Prolog

2 2 1
                                        

Di sebuah ruang yang berbentuk heksagonal ini, mereka terus menerus memaksaku untuk mengungkapkan sesuatu yang sama sekali tidak ku ketahui. Aku duduk terikat diatas kursi yang melayang ini, membayangkan skenario kejam berikutnya.

Bibirku pecah, mencucurkan darah. Pipiku penuh goresan, jidatku membiru setelah dihantam oleh kepalan penjaga lingkaran. Aku masih menggunakan seragam kerjaku, sebuah jubah dengan teknologi tinggi berwarna biru muda. Kini jubah itu sudah tampak mengerikan, bercak darah dan oli dimana-mana.

Di tiap-tiap sudut ruangan ini, berdiri penjaga lingkaran yang selalu siap siaga dengan memegang senjata yang mirip sebuah donat itu – Cirgun. Senjata itu berwarna putih dengan setengah lingkaran berwarna biru yang menyala terang. Jika aku berusaha kabur dari tempat mengerikan ini, senjata itu akan siap menembak dengan kakuatan penuh dan mengubah wujutku seketika menjadi uap gelap. Aku sama sekali tidak bisa beranjak dari tempat ini, selain daripada kursi aneh ini, penjaga tersebut cukup membuatku terkurung diam.

"Tidak ada waktu untuk main-main Rendra!" Salah satu penjaga lingkaran berteriak keras tepat dihadapan wajahku. Dilihat dari selempang emas di tubuhnya, tampaknya penjaga itu merupakan pemimpin dari kelompok ini.

"Aku sama sekali tidak tahu apa-apa, aku bersumpah" ucapku dengan ekspresi pembelaan. Tidak ada untungnya untuk berbohong. Toh segala rentetan cerita ini terjadi dengan tidak sengaja.
Salah satu penjaga di sudut heksagon berdehem kesal. Bagaimana tidak, interogasi ini telah berjalan hampir 3 jam dan sama sekali tidak membuahkan hasil.

"Rendra...keberlangsungan hidup warga circulus berada di tanganmu. Cukup ungkapkan saja nama wanita sialan itu, maka kamu akan kami lepaskan dari ruangan ini. Kehidupanmu akan kembali normal. Keluargamu akan kembali dengan selamat, hanya jika kamu mau bekerja sama"

Aku menatapnya lamat-lamat. Berani sumpah. Aku tak tahu apa-apa. Kejadian kemarin malam benar-benar sangat singkat. Aku bahkan tidak terlalu ingat wajah wanita itu. Yang aku ingat hanya tudung mukanya yang berwarna putih dengan sedikit bercak merah darah.

"Aku tidak tahu namanya, tapi mungkin aku tahu rupanya..." Aku menunduk. Pria kekar dihadapanku ini terlihat sangat kesal dengan ucapanku barusan. Dia membalikkan badannya dan berjalan menuju salah satu penjaga di sudut heksagon yang berselempang hitam. Dia tampak membisikkan sesuatu.

Dari ekspresi si selempang hitam, aku tau keberlangsungan hidupku terancam. Insting bertahan hidupku mengatakan demikian.

"Bawa dia" ucap si selempang hitam kepada penjaga lain di sudut-sudut ruangan.

Mereka mendekatiku. Jantungku berdegup sangat kencang, memikirkan siksaan yang lebih berat daripada yang kurasakan sejak 3 jam lalu. Aku adalah seorang pria penakut, bagaimana bisa aku menjalani siksaan berikutnya?

Mereka datang. Melingkari kursi aneh ini, mengotak-atik tombol dan berbagai tuas di belakang kursi sambil berbicara bahasa robot.

Kursi ini akhirnya bergerak menuju pintu yang berbentuk setengah lingkaran yang berada tepat dibelakangku. Penjaga-penjaga itu setia berjalan dengan wajah tegang di sampingku. Sementara aku yang terikat di kursi aneh ini hanya bisa gemetar ketakutan.

Sebenarnya aku tau tujuan kursi ini kemana. Tapi aku tidak tau apa yang akan mereka lakukan padaku di sana. Ruangan penghakiman namanya. Tempat orang mati dan tempat orang hidup.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 05, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Circulus Where stories live. Discover now