6. ASAM DAN GARAM

227 35 12
                                        

"Mama... minta maaf, Nay."

Kanaya terpekur tidak percaya, dengan kalimat yang keluar dari pita suara Mama. Entah ada angin apa, Mama datang ke kamar, duduk di samping kursi belajar Kanaya, sambil menggenggam jemarinya erat, seolah tidak membiarkan Kanaya kemana-mana.

"Mama salah, mama minta maaf." Mama menunduk, lalu menangis. "Harusnya, mama gak terlalu keras sama kamu, Nay. Ini pasti sulit buat kamu, kan? Maafin mama..."

Entah sejak kapan, Kanaya merasa atmosfer di kamarnya memanas, seperti ada bara api yang menyengat yang naasnya menerpa matanya.

"Izinin mama berubah, jadi mama yang baik Nay. Kasih mama kesempatan, buat perbaiki semuanya...."

Tanpa bisa dicegah, air mata Kanaya tumpah. Entah sejak kapan, ada sengat hangat yang menyelimuti tubuhnya.

"Maaf, Nay, maaf...." Mama kalut, karena bergelut dengan rasa bersalahnya yang tak surut. "Maaf..."

"Ma...." Kanaya tak bisa mencegah dirinya untuk memeluk Mama. Hingga pada akhirnya, keduanya menangis bersama.

Saling memeluk, dan tak akan membiarkan siapapun mengganggu semuanya. Di antara air matanya yang tumpah, Kanaya urai semua. Rasa sakit, kecewa, bahkan sedikit kebencian pada Mama yang pernah melanda.

Kanaya biarkan air matanya jatuh, tumpah ruah tak tertadah.

"Kanaya sayang Mama... Kanaya sayang Mama." Diantara isak tangisnya, Kanaya ucap kalimat manis yang mampu membuat Mama kian menangis.

"Maafin Mama, sayang." Mama usap lembut rambut Kanaya, bergantian dengan punggungnya. "Maaf...."

"Stop, Ma. Jangan minta maaf terus, Mama gak salah," isak Kanaya. Melerai pelukannya, lalu menangkup wajah Mama. 

Jemari kurus Kanaya terangkat, mengusap air mata yang berlinang di pipi Mama.

"Jangan nangis," kata Kanaya.

Mama ikut menangkup wajah Kanaya, dan melakukan hal yang sama. "Kamu, mau kan kasih Mama kesempatan buat perbaiki semuanya?"

Tanpa ragu, Kanaya mengangguk. Hingga akhirnya, satu kecupan manis mendarat di keningnya.

"Masih ada yang sakit?" tanya Mama, mengecek lengan Kanaya cemas.

"Nggak ada, Ma. Semua sakitnya hilang, pas Mama peluk Kanaya," jawab Kanaya.

Mama kembali menggenggam erat tangan Kanaya, dan mencium luka memanjang disana. "Maaf, Nay."

"Ma, stop."

"Mama janji akan perbaiki semuanya. Mama gak akan nuntut kamu buat jadi pintar, dan jadi orang sukses dengan cara Mama. Mama akan bebaskan kamu, menjadi diri kamu sendiri, Mama akan bebaskan kamu menjadi orang sukses dengan cara kamu sendiri, dan versi diri kamu sendiri, Nay."

Di balik sedih dan bahagia yang ada, Kanaya tak lupa menyimpan tanya di kepala. Bagaimana bisa, Mama berubah secepat yang ada? Sebenarnya, siapa malaikat penolong yang melakukan ini semua?

"Rajares." Seolah tahu ada tanya di kepala Kanaya, Mama langsung sebut nama. Mama kembali menangkup wajah Kanaya, sambil sesekali mengusap pipinya lembut. "Rajares tadi ke kantor Mama, dan bicara banyak. Dia buat Mama sadar."

Kanaya mengerjap, antara percaya dan tidak. Jadi, Rajares tadi pergi keluar kelas buat nemuin Mama?

"Kenapa, Nay?" Suara Mama membangunkan Kanaya dari lamunannya.

"Ah nggak," ucap Kanaya kikuk.

"Nay, kamu mau kan tata ulang hubungan kita dan keluarga kita dari awal, walaupun tanpa Papa?"

RAJARES | BAD HUSBAND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang