One Step Closer [END]

220 30 11
                                    

POV SANDARA

Dini hari tak lagi sepi seperti biasanya, suara desis dari pan yang sedang menjalankan tugas mendominasi memenuhi ruangan ini. Dentingan antara sendok dan cangkir teh sesekali ikut andil seolah mencibir kami yang bisu sejak tadi. Tak ada obrolan, hanya kami yang sibuk dengan masing-masing pekerjaan.

Pria yang tadi mengadu kelaparan nyatanya memilih berkencan dengan segelas wine yang ntah darimana asalnya, alih-alih menunggu makanan yang sedang kusiapkan.

"Cukup Ji! Air putih lebih baik." Aku tidak tahan untuk kembali menegurnya. Ini teguran kedua setelah teguran pertama pria itu abaikan begitu saja. Ya, dia menelantarkanku setelah tiba-tiba muncul menjemput pulang.

Jiyong mendengus sebal dengan wajah datarnya meskipun begitu, bisa kupastikan bahwa ia menyimpan gelas winenya dan mengurungkan niat menandaskan minuman itu, terdengar dari dentingan gelas kaca yang menabrak marmer cukup nyaring, cukup juga untuk membuatku paham kondisinya.

"Kenapa kau pulang dini hari?"

"Ada beberapa masalah yang harus kami diskusikan dalam forum." Jawabku.

"Berapa banyak hingga kau mengabaikan panggilanku dan membalas pesan sangat lama." Lirikan tajamnya benar-benar menusukku, jarak kami tak begitu dekat namun tatapan itu seolah mengulitiku.

Kualihkan perhatianku padanya. "Kau butuh penjelasku?"

"Tentu! " Sahutnya cepat.

Aku mengangguk paham sembari menata makanan ke atas piring. "Oke, habiskan makanamu lalu aku akan bercerita." Kataku sembari menyimpan makanan yang ia inginkan di hadapannya.

"Sekarang!"

"Kau tidak terlihat selapar itu untuk menunggu dan menjemputku. " Sindirku pelan, rasanya alasan lapar untuk menunggu bahkan menjemputku adalah nonsense.

"Katakan padaku, Dee!" Lagi, suara tingginya kembali mendominasi. Namun aku tak akan kalah kali ini. Mungkin pria ini akan kembali melewatkan makananya setelah mendapatkan penjelasku.

"Habiskan dulu, ini semakin pagi." Seruku mencoba meyakinkannya.

"Karena itu." Suara tak sabarannya kembali, benar-benar asli Kwon Jiyong.

"Kau akan mendengarnya setelah makan, aku mau mandi dulu."

"Siapa yang mengizinkanmu mandi? " See! Dia kembali menjadi Kwon Jiyong yang otoriter. Mata tajam dan nada ketusnya slalu saja hadir saat keinginannya tak terpenuhi.

"Come on Ji." Pelanku.

"Oke, aku tidak akan mengizinkanmu keluar jika kau berbohong padaku." Gertaknya serius.

Kuanggukan kepalaku sembari tersenyum kearahnya. "Sure! Aku akan kembali dan bercerita setelah mandi." Pamitku sebelum undur diri.

Jiyong benar-benar menandaskan steak pesanananya dengan baik, tak tersisa sedikitpun daging sapi di atas piring yang beberapa lalu kupilih untuk menyajikan makanan untuknya. Good boy, batinku sembari berjalan kearahanya.

"Sekarang waktumu bercerita." Dia menangihku, bahkan sebelum tubuhku sampai di pantry dapur.

"Tidak sabaran sekali Tuan ini." Candaku sembari mengambil piring kosong miliknya dan menaruh benda itu di wastafel.

"Kau ingin ice cream?" Tawarku setelah selesai mencuci piring. Yash, Boom benar-benar mengirim lima liter ice cream kesini.

Dia hanya menggelengkan kepala ringan sembari menatapku. "Ambil makananmu dan penuhi janjimu, Dee." Dia memeperingatkan lewat tatapannya padaku.

Light in the DarknessWhere stories live. Discover now