ㅡtigapuluh satu

261 72 18
                                    

11:11 PM


Butterflies can't see their wings, means they can't see how truly wonderful they are.

Tatapan gue terus terpaku pada kata-kata itu, terpaku pada susunan kata Mark buat dari potongan judul-judul majalah dan artikel, yang kemudian ditempel pada laptop gue. Sebenarnya bukan kalimat itu yang gue amati sepenuhnya, tapi ingatan gue sendiri yang gue permasalahkan.

Sebentar lagi penginputan nilai di akhir semester akan tiba, sementara semua laporan gue baru berjalan setengahnya. Kak Jamal terus mendesak untuk cepat-cepat diselesaikan, entah itu karena permintaan dosen atau permintaan dia sendiri. Belum lagi, kehadiran dan pengakuan Feyka masih terbayang di otak gue.

Memang kita baik-baik aja, so far. Tapi gue tetap merasa bersalah jika mengingat dia. I didn't mean to be, tapi gue juga gak bisa melakukan hal lain selain memintamaaf.

"Bubi,"

"Hm?"

"What if he likes you?"

"Siapa?"

"Kak Jamal."

Gue melakukan rolling eyes dengan penuh kejenuhan dan penekanan, "if he likes me, I still love you, adore you, and it just you, Mark."

Kali ini gak ada tambahan lain dari Mark, dia terdiam menatap gue sebelum menghela nafas ringan dan memainkan ponselnya. Cukup lama kita berdua tenggelam dalam kesibukan masing-masing, sampai rasa bersalah gue memenuhi ubun-ubun kepala.

"Maaf."

Mark bertanya, "kenapa?"

"Tadi suaraku tinggi, it's on me."

"Hehehe, gakpapa sayang. Aku kok yang terlalu kekanakan karena ngebahas itu lagi padahal kamu gak suka. Maaf ya."

Hidup gue seolah mencekat karena lagi-lagi Mark memintamaaf menghadapi kecilnya rasa sabar gue. Kenapa hidup gue akhir-akhir ini suka gak berjalan dengan baik?

"Gakpapa kamu ngomel terus, aku suka karena kamu sayang aku berarti."

Gue menengok dan lantas menemukan tatapan matanya yang sendu. Dia bukan Mark yang gue kenal, Mark gak akan pernah segelisah ini. Dia menyembunyikan sesuatu, gue tahu itu.

"Aca, makasih ya."

Satu alis gue terangkat.

"Kamu udah suka sama aku sejak lama, kamu mematahkan prinsip aku untuk gak jatuh cinta sama siapa aja. Aku tau, bukan cuma kamu yang suka aku. Tapi kamu satu-satunya perempuan yang gak ragu menunjukkan rasa itu ke aku, and you was amaze me at the moment."

Antara bangga dan malu kalau menceritakan zaman-zaman bodoh itu.

"Aku suka kamu sejak lama karena kamu keren, Mark. Kamu keren banget sejak dulu."

"Even aku pernah ngejauhin kamu?"

Gue mengangguk.

"Kamu pasti berekspektasi tinggi ke aku, maaf ya kalau faktanya aku gak begitu."

"Expect nothing on you, bubi. Aku sebagai Aca memang selalu buta kalau udah bahas tentang kamu."

Mark terkekeh, "mulai lagi kan flirting."

"Aku gak flirting astaga, aku cuma jujur kok."

"Ini, makan dulu." Pintanya mengulurkan potongan Onigiri, "ini rasa spicy salmon soalnya kemarin kamu lebih doyan yang ini."

"Kok kamu tau? Perasaan aku gak pernah bilang deh kalau aku suka yang ini."

"Aku cuma lihat-lihat aja pas makan."

"Kamu gak bosan lihat aku mulu?"

"Gimana mau bosan kalau aku suka?" Mark meraih selembar tisu untuk membantu gue menyingkirkan saus dari isi sandwich yang tertanggal di sudut bibir gue. "Besok mau makan Udon, bi?"

"Besok kamu istirahat aja," tolak gue secara halus.

"Aku kalau udah tidur semalaman gak akan butuh tidur lagi."

"Kamu sehat banget, beda sama aku."

"Kamu mau aku cubit kecil ya? Orang kamu gak sakit kok, kamu juga sehat. Pola makan sama tidurnya aja yang perlu diperbaiki sedikit. You always good at all."

Gue mem-pout-kan bibir sejenak lalu melanjutkan kunyahan pada Onigiri baru.

"Aca,"

"Hm?"

"Semisal nanti kamu mau konsultasi, terapi, atau butuh ke mana-mana dan aku gak ada, kamu minta tolong ke Dean, ya?"

Reflek dahi gue mengerut.

"Gak, maksudku siapa tau aku mendadak gak bisa, atau aku udah kerja, dan gak sempat untuk nemenin kamu."

Gue tersenyum tipis, "aku bisa sendiri kok."

Mark menghela nafas ringan, "tapi aku belum bisa."

Raut wajahnya menjadi resah, padahal tadinya kita hanya mengobrol ringan. Rasa cemasnya semakin membingungkan, tapi gue berusaha membuat Mark yakin kalau semuanya akan baik-baik aja.

ARCADE ✓Where stories live. Discover now