Semua orang yang ada di sini serempak tertawa melihat kelakuan pengantin baru itu. Apalagi Aya, dia jadi orang pertama yang meledek sahabatnya paling parah.

“Hei, ayo. Kasian kameramennya nungguin,” kata Lukas. Nagine melepas pelukannya. Tangan pria itu kemudian tergerak merapikan beberapa benda yang terlihat tidak pas tertempel di kepala putrinya.

Nagine kembali dituntun menuju Husain. Walaupun agak merinding sebenarnya.

“Udah siap? Nggak akan lari lagi, ‘kan?” tanya Husain berbisik. Nagine menggeleng. Ia baru merasa malu karena melakukan hal sebodoh tadi.

Melihat respon kecil itu membuat Husain gemas dan memegangi kedua sisi kepala istrinya, lalu mendaratkan kecupan yang cukup lama. Seruan ma syaa Allah mengiring seketika.

———————

Akad mereka dilaksanakan pada hari Jum’at. Usai melaksanakan ijab qobul di masjid tadi, Nagine diusung menuju rumah ndalem—sebutan untuk rumah Kyai—karena para laki-laki akan melaksanakan salat Jum’at.

Saat keluar dari mobil, Nagine disambut meriah oleh santri-santri yang ada di sini. Di depan asramanya mereka melihat Nagine heboh yang tengah dituntun menuju rumah ndalem, sedangkan gadis itu malah menunduk karena malu.

Di ndalem Umi Abidah langsung menghantarkan Nagine menuju kamar Husain yang ada di ruangan paling depan dekat dengan ruang tamu, lalu mengajak Aya bergabung bersama keluarga ndalem lain memberikan waktu untuk suami istri itu.

“Istrimu sudah di dalem kamar, Le. Sana samperin sekalian siap-siap solat Jum’at,” kata Umi Abidah. Husain mengangguk patuh.

Sebelum masuk ke dalam kamar, Husain mengetuk pintu terlebih dahulu lalu masuk. Dia melihat Nagine yang tengah duduk di tepi ranjang menunduk. Istrinya itu memang selain reflek memeluk, ia juga suka menunduk.

“Assalamualaikum.”

Salam itu Nagine jawab dengan lirih. Dari ekor matanya ia dapat melihat Husain berjalan ke arah jendela dan menutup horden kamar. Ia juga dapat melihat bahwa setelahnya Husain berjalan dan mengambil posisi duduk di dekatnya.

“Niqobnya boleh dilepas, Ning?”

Meskipun agak kurang paham dengan panggilan itu, Nagine mengangguk saja kemudian meraih benda itu untuk segera ia lepas, tapi ditahan oleh suaminya.

“Saya bantu lepas, ya?” katanya terdengar sangat lembut, bahkan telapak tangan kekar yang menumpu punggung tangan Nagine kalah lembut.

Tali niqab yang semula terikat itu sudah terlepas dan membuat kain yang memiliki panjang tak sampai 50 centi itu melonggar dari wajah Nagine. Perlahan tangan Husain melepasnya sehingga wajah cantik itu terekspos dengan sempurna.

Spontan Husain memuji nama Allah. Dia tersenyum menatap Nagine. “Sampean cantik, ma syaa Allah.”

Nagine hanya membalasnya dengan senyuman.

“Boleh saya cium sekali lagi?” tanya Husain yang tidak lagi terdengar malu-malu.

Nagine membulatkan matanya. Dia mirip seperti ikan buntal. Husain jadi terkekeh melihat itu.

“Kalau nggak boleh nggak papa kok,” katanya.

“Siapa bilang nggak boleh?” tanya Nagine.

“Oh? Boleh?”

Seketika salah tingkah.

“Bo–boleh, kok.”

Tanpa menunggu lama Husain langsung mendaratkan bibirnya ke kening Nagine. Karena gemas dengan gadis itu, Husain tanpa aba langsung memeluknya erat. Nagine yang dipeluk tiba-tiba seperti itu jelas terkejut. Dia hendak melepaskannya karena tak nyaman, tapi ternyata hal seperti ini yang membuat pahalanya bertambah.

“Terima kasih sudah bersedia menerima saya sebagai pelengkap iman kamu, Ning Gina,” ucap Husain yang terdengar seperti bisikan karena berbicara tepat di telinganya.

———————
To be continued.

Asik lah update lagi. Tiap hari begadang lagi cuma buat bisa selesaiin naskah ini. Ya kerjaan saya udah nggak sepadat hari-hari lalu, tapi biasanya setelah typing di sini besok tiba-tiba padat.

Doain supaya nulisnya lancar, ya!

All rights reserved. Tag my wattpad account if you want to share anything about this stories.

Indonesia, 22 September 2022 | Jangan lupa prioritaskan Al-Qur’an.

Only 9 Years | lo.gi.na [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum