Penerus Sandor

28.7K 2.2K 101
                                    

Hera memberontak berusaha lepas dari pelukan prajurit Vilip. Ia tak lagi peduli dengan rasa mual yang kembali datang. Hera tak sempat memikirkan bau darah yan menyengat juga tak mendengar bisikan menjijikan dari prajurit yang kini mulai meraba payudaranya.

"TIDAK, WILLIAM!!" jerit Hera ketika melihat seorang prajurit sudah siap mengayunkan pedang menebas kepala William.

Rasanya jantung Hera berhenti berdetak ketika pedang itu mulai mengayun. Semua terjadi begitu cepat. Hera bahkan tidak sempat menghela nafas ketika tubuh prajurit yang akan menebas kepala William justru ambruk dengan luka lebar di punggung.

Sosok Karina berdiri tegap dengan pedang berlumuran darah. Wajah wanita itu datar ketika dengan tenang menebas habis satu persatu prajurit yang menghalangi langkahnya menuju Hera.

"Jangan mendekat atau ku robek leher temanmu!" ancam prajurit yang tersisa. Ujung pedangnya berada beberapa senti dari leher Hera. Siap menggoresnya jika Karina berani bergerak barang seincipun.

"Kubilang jangan mendekat!!" Prajurit itu bergerak mundur ketika Karina tetap melangkah dengan wajah datar. Raut wajahnya tetap tak berubah dan itu membuat sang prajurit menjadi lebih waspada.

"Jatuhkan pedangmu kalau kau ingin wanita ini selamat! Cepat!!" Ia menunjuk pedang yang ada digenggaman Karina.

Wanita itu menatap beberapa detik sebelum membungkuk untuk meletakan pedang diatas tanah. Ia lalu mengangkat kedua tangannya menunjukan kekalahannya pada sang prajurit.

Pria yang sedang menyandra Hera tampak tertawa jumawa. Merasa begitu puas melihat salah satu ksatria Sandor takhluk pada perintahnya. Tapi tawa itu hanya berlangsung beberapa detik ketika dengan tiba-tiba Karina menendang pedang yang ada ditanah hingga pedang itu melesat menusuk kaki sang prajurit. Ia menjerit kesakitan dan secara refleks mendorong Hera hingga wanita itu tersungkur.

Karina tidak ingin membuang waktu. Wanita itu lantas menarik pedangnya sampai sang prajurit menjerit lebih keras. Sebelum ia sempat berkedip Karina sudah lebih dulu menebas kepala prajurit itu. Memisahkan badan dan kepalanya.

Karina menyarungkan kembali pedangnya sebelum membantu Hera agar berdiri dengan benar. Ia bimbing tubuh sang ratu mendekati pangeran William yang kondisinya cukup memprihatinkan. Saat itulah Karina menyadari keberadaan William.

"William! Hei, kau bisa mendengarku?!" Hera menepuk pelan pipi William berharap pria itu akan meresponnya.

"Ra-tuhh, ukh!" William sempat mencoba untuk memasang cengiran lebarnya saat ia mulai terbatuk dengan darah yang keluar dari mulutnya.

"Kau harus bertahan, William! Kau tidak boleh mati disini!" Suara Hera bergetar ketika mengatakannya. Ia tidak pernah membayangkan pria yang selalu tersenyum lebar dan mengeluarkan celotekan konyol kini justru tengah bersimpuh bersimpah darah dengan anak panah menancap tepat di dada.

"Sialan, William!!" Hera menangis. Tangannya dengan panik mengguncang bahu William agar pria itu tetap dalam kondisi sadar.

"Yang Mulia Ratu." Karina mencekal tangan kanan Hera ketika mendengar langkah kaki yang mendekat kearah mereka. Ia berusaha menajamkan pendengarannya dan mulai waspada saat menyadari bukan hanya satu dua orang yang datang.

"Kita harus bergegas!"

"Tapi, Willam -"

"Tak ada waktu. Kita tinggalkan Pangeran atau ikut mati disini."

"Karina, aku tidak mungkin meninggalkan William dengan kondisi seperti ini!" Hera menjawab dengan emosi.

Suara langkah kaki itu semakin mendekat. Hera bahkan bisa ikut mendengarnya. Situasi saat ini benar-benar tidak diluar kemampuan mereka. Melawan lima sampai sepuluh prajurit mungkin Karina bisa, tapi tetap saja ia tidak ingin mengambil resiko. Tugasnya saat ini adalah memastikan keselamatan Hera.

CRAZY LADY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang