[27] ke pantai

Comincia dall'inizio
                                    

Ketiga orang itu sama-sama terdiam dengan tatapan mengarah kedepan. Tak ada sedikitpun pembicaraan yang terjadi, hanyalah suara burung yang menghiasi keheningan itu.

"Bisa ngga ya lain kali kita kayak gini?" Tanya Amara tiba-tiba membuat Arkan langsung menoleh kearahnya.

"Kenapa enggak, saya akan selalu luangin waktu untuk kalian berdua. Mau kemanapun kalian pergi saya akan bawa, karena kalian adalah sesuatu yang berarti bagi hidup saya" Ucap Arkan tulus membuat hati Amara teriris.

Memang jika Arkan mau dia bisa membawa Amara dan Anta kemanapun, tapi apakah nanti saat dirinya sudah kembali mereka dapat merasakan hal seperti ini lagi?

"Mas Dud janji mau bawa aku sama Anta kemanapun kita pergi?" Tanya Amara memastikan.

"Kalau saya mampu saya akan bawa kalian"

Tawa Amara membuat Arkan mengernyit. Tawa yang menyiratkan kepedihan yang membuat Arkan bertanya-tanya kenapa dengan istrinya itu.

"Kenapa? Kamu nggak percaya? Saya bisa bawa kamu ke Paris sesuai dengan keinginan kamu malam itu. Besok pun kita bisa langsung terbang kesana kalau emang kamu mau" Ucap Arkan tersirat keseriusan didalamnya.

Kembali Amara tertawa "bukan, bukan aku nggak percaya sama Mas Dud, tapi kita kan nggak tau gimana kedepannya sama kehidupan kita. Siapa tahu kita nggak bisa ke Paris, jangankan ke Paris mungkin cuma buat jalan-jalan aja nggak bisa"

"Kenapa harus nggak bisa? Itu kalau kamunya yang nggak mau pergi" Kata Arkan.

Lama Amara terdiam dan Arkan juga ikut terdiam "Mas Dud masih ingatkan soal malam waktu pertama kali kita tidur bareng? Soal cerita itu?"

Arkan mencoba mengingat cerita yang dimaksud oleh Amara. Apa siap Amara yang mengaku sebagai salah satu anggota keluarga Fernandes itu?

"Cerita yang sempat kamu bilang, kalau nama kamu itu Amara Bella Fernandes bukan Amara Lisa Pratama dan kamu salah satu anggota keluarga Fernandes?" Tebak Arkan.

Amara tersenyum kecut "Mas Dud nggak percaya kan? Sama aku juga nggak percaya awalnya, tapi kejadiannya udah kayak gini. Mau diceritain gimanapun tetap aja nggak ada yang percaya dan malah nganggap aku gila" Kekeh Amara.

"Dengar Amara, nggak ada yang nganggap kamu gila. Kamu itu Amara istri saya, saya nggak terlalu perduli sama cerita kamu itu. Yang jelas kamu Amara saya, segala hal tentang kamu saya suka" Ucap Arkan seraya menangkup wajah Amara yang terlihat sudah memerah ditambah matanya yang juga sudah berkaca-kaca.

Anta menatap bingung kedua orang dewasa di sampingnya, tapi dia hanya diam saja melihat interaksi keduanya.

Mau bagaimana pun Amara bercerita Arkan tetap tidak akan percaya pada apa yang dia ceritakan. Mungkin Arkan akan percaya saat dirinya pergi nanti, saat semua kepercayaan itu sudah tak diperlukan lagi bagi Amara.

"Apapun keadaannya nanti aku harap Mas Dud dan Anta akan selalu bahagia ada atau tanpa kehadiran aku"

"Kenapa kamu berbicara seolah kamu akan pergi, apa kamu berniat meninggalkan kami? Jika memang itu yang kamu lakukan, tolong jangan. Jujur saya mulai suka sama kamu dan itu ngebuat saya sadar mulai dari rasa suka maka akan timbul rasa cinta kan? dan itu yang saya rasakan sekarang" Arkan tak ingin Amara pergi dari sisinya, jika boleh dia egois dia hanya menginginkan Amara untuk dirinya seorang tanpa perlu berbagi dengan orang lain.

"Enggak, aku nggak akan pergi kemana-mana, tapi kalau waktunya tiba aku nggak bisa janji untuk terus ada disisi kalian--" Itu hanya bisa Amara ucapkan di dalam hati.

"Janji" Arkan mengangkat jari kelingking nya.

Walau ragu Amara tetap menautkan jari kelingkingnya dengan Arkan "janji" Ucap Amara.

Tangan Arkan bergerak mengusap jejak air mata diwajah Amara. Kemudian mengambil alih Anta dan membawa kedalam pangkuannya. Biarlah mereka bertiga sama-sama basah sore ini.

"Mau main lagi?" Tanya Arkan pada Anta.

"Mau!" Seru Anta dan langsung bangun dari pangkuan Arkan lalu berlari menuju pantai.

Melihat keterdiaman Amara, Arkan langsung mengenggam tangan kecil itu lalu mengajaknya untuk ikut Anta yang sudah asik dengan air pantai.

"Jangan sedih, kita kesini buat senang-senang kan? Jadi jangan nangis" Ucap Arkan menatap lekat wajah gadis di depannya itu.

Keduanya mendekat kearah Anta dan ikutan bermain bersama. Anta kadang berteriak dikala Arkan dan Amara menyipratkan air kearahnya, bahkan Arkan menggendong Anta diatas pundaknya lalu berlari dengan Amara sebagai pengejar. Sore ini keluarga kecil itu nampak bahagia dengan senyuman yang merekah disetiap bibir mereka. Kebahagiaan yang entah sampai kapan akan bertahan.

Sekitar jam sembilan malam mereka sampai dirumah dengan Anta yang sudah terlelap dalam pangkuan Amara. Arkan keluar terlebih dahulu dari dalam mobil kemudian memutar hingga sampai dibangku penumpang, mengambil alih gendongan Anta lalu membantu Amara untuk keluar.

"Pasti capek banget kan pangku Anta?" Tanya Arkan mengusap keringat pada kening Amara, setau dirinya tadi sempat menyalakan AC didalam mobil.

"Enggak capek kok, cuma Anta agak berat, cuma itu sih" Ucap Amara sedikit meringis saat merenggangkan tangannya.

"Ayo masuk" Kedua orang itu langsung masuk dan menuju kamar.

Mula-mula Amara membawa Anta menuju kamarnya, karena tadi Anta sudah sempat ganti baju jadi bisa langsung tidur. Setelah meniduri Anta Amara berjalan masuk kedalam kamarnya melihat Arkan yang memakai atasan kaos dan bawahan masih menggunakan handuk.

Apa secepat itu laki-laki mandi, mungkin kalau Amara tubuh sekitar sepuluh menit dan itu adalah mandi tercepat menurutnya. Paling lama ya sekitar setengah jam atau bahkan lebih.

"Eh jangan dibuka!" Teriak Amara saat hendak menutup pintu dan di saat bersamaan Arkan juga berniat membuka handuk bawahannya.

Arkan menoleh dengan tatapan heran, memangnya kenapa jika dirinya membuka handuk didepan istri sendiri. Apa ada hukum tertulis yang melarang hal itu?

Sebuah ide jahil muncul dalam pikiran Arkan lalu berjalan mendekat kearah Amara yang mematung didepan pintu. Perlahan tapi pasti Arkan mengikis jarak antara keduanya mendekatkan wajahnya pada ceruk leher Amara.

Amara dapat merasakan hembusan nafas hangat yang menerpa ceruk lehernya dan ini semua adalah ulah Arkan yang berefek pada jantungnya yang sudah berdetak tak karuan. Apa ini saatnya? Pikir Amara.

"Cepat mandi jangan sampai sakit karena mandi kemalaman" Bisik Arkan lalu menjauh dari Amara yang kini tengah menyentuh dadanya.

"Mama anakmu baper, masa iya cuma gini doang jantung gue udah berantakan" Batin Amara lalu dengan cepat berlari menuju kamar mandi.

Sedangkan Arkan sudah tertawa melihat tingkah Amara yang di matanya sangat lucu. Lihatlah pipi yang memerah itu lalu tubuh yang mematung karena perlakuannya. Rupanya seru juga menjahili istri sendiri pikir Arkan yang melanjutkan memakai celana.

•••••

Wess! Balik lagi bareng aku di story Istri Mas Duda, jangan lupa vote dan komen orang baik dan satu lagi masa iya sih udah baca karya aku tapi nggak sekalian difollow akun aku. Ayo dong difollow, sampai jumpa di part selanjutnya.

Dan malam ini up mumpung lagi malam minggu sekalian nemenin kamu yang cuma bisa rebahan dikamar tanpa kemana-mana. Sama, aku juga gitu dan makasih untuk 2k votenya, nggak nyangka kalau story istri Mas Duda bakal ada yang baca, malahan udah 17 ribu pembaca. Thanks banget buat kalian semua.

Papayy semua🙋

Istri Mas Duda  [End]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora