41. Ayo bahagia☆

Start from the beginning
                                    

Fabio menghela napasnya kecewa, Bagas pasti masih marah padanya atas kesalahpahaman yang terjadi. Pastinya Bagas tidak akan sudi menjenguknya, bisa saja sebenarnya Fabio menanyakan Bagas pada Satya yang tidak absen menjaganya saat malam, tapi ia tidak mau membebani Satya.

Tangan kirinya menyentuh dadanya dan mengusap perlahan diarea yang membuatnya tidak nyaman, hal itu membuat Gio menyadari dan buru-buru menanyai keadaan Fabio.

"Gue nggak papa, cuma bekas operasinya sedikit perih. Mungkin gue kebanyakan gerak," katanya meyakinkan.

"Oh iya Yo, gimana sama kasus lo? Maksud gue pelaku yang nabrak lo, udah ke tangkep belum?"

Pertanyaan Aska itu membuat Fabio diam sejenak, semenjak ia sadar, tidak ada seorang pun yang menyinggung tentang kecelakaan yang menimpanya, apalagi tentang siapa yang menabrak dirinya, Fabio tidak di beri tahu itu, bahkan sampai sekarang tidak ada dari pihak polisi yang datang dan menginterogasi.

"Siapapun pelakunya, gue maafin. Karena kecelakaan itu terjadi karena gue yang ceroboh waktu itu."

***

Wajah Fabio terlihat murung, remaja tersebut kecewa ketika ia mendengar Gama hari ini tidak bisa datang, padahal hanya pemuda tersebut yang bisa membuat Fabio senang. Katanya Gama ada jam tambahan di rumah sakit, itu yang di katakan Satya padanya.

Fabio tidak pernah mengeluhkan rasa sakitnya, tapi ia akan terbuka jika bersama Gama. Interaksi tersebut mampu membuat orang-orang terdekatnya merasa tersentil, bagaimana Fabio yang justru lebih nyaman kepada orang lain.

"Aku mau pulang," katanya tiba-tiba, hal itu sontak membuat Satya berserta Yuni yang berada disana bingung.

"Kenapa? Bio denger sendiri kata dokter tadi 'kan?"

"Nggak Nek, Bio mau pulang." Kekeuhnya, Fabio merasa bosan dan ingin pergi dari sini secara tiba-tiba.

"Yo, apa ada masalah? Cerita sama nenek." Percuma saja Yuni mendesak Fabio untuk bercerita, nyatanya anak itu memilih bungkam dan terus mengatakan jika ia ingin pulang.

"Kalo nenek sama om nggak izinin pulang, enak aja kok. Aku bisa kabur," ancamnya pada dua orang dewasa tersebut, salah satu andalan Fabio jika keinginannya tidak di turuti ataupun dirinya ketika sedang marah.

"Nggak ada kabur-kaburan Yo, lagian emang gimana cara kamu kabur kalo kaki kamu aja masih sakit." Yuni jelas tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Aku bisa minta bantuan bunda kok, dia pasti mau."

"Nggak, nenek nggak akan biarin kamu ikut bunda kamu itu. Kalo kamu memang mau pulang, nenek yang bilang sama dokter, asal kamu jangan kabur ataupun ikut sama bunda kamu." Putus Yuni, lebih baik menuruti kemauan anak itu daripada berakhir dengan kejadian yang tidak diinginkan, apalagi keadaan Fabio belum bisa di katakan baik.

"Kalo soal itu, Bio akan tetap ikut bunda setelah pulang dari sini Nek... Bio udah janji sama bunda waktu itu... Bio nggak mau ingkar janji, lagian ini juga permintaan terakhir Bio ke Bunda... Nggak lama kok, cuma sebulan aja Bio disana... Tolong izinin Bio ya nek." Bio membawa tangan Yuni untuk digenggamnya, berusaha meyakinkan wanita itu agar mengizinkan dirinya.

"Yo, kamu inget apa yang udah di lakuin bunda mu 'kan? Kenapa masih berharap?" Bukannya Yuni menurunkan mental Fabio dengan mengatakan hal ini, tapi mengapa bisa hati cucunya bisa sebaik ini?

"Bio nggak berharap... Karna semua kemauan Fabio, belum tentu bisa Fabio gapai. Bio nggak papa kalo misalnya bunda cuma kasian sama Bio karna Bio sekarat kayak gini... Yang penting Fabio bisa ngerasain gimana tinggal sama bunda lagi, dan setelahnya juga bunda akan seneng karna Bio pergi... Bio dapet untung, bunda juga bakal dapet untung." Yuni terhenyak saat Fabio mengatakan kata-kata tersebut, ia tidak bisa berkata.

"Jadi bisa sekarang nenek sama om urus kepulangan Bio? Sama Bio minta tolong, panggilin bunda ke sini?" Pintanya, lama ia mendapatkan jawaban sebelum mereka mengangguk dan melaksanakan keinginan Fabio.

Setelah kepergian kedua orang itu, Fabio mempersiapkan diri untuk bertemu Airin yang Fabio sangat yakin jika wanita tersebut tengah duduk di kursi tunggu depan.

Sementara Airin yang mendapatkan berita jika Fabio ingin bertemu dengannya senang bukan main, ia segera melangkah masuk dan menemukan sang anak tengah menatap ke depan dengan bed yang dibuat setengah tiduran, sehingga membuat Fabio lebih nyaman ketika berkomunikasi.

"Bio," panggilnya pelan, namun masih bisa di dengar oleh anak laki-laki itu, terbukti Fabio yang menoleh dan tersenyum ke arah Airin.

"Bunda," sambutnya dengan senang, senyuman terbit di bibir tipisnya yang masih terlihat pucat disana, "Bio kangen."

Airin tidak bisa menahan tangisnya, ia langsung menangis dan memeluk Fabio dengan sangat hati-hati, "gimana keadaan kamu sekarang? Maafin bunda nak... Bunda salah."

Fabio tidak melunturkan senyumnya, jutsru senyumannya tersebut tambah lebar. Ini yang ia inginkan, Airin memeluk dirinya dengan hangat dan menanyakan bagaimana keadaan nya, Fabio senang tuhan mengabulkan do'anya saat ini.

"Bunda... Ayo bahagia."

TBC

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

TBC...

[]

Lampung, 26082022

Batas Akhir [END]✓Where stories live. Discover now