Chapter 9

57 13 1
                                    


Melody mengerti kenapa Dumbledore mengabaikan dia dan Harry, jadi gadis itu berdiri dari duduknya, lalu menoleh dan tersenyum kepada Harry.

"Ayo pulang." Ajaknya, senyunya lebar sekali.

Harry berdiri juga. Dengan riang ia merangkul adiknya, tersenyum, dan bersama-sama meninggalkan ruang sidang. Ketika mereka tiba di depan pintu, Mr Weasley sedang berdiri di sana, tampak pucat dan cemas.

"Dumbledore tidak bilang ap..."

"Bebas," kata Harry, melepaskan rangkulannya untuk menarik pintu di belakangnya sampai menutup, "dari segala tuduhan."

Berseri-seri, Mr Weasley menyambar bahu Harry.

"Harry, bagus sekali! Yah, tentu saja mereka tak bisa memutuskan kau bersalah, tidak dengan bukti itu, meskipun demikian, aku tak bisa berpura-pura tidak..."

Tetapi Mr Weasley tidak meneruskan kata-katanya, karena pintu ruang sidang terbuka lagi. Para anggota Wizengamot keluar.

"Jenggot Merlin!" seru Mr Weasley keheranan, menarik Melody dan Harry ke tepi untuk membiarkan mereka lewat. "Kau disidang oleh pengadilan penuh?"

"Saya rasa begitu," kata Harry pelan.

Satu atau dua penyihir mengangguk kepada Melody serta Harry ketika lewat, dan beberapa, termasuk si wanita pertama yang baik hati, menyapa, "Pagi, Arthur," kepada Mr Weasley, tetapi sebagian besar membuang pandang. Cornelius Fudge dan si penyihir mirip kodok hampir terakhir meninggalkan ruang sidang bawah tanah. Fudge bersikap seakan Mr Weasley, Melody, dan Harry adalah bagian dinding, tetapi sekali lagi si penyihir mirip kodok mengamati Harry seperti menilainya ketika dia lewat. Yang terakhir lewat adalah Percy. Seperti Fudge, dia sama sekali tidak mengacuhkan ayahnya, Melody, dan Harry; dia berjalan memeluk gulungan besar perkamen dan segenggam pena-bulu cadangan, punggungnya kaku dan hidungnya terangkat ke atas. Garis-garis di sekeliling mulut Mr Weasley menegang sedikit, tetapi kecuali itu, tak ada tanda-tanda bahwa dia telah melihat anaknya yang ketiga.

"Aku akan langsung mengantar kalian pulang supaya kalian bisa menyampaikan kabar baik ini kepada yang lain," katanya, memberi isyarat agar Melody dan Harry maju setelah tumit Percy menghilang menaiki tangga ke Tingkat Sembilan. "Sekalian aku jalan ke toilet umum di Bethnal Green. Ayo..."

"Jadi, apa yang akan Anda lakukan dengan toilet itu?" Harry bertanya, nyengir. Tampaknya jadi lebih ceria setelah dinyatakan bebas dari segala tuduhan.

"Oh, cuma perlu anti-mantra sederhana," jawab Mr Weasley, sementara mereka menaiki tangga, "tapi persoalan utamanya bukan memperbaiki kerusakan, melainkan sikap di balik perusakan itu, Harry. Memancing Muggle mungkin dianggap lucu oleh sebagian penyihir, tetapi ini ungkapan sesuatu yang lebih dalam dan lebih jahat, dan aku..."

Mr Weasley berhenti mendadak. Mereka baru saja tiba di koridor Tingkat Sembilan dan Cornelius Fudge berdiri beberapa meter dari mereka, berbicara pelan dengan seorang pria jangkung berambut pirang licin dan berwajah runcing pucat. Laki-laki ini menoleh mendengar langkah-langkah kaki mereka. Dia juga menghentikan percakapannya, matanya yang dingin kelabu menyipit dan terpancang ke wajah Melody serta Harry.

"Wah, wah, wah... Patronus Potter." Kata Lucius Malfoy dingin.

Sekujur tubuh Melody menjadi tegang dan kaku, tatapannya menjadi tajam serta penuh kebencian. Terakhir kali dia melihat mata dingin kelabu itu adalah melalui celah di topeng Pelahap Maut, dan terakhir mendengar suara itu adalah ketika Lucius Malfoy mengutuknya. Terakhir kali berhadapan dengannya, Mr Malfoy mengutuk Melody dengan Kutukan Cruciatus, yang rasa sakitnya seakan kembali lagi sekarang saat bertatapan dengan pria tersebut.

Melody Potter and the Order of the PhoenixKde žijí příběhy. Začni objevovat