"Gua Abang yang tidak berguna, gua Abang yang jahat. Abang macam apa gua hiks. Adik gua kesakitan sudah lama, tapi gua tidak tau. Malah gua menambah keskaitan itu dengan ucapan gua yang kasar." suara Arya terdengar.

'Gua butuh hati lo untuk Rayyan.'

'Ayok donorin hati lo untuk Rayyan.'

'Gua selalu berdoa ke tuhan, agar tuhan cepat-cepat cabut nyawa lo.'

'Sampe kapan gua harus menunggu? Sampe Rayyan mati, baru lo mau mendonorkan hati?'

'Gua selalu berdoa ke tuhan supaya manusia busuk kayak lo terkena karmanya. Sakit kanker misalnya?'

'Waktu? Butuh berapa waktu lagi lo? Udah cukup selama ini gua ngasih lo waktu. Tapi untuk kali ini, gua mohon, donorin hati lo untuk Rayyan secepatnya.'

'Gua pengen lo mati Aksa.'

"Maaf hiks, maafin Abang. Kenapa kamu pergi secepat ini? Padahal Abang belum sempat meminta maaf dan mengobati luka yang Abang berikan ke kamu dek hiks. Maaf, Abang menyesal. Abang benar-benar menyesal."

******

Suara kajian begitu terdengar pilu dan ber-iringan. Disini, lebih tepatnya di rumah Dika. Sudah banyak pelayat yang datang, dari tetangga, kerabat, bahkan teman-teman sekolah Aksa.

Mereka datang untuk mengantarkan Aksa ketempat peristirahatan terakhirnya.

Tubuh Aksa terbaring kaku di tengah-tengah sana. Di sampingnya ada Dika yang tengah menatap kosong tubuh Aksa. Ada Mona yang masih terisak di pelukan Raffa. Ada Arya yang hanya terdiam dengan air mata yang sesekali mengalir. Ada Arka yang tengah tertunduk dalam, terisak dalam diam.

Ada, Rayyan dan Darren yang sama-sama menangis tanpa terisak. Ada Keenan dan Zaidan yang menatap tubuh kaku Aksa dengan tidak percaya. Ada Farris dan Rio yang ikut mengaji, menggiring kepergian Aksa.

"Padahal ayah belum sempat minta maaf, ayah belum sempat bahagiain kamu, ayah belum sempat mengobati luka kamu. Tetapi kamu memilih pergi tanpa tau satu fakta. Kamu anak kandung ayah hiks." lirih Dika di samping telinga Aksa.

'Pergi dan jangan pernah kembali.'

"Bukan pergi seperti ini yang ibu maksud nak. kamu pergi nya kejauhan. Sampai-sampai ibu tidak bisa menggapai kamu. Maaf, maaf atas semuanya.

Mona beranjak dari pelukan Raffa, meraih tangan Aksa yang terasa dingin. Setelahnya menciumi punggung tangan Aksa dengan lembut.

"Jangan pergi nak..." lirih Mona, tangannya beralih menangkup kedua pipi Aksa lalu membelainya lembut.

"Kamu mau dengar gak? Kamu harus dengar, ibu sayang kamu. Apa kamu sudah dengar? Bangun sayang, kamu bilang kamu ingin makan dengan ibu, kamu bilang kamu ingin makan masakan ibu. Ayok bangun, dan beritahu ibu apa makanan kesukaan kamu, ibu akan masakan, lalu menyuapi Aksa. Aksa menginginkan hal itu kan? Ayok bangun..."

Ucapan Mona membuat hati para pelayat seperti tersayat. Bahkan, beberapa teman sekolah Aksa ikut menangis. Mereka salah, benar-benar salah. Aksa sudah terluka, tetapi mereka malah menambah luka. Andai mereka tahu kehidupan Aksa yang sebenarnya. Mereka tidak akan pernah membully, mengerjai bahkan menyelakai Aksa.

"Aksa bangun hiks. Ibu harus apa? Ibu harus gimana? Kamu perginya kecepetan hiks. "

Mona menatap wajah Aksa yang terlihat damai, bahkan seulas senyuman terpatri di bibir Aksa yang sudah tidak berwarna. Apa Aksa nya bahagia?

HELP [Tamat]Where stories live. Discover now