(EPISODE SEMBILAN)

945 9 2
  • Didedikasikan kepada Tatit Kisyaprakasa
                                    

“Lima puluh! Lima puluh-satu!” hitung Sersan Pelatih Nelson yang mondar-mandir memperhatikan push-up Tim Strad, “Lamou! Push-up apa-apaan itu?!” semprotnya.

“Si—Siap, Sersan Pelatih, Pak!” jawab Lamou kepayahan.

Tim Strad tidak sembarangan push-up, oleh Sersan Pelatih Wilkinson—mereka harus melakukan push-up seratus kali dengan membawa beban seberat lima puluh kilogram—dan itu adalah pemanasan dalam menu latihan pagi selama seminggu di Area-49.

“Kalian pasti sudah tahu—bagaimana beratnya pertempuran di lapangan sana. Tapi di Hazrabiah—pertempuran di sana bakal lebih mematikan daripada yang kalian alami!” ceramah Sersan Pelatih Nelson.

“Siap, Sersan Pelatih, Pak!” jawab Tim Strad.

“Oke—seratus!” tutup Sersan Pelatih Nelson. “Selanjutnya—lari pagi!”

Setelah pemanasan, mereka langsung berlari untuk lari pagi—lari kecil dengan beban lima puluh kilogram, dengan rute lari pagi mereka sepuluh kilometer bolak-balik, dengan kata lain—dua puluh kilometer.

*****

“Aku sudah mulai kesal dengan latihan dasar beregu ini!” keluh Oisty.

“Untuk masalah ini—aku akur denganmu, Oisty.” Timpal Ames yang berada di bagian depan barisan lari pagi.

“Saya sarankan, kita tidak boleh terlalu mengeluh—bersabarlah, semua ini pasti akan berakhir, dan kita akan melanjutkannya dengan latihan penyesuaian.” Ujar Lamou.

“Satu bulan.” Ujar Collosus di barisan paling belakang, “Itu batas waktu untuk kita bisa menyelesaikan semua ini.”

“Oh! Satu bulan, yah?” Ames terkejut sembari mencoba mengirit-irit nafasnya, “Setidaknya kita harus bersabar untuk tiga minggu lagi!”

SEMINGGU YANG LALU..

Setelah ditinggal pergi oleh Komandan Piccard, kini Tim Strad berada di—cengkraman—Sersan Pelatih Nelson, untuk digembleng dalam pelatihan dasar dan penyesuaian pra-tugas selama tiga bulan.

Unit Strad berbaris rapih dalam upacara penyambutan kecil-kecilan di sebuah lapangan upacara yang ada di salahsatu blok Area-49 di sore itu—menanti kedatangan Sersan Pelatih Nelson, bersama dengan gembolan pakaian dan perlengkapan yang harus mereka bawa ketika berlatih nanti.

“Panas juga.” Gumam Lamou sembari menaungi wajahnya dengan tangan kirinya—memandangi matahari yang mulai tergelincir.

Ames pun mulai masam, karena terasa sudah lama Sersan Pelatih Nelson menyuruh mereka berbaris di sini dan menunggunya, “Sudah berapa lama kita di sini?”

Collosus memandangi jam tangan digital-nya, “Sudah dua setengah jam.”

“Ah, sial sekali—“ ujar Ames sambil merogoh kantong celananya, mengambil rokok untuk disesapkan, “Mumpung masih belum datang.” Ujarnya santai.

Tiba-tiba, ketika ia mau menempelkan batang rokok marloboro menthol-nya ke bibir, sekelebat tangan merampas rokoknya dengan cepat—ternyata, yang merampas rokok dari sela-sela jari tangan kanannya itu adalah Sersan Pelatih Nelson.

“Bocah-bocah!” sapa Sersan Pelatih Nelson sembari menginjak-injak rokok Ames, “Ngomong-ngomong—apa yang sudah aku perintahkan?!” suara lantang Sersan Pelatih Nelson itu membuat mereka berempat tersentak kaget.

Mereka berempat langsung kembali berbaris yang rapih—secepatnya, “Berbaris dan menunggu kedatangan anda di sini, Sersan Pelatih, Pak!” jawab mereka lantang.

“Lalu apa yang kalian lakukan tadi?!” tanya Sersan Pelatih Nelson kesal.

Tim Strads terdiam beberapa saat, mereka memikirkan jawaban yang bagus untuk Sersan Pelatih Nelson, “B—Berbaris dan menunggu kedatangan anda, Sersan Pelatih, Pak!” jawab mereka.

THE STRADS (BAHASA INDONESIA VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang