Ivan bilang, cukup kasih dia nomor mama maka semua beres. Aku mengerti niatnya di sini hanya untuk melacak siapa pelaku yang sudah mengirim fotoku dan Ivan sampai bikin mama marah, tetapi rasa bersalah dan cemas tetap saja tidak terhindarkan. Terbesit untuk mengancamnya agar hanya mencari tahu yang penting saja dan tidak mengusik hal privasi yang mungkin juga dia temukan, tetapi larangan justru akan terasa seperti tantangan untuknya. Niatku pun diurungkan, aku percayakan saja dengannya.
Punggung tangan Ivan menempel di kening, tampangnya serius sekali mengira-ngira tinggi suhu tubuhku.
"Kamu sakit. Udah minum obat? Mau ke UKS? Pantes gak kayak biasanya, ternyata sakit."
Aku menghela napas lelah dengan tingkahnya kalau sudah begini. Sebelum semakin cerewet, aku harus bisa menjauhkan orang ini.
"Udah. Sana ke kelas duluan atau ke mana aja. Nanti setelah sudah lumayan lama aku juga keluar." Aku sudah sangat berusaha memelankan suaraku karena ini di perpustakaan, hampir kelepasaan hanya karena emosi.
Tidak gampang membujuk Ivan keluar lebih dulu hanya karena dia mengetahui badanku hangat saat dipegang tadi. Untung aku cekatan mengusirnya secara halus. Baiklah, untuk beberapa saat aku bisa tenang di sini.
Pesan singkat dari Ivan muncul di ponselku. Isinya adalah dia memintaku untuk tidak lupa makan dan minum untuk mengisi perut, katanya biar lebih bertenaga. Mungkin aku kelihatan lesu banget hari ini, aku pun merasa begitu.
Tanpa menunggu lama lagi, aku mengirim balas "oke" kepadanya dan dibalas stiker anak kecil yang mengacungkan jempol. Pesan pun berakhir begitu saja karena aku malas membalas pesannya lagi.
"Gak ada capeknya ini bocah." Aku menyimpan ponsel dan kembali membaca.
Aku yang sedang fokus membaca merasakan pergerakan lalu menatap ke depan, memperhatikan gerak-gerik siswi dengan rambut sebahu yang mencoba mendekat.
"Halo, Kak. Aku boleh duduk sini?" tanyanya pelan dengan terus tersenyum. Sepertinya dia sangat ingin menunjukkan kesan baik dan manis.
"Silakan." Aku mengangguk dan balas tersenyum ramah.
"Aku Gina. Nama kakak siapa?"
"Aku Haura. Lagi ngerjain tugas, ya? Aku sering ke perpus, tapi baru ini liat kamu."
"Kak Haura hebat bisa nebak dengan tepat. Iya, aku baru ini ke perpus karena ada tugas. Kak Haura ini sejenis cenayang atau peramal gitu, ya?"
"Bukan, itu cuma nebak," jelasku. Meskipun mengetahui dia tidak mungkin serius mengatakan itu.
"Kak Haura, cowok yang tadi teman kakak, ya? Kelitannya dekat." Sudahku duga, pasti ada maksud tertentu dia mendekat ke sini. Ternyata mengincar Ivan.
Ivan ternyata banyak naksir juga, ya. Sampai ada adik kelas yang terang-terangan memperlihatkan rasa sukanya begini.
"Maksud kamu Ivan? Iya, dia teman sekelas yang lumayan dekat."
"Ooh, namanya Ivan. Keliatannya seperti cowok-cowok tipe good boy yang biasanya aku baca di novel romance. Kak Haura bisa kenalin aku sama Kak Ivan?"
Agak merepotkan juga menghadapi orang yang terang-terangan seperti orang di depanku ini, ya. Dia tidak segan menyampaikan keinginannya. Menolak mentah-mentah juga tidak bisa. Pasti dia pandai menganalisa lawan bicaranya, aku harus tetap hati-hati agar tidak membuat masalah.
"Nanti kalau ada kesempatan aku kenaliin sama Ivan, ya."
"Kak Haura baik banget." Gina buru-buru menutup mulutnya karena kelepasan bicara dengan nada nyaring, lalu menangkup kedua tangannya di depan dada dan meminta maaf kepada orang-orang yang melihat ke sini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Haura & Caira
Teen FictionIni adalah cerita kolaborasi bersama kakakku @Sky_Hill yang dipublis di kedua akun kita. Akan ada beberapa chapter spesial dan berbeda yang akan di publis di akun masih-masih. Jadi, silakan mampir ke akun @Sky_Hill untuk membaca chapter spesialnya...