Delapan Puluh Tujuh

34.8K 5.7K 730
                                    

Syifa melenguh pelan merasakan nyeri yang teramat di sekitar kepalanya, ia berusaha membuka mata namun tak bisa, rasanya berat sekali seperti terkunci gembok yang entah berapa jumlahnya.

Di tengah kepanikannya yang tak kunjung bisa membuka mata, ingatannya kembali memutar kejadian yang baru saja terjadi. Bagaimana MC acara tv itu membawakan berita tentang pertunangan antara suaminya dan Nara. Tanpa disangka air matanya kembali luruh, hatinya hancur mengingat itu semua, rasanya sakit sekali, di duakan oleh orang yang benar benar di percaya.

Sampai ia rasakan seseorang mengusap lembut matanya, kecupan singkat di dahinya pun turut ia rasa di lanjut dengan usapan lembut di kepalanya.

"Sesakit itu ya Syi, sampai kebawa mimpi?"

Dan tanpa disangka, matanya yang semula terpejam rapat, perlahan mampu menerima cahaya yang tanpa permisi langsung masuk menyapa retinanya.

Syifa terdiam sesaat melihat sosok lelaki yang baru saja singgah di pikirannya, ia duduk di tepi ranjangnya seraya menatapnya dalam, tak lupa senyuman hangat yang selalu lelaki itu tujukan padanya, rasanya ia benar benar hanyut dalam kenyamanan yang lelaki itu berikan.

Namun lagi lagi, ingatan itu kembali menghampirinya, sesak di dadanya kembali dirasakannya dan air mata semakin deras mengucur di pipinya.

Syifa langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain seraya mengubah posisinya menjadi bersandar di kepala ranjang. Ia tak tahan berlama-lama memandang bola mata hitam suaminya itu, bisa bisa pertahanannya runtuh begitu saja.

Azka terkekeh pilu, semarah itukah Syifa padanya hingga memandang wajahnya pun ia tak mau? Sebegitu kecewanya kah ia?

"Sayang__"

"Masih punya muka dateng kesini?!"

Amarahnya meluap begitu Azka memanggilnya. Entahlah, rasanya ia benar benar muak dengan lelaki di sampingnya ini.

"Gue mau jelasin__"

"Jelasin apa lagi, jelasin kalau kemarin Kak Azka pergi ke Bali itu bukan buat kerja tapi buat ngurus pernikahan, iya?"

"Gak gitu Syi."

"Terus gimana? Oh, Syi tau nih, jangan jangan Kak Azka kesini buat ngundang Syi ke pernikahannya Kak Azka ya? Tenang aja, Syi bakalan dateng kok."

"Syi, gue__"

"Emangnya udah berapa lama sih nyembunyiin hubungan gelap sama Nara, kok tiba tiba udah ngumumin tunangan aja, pasti sebentar lagi bakalan nikah."

"SYIFA STOP!!!"

"KENAPA! BENER KAN YANG SYI BILANG?!" Syifa pun turut meninggikan suaranya, ia merasa apa yang di ucapkannya itu benar, jadi tak pantas jika Azka marah padanya, right?

Azka langsung menarik Syifa dalam dekapannya, menenggelamkan wajah perempuan itu di dada bidangnya. Mendengar nada tinggi dari istrinya, membuat rasa sakit menjalar di hatinya, ia tak biasa dengan itu.

"Lepas hiks... Lepas, lepasin Syi hiks..."

Pecah sudah tangis Syifa dalam dekapan Azka, ia terus meronta minta di lepaskan, berulang kali ia memukul dada Azka namun tenaganya tak sebanding dengan kekuatan lelaki itu.

"Maaf." Azka tak berhenti mengucapkan kata itu, menyesal ia berbohong pada istrinya tempo lalu, jika tau begini akhirnya lebih baik ia berkata jujur jika Nara memang ada di Bali waktu itu.

"Kenapa jahat banget sama Syi hiks.... Kenapa Kak Azka tega lakuin ini sama Syi hiks.... Kenapa...."

"Maaf, ini gak seperti yang lo pikir, gue bisa jelasin semuanya."

My bad boy Azka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang