[63] Dessert (1)

1.1K 134 11
                                    

Sosok gadis bertubuh tinggi semampai yang rambut panjangnya ia biarkan tergerai, tampak anggun terduduk di salah satu meja makan. Gaun warna peach muda tampak kontras dengan interior restoran yang serba putih. Ditengah-tengah kegiatannya menunggu seseorang di sana, gadis itu hanya tertegun menatap gelas bening dengan air di dalamnya yang sejak tiga puluh menit lalu berada di meja itu tanpa tersentuh. Kirana hanya tak menyangka, undangan makan malam dari calon suaminya pagi tadi tiba-tiba mendarat di ponselnya.

Mendapat pesan singkat yang dikirimkan Deva tentang undangan makan malam itu, tak lantas membuat Kirana bahagia. Terlalu naif jika ia berpikir makan malam ini akan menjadi hal menyenangkan untuknya, mengingat bagaimana sikap tunangannya selama ini. Bisa jadi justru ia hanya akan mendapat kabar buruk. Apa Angga bermaksud untuk membatalkan pertunangan mereka? Insiden yang tersebar melalu media satu minggu ini tentunya sudah membuat Angga bertambah kesal. Dan pertemuan makan malam ini bisa jadi bentuk konfrontasi lelaki itu. 

Setidaknya kecemasan itulah yang saat ini menggelayuti tubuh Kirana.

Namun ia tak paham ketika dilihatnya lelaki yang tengah ditunggunya berjalan ke arah meja itu, dengan membawa buket bunga mawar merah dan senyuman simpul tipis menghiasi wajah tampan sosok itu. Senyuman yang tak pernah Kirana peroleh selama ini.

"Maaf membuatmu lama menunggu," sapa Angga, sambil menyerahkan buket bunga mawar ke hadapan Kirana yang hanya ditatap hening oleh gadis itu.

Beberapa detik Kirana masih terdiam karena kekagetannya. Apa ini mimpi?

Dengan sedikit ragu, Kirana menerima buket bunga mawar itu. Dan dengan harap-harap cemas, ia menatap wajah itu dengan seksama. Sebuah aura wajah yang tak biasa Kirana lihat di sana. Angga yang biasa menampakkan wajah dingin, acuh tak acuh dan agak angkuh, saat ini terlihat lebih lunak, seolah mendung menutupi wajah tampan itu.

"Restoran ini terkenal dengan beef steak-nya. Kamu harus coba. Deva sudah memesannya lebih dulu tadi." tawar Angga kemudian, setelahnya ia memanggil pelayan dan meminta pesannannya segera dihidangkan.

Lagi-lagi Kirana hanya terdiam tanpa kata. Masih berusaha mencerna dan menebak, kondisi apa yang akan dihadapinya nanti. 

"Apa maksud Kak Angga?"

Tanpa ingin menebak lebih jauh, Kirana bertanya langsung.

"Apa kamu gak suka bunga mawar? Ah, maaf aku gak tahu. Nanti __"

"Bukan itu__" Kirana memotong, ia masih belum menyangka dengan adegan malam ini.

"Apa ini cara Kak Angga marah padaku karena insiden itu?"

Dan tanpa basa basi, Kirana bertanya lagi. Ia tak mau banyak berharap dengan menganggap sikap manis Angga malam ini adalah harapan untuknya.

"Ah, tentang insiden itu. Aku tak mempermasalahkannya, semua akan berlalu dengan sendirinya. Jadi, mari kita mulai semuanya dari awal lagi. Aku ingin mengenalmu dengan lebih dekat."

Perlu puluhan detik, hanya hening yang keluar dari bibir Kirana. Ia masih tak menyangka kata-kata itu keluar dari sosok di hadapannya. Sebuah debaran halus sepertinya mulai dirasakan gadis itu di balik dadanya. Namun apakah benar itu adalah kebahagiaan yang harus ia dapatkan? Karena selama puluhan detik dalam hening itu, Kirana kembali menatap wajah tampan itu dengan lamat-lamat, mendung masih berada di sana.

"Ini bukan Kak Angga yang aku kenal," ujarnya.

"Itulah kenapa, kita bisa saling mengenal lagi," balas Angga dengan tatapan sendu di wajahnya dan senyuman simpul tipis.

"Besok malam keluargaku akan datang menentukan tanggal pernikahan, kamu sudah tahu kan?" tanya Angga disambut hening lagi oleh Kirana.

"Jadi sebelum menikah, mari kita saling mengenal satu sama lain dengan lebih dekat. Ah, seharusnya aku melakukan hal ini dari dulu."

30 Days DinnerWhere stories live. Discover now