Sepupu Cinta

2.9K 41 2
                                    

Liburan kali ini aku ikut pulang ke Temanggung. Rumah Kak Aya, Shanda Arihaya Mumtaz. Sejak 7 tahun lalu mereka tinggal di sana, dekat dengan rumah keluarga mas Hanin suaminya. Rumah besar yang mereka tinggali saat ini adalah hadiah dari mas Hanin saat Kak Aya  melahirkan Haikal saat itu. Kak Aya memang menikah dengan salah satu putra keluarga Dewantara yang terkenal dermawan dalam kekayaannya.

            Sebagai salah satu adik Kak Aya, aku sering  mendapat limpahan kedermawanan itu. Beberapa kali mamanya mas Hanin atau adik perempuannya mengirimkan hadiah untukku. Begitu baiknya mereka sehingga aku kadang-kadang merasa harus membalasnya  dengan menyempatkan berkunjung di beberapa liburanku.       

Saat aku berpamitan di telepon pada ibu untuk tidak pulang liburan semester kali ini dengan alasan mau ikut Kak Aya ke Temanggung, ibu merasa perlu mewanti-wanti agar aku juga mampir ke rumah Oom Farhan. Beliau kakak sulung ayah yang juga tinggal di kabupaten yang sama dengan Kak Aya meskipun tidak satu kota kecamatan. Tempat itu berjarak 3 jam perjalanan dari Semarang tempat aku tinggal sejak kuliah di UNDIP, 4 semester lalu.  Jarak rumah kak Aya dengan rumah Oom Farhan sekitar 30 menit perjalanan.

            Oom Farhan tinggal di sebuah desa kecil yang memiliki sungai yang sangat jernih. Beliau memutuskan membangun rumah di sana setelah beberapa tahun lalu pernah menjabat sebagai camat di daerah itu. Maka di sinilah aku sekarang,  sedang menemani tante Kania menebar makanan ikan di kolam belakang rumah mereka. Rumah yang lebih cocok disebut villa karena letaknya yang agak tinggi sangat dekat sekali dengan bukit Pendem. Hanya saja villa ini juga dilengkapi dengan kebun, kandang ayam dan kolam ikan.

            “Jadi, tante lebih sering sendiri dong kalo hari biasa gini..oom masih aktif ngantor kan Tan?”tanyaku. Beliau mengangguk sambil tersenyum. “Iya…sejak Karel kost di  Yogya, ya tante lebih banyak sendirian di sini. Cuman, karena dulu tante juga mengenal banyak ibu-ibu PKK atau dharwa wanita, beberapa kali dalam sebulan tante juga masih berkegiatan bareng mereka. “

            Aku mengangguk sambil kembali menaburkan makanan ikan. Suara gemericik air benar-benar membuat suasana jadi demikian sejuk  menenangkan sebelum  tiba-tiba terpecah ketika terdengar  deru sebuah sepeda motor yang cukup keras masuk ke garasi di samping. Aku  mengerenyit ke arah tante.

            “Itu Karel…”kata tante yakin. Kemudian beliau menarik tanganku untuk beranjak ke garasi. Aku sedikit  merasa kurang nyaman. Kami memang sepupu tapi seingatku interaksi kami minim sekali mengingat aku di besarkan di Palembang sementara dia di Jawa. Oom Farhan sudah tinggal di Jawa sejak masih kuliah di STPDN, menjadi mantri camat, menikah dengan salah satu penduduk asli Jawa (tante Kania), beberapa kali menjabat sebagai camat  dan tinggal seterusnya  di Jawa.

            “Dari sana jam berapa Rel?” tanya tante ketika kulihat sosok itu masih sibuk dengan kegiatannya. Turun dari motor Tiger nya, melepas jaket, helm, sarung tangan dan tas punggungnya. Tangannya kemudian terulur mencium ta’zim punggung  tangan bundanya. Sesaat kemudian matanya memicing ke arahku.

            “Shabrina…kamu ingat? Anaknya Oom Ditto..adiknya Aya dan Alya…”ucap tante menjelaskan. Dia tampak mengangguk mengerti. “Hai..apa kabar?”sapanya. Aku mengangguk tersenyum.

            “Alhamdulillah…sehat. Baru datang?”tanyaku basa-basi. Dia hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Tubuhnya besar dan kokoh. T-Shirt putih yang dikenakannya memperlihatkan otot di sekitar lengannya. Wajahnya tidak seputih tante Kania tapi terlihat bersih. Lesung pipit di pipi kirinya membuatnya nampak berbeda. Hei..apa-apaan sih Shabrina...kamu sedang menilai orang ya..olok sebuah sisi hatiku. Terakhir ketemu sepertinya  waktu pernikahan Kak Aya. Itu 7 tahun lalu. Dia dan aku masih sama-sama SD sepertinya. Mungkin aku kelas IV dan dia  kelas VI.

Sepupu CintaWhere stories live. Discover now