan di kemeja Erda dan Erda merasakan itu.
" Maaf Intan maaf!" Hanya gumaman itu lagi yang Erda keluarkan, dirinya hanya mampu mengeluarkan kata maaf pada lisannya.
Namun kata maaf tak bisa merubah segalanya.
Hingga lama kelamaan, tubuh Intan terasa memberat , dan ternyata Intan tertidur karena kelelahan menangis. Bahkan saat ia terlelap pun isakannya masih terdengar jelas pada pendengaran Erda.
Erda memutuskan untuk membaringkan tubuh Intan. Setalah memastikan Intan terlelap dengan nyaman, Erda mengamati wajah sembab nan pucat itu, Erda mengecup pelipis Intan cukup lama.
Hingga.
Suara pintu mengalihkan fokus Erda.
" Erda!"
Erda yang semula menunduk menatap Intan kini ia mendongakkan kepalanya, tak kala mendengar namanya dipanggil oleh seseorang dan yah, terlihat sang bunda, ayah, juga salah satu sahabat sang istri Salma.
Erda semakin merasa bersalah pada bunda Asih juga ayahnya, melihat wajah khawatir dari keduanya seakan membuat Erda tak mempunyai muka untuk bertemu dengan mereka.
Erda semakin takut bagaimana jika sampai ayah serta bundanya tahu tentang ini semua, bagaimana jika ayahnya marah dengan dirinya, bagaimana jika mereka tahu kejadian ini akibat ulah dirinya yang tak bisa berpikir dengan baik. Sekecewa apa mereka nanti, dan itu tak pernah sedikitpun Erda bayangkan.
Dengan perlahan Erda melangkah dengan langkah gontai di hadapan sang bunda. Dengan perlahan Erda pun menggenggam tangan lembut sang bunda dan mengecupnya cukup lama.
" Maaf Bun, Erda gagal."
Mendengar itu bunda Asih terisak, seolah mengerti apa yang disampaikan sang putra. Erda terus menunduk karena tak mampu menatap wajah ke dua orang tuanya, dirinya merasa bahwa ia tak becus menjadi seorang suami.
YOU ARE READING
INTAN (End!)
Teen FictionAZQILA INTAN ELMEIRA, dia adalah anak tunggal dan yatim-piatu, Intan kira dengan kepulangannya ke rumah bisa membuat Intan lebih baik sehingga bisa menebus kesalahannya yang dulu, namun ternyata salah, bahkan Intan harus menerima kenyataan bahwa h...
