17 - Diceritakan Saja

Start from the beginning
                                    

"Jan, gak boleh gitu." Galih mencoba menarik lengan Januar, tetapi Januar lekas menarik kasar lengannya. Malas dipegang-pegang.

Lagi, hati Galih ngilu dibuatnya. Ia memandangi sendu punggung adiknya. Berpikir banyak, tersakiti lagi, tetapi selalu ingin membahagiakan. Sebuah pola yang tidak sehat, tetapi terus saja Galih lakukan.

Tak lama, yang lebih tua pun berdiri dari tepi ranjang, lantas ke luar kamar. Hendak ke kamarnya sendiri yang berjarak beberapa meter saja.

Januar tak acuh. Malas menengok, lebih baik menutup mata karena mengantuk.

40 detik kemudian, sang kakak kembali lagi ke kamar Januar. Ia tersenyum tipis sambil membawa sesuatu di tangan. "Januar," panggilnya lembut, kembali duduk di tepi ranjang.

"Apa lagi, sih, ahelah...," keluhnya pelan terpendam bantal guling.

"Ini, aku mau kasih ini," ucap Galih tak pernah keras.

"Apaan?" Adiknya membalikkan badan, menatap Galih yang duduk di sebelah pinggangnya.

"Ini kartu ATM aku," ujar Galih sambil menyodorkan benda kecil tipis itu pada adiknya.

Januar menatap kartu debit itu. Dahinya sedikit berkerut. "Maksud?" tanyanya, lalu menatap Galih.

"Kamu pegang aja, siapa tahu kamu butuh," jawab sang kakak, kembali menyodorkan kartu itu. "Pinnya tanggal lahir kamu," jabarnya ringan saja.

Januar tercengang hingga kantuknya hilang. Ia mendudukkan badan. "Serius?" tanyanya kaget. Senang sekali dia mendengar akan dapat kartu debit gratis.

"Iya." Galih tersenyum, selalu tulus.

Dengan semangat, Januar menyambar kartu itu dari tangan Galih. "Makasih, Mas," katanya tersenyum lebar.

Galih tak bisa apa-apa selain tersenyum. Matanya berbinar sampai agak berkaca, terlampau senang melihat senyuman senang Januar.

"Iya, jangan dibuat foya-foya, ya. Terus kalau bisa, nanti kamu cari kerja buat tambah-tambahin uang kamu sendiri, ya?" ucap Galih lagi.

"Iya, ntar aku cari kerja. Aku lagi ngurus ujian-ujian dulu," balas Januar. Tak terdengar secuek biasanya, ya soalnya senang baru dapat kartu ATM baru. Meski isinya tidak banyak, tapi kan lumayan.

"Sholat ya, Jan?" Dengan halus, Galih kembali mengingatkan.

Januar mengerling, sinis lagi. "Iya ah, bawel," ucapnya cuek kembali.

Rasanya, Galih mau mengelus dada. Namun, ya sudahlah, yang penting sudah melakukan kewajibannya untuk mengingatkan.

"Aku ke luar, ya." Galih beranjak dari kasur adiknya. Ke luar kamar, hendak menengok Nenek yang barangkali ingin melakukan sesuatu atau meminta sesuatu.

Sampai di kamar Nenek, wanita tua itu sedang duduk manis di pinggir ranjang. Melihat siapa yang datang, sorotnya langsung berbinar lebih cerah. "Galih, udah pulang?" tanyanya lembut.

Galih tersenyum. "Iya," jawabnya sambil cium tangan.

"Galih, Nenek mau wudhu," ucap Nenek lagi.

DINI HARI GALIH ✔️Where stories live. Discover now