Side Story pt.1 (Compulsion)

26.3K 2.9K 279
                                    

Didedikasikan kepada para pembaca yang mendendam karena ini berakhir sad ending dan tidak sesuai ekspektasi, alias, Diva nggak sama Guntur.
.
.
.
.
"Idih." Sammuel yang berada dipangkuan Guntur itu menatap Thommas yang ada didepannya.

"Apaan anjing?" Thommas membalas tatapan aneh Sammuel dengan kesal, Lelaki itu berdiri dan melihat Guntur yang nampak tidak terganggu sama sekali dengan tingkah hyperactive dari Sammuel.

"Gun lu nggak capek apa ngurusin ini bocil?"

"Sekarang sih enggak, belum tau nan—"

"Heh?!" Sammuel menoleh dengan cepat menatap Guntur dibelakangnya.

"Becanda yang." Ucap Guntur cepat, Sammuel sangat mengerikan jika itu sudah menyangkut tentang hubungan mereka, Sammuel benar-benar terobsesi.

"Lu berdua ngapain kesini sih? nggak bikin gue sembuh, bikin gue makin parah iya." Ucap Thommas nampak frustasi menatap kedua remaja yang ada didepannya itu "Gue kan baik, temen yang baik maksudnya, jadi jengukin." Ucap Sammuel menyandarkan punggungnya didada Guntur.

Thommas mendecih kesal "Ini lantai masih luas, kasur juga masih luas, lu berdua malah pangku-pangkuan depan gue buat apaan sih?"

"Yee sirik jomblo." Sammuel berkata seolah tanpa berdosa.

Thommas hanya bisa berulang kali menghela nafas, sebanarnya sumber keharusannya sabar bukanlah Sammuel, namun— "Iya sayang." Lelaki yang memangku Sammuel, Guntur.

Setidaknya Thommas masih ingin sembuh dan tidak memperparah keadannya karena mencari masaah dengan lelaki besar itu.

Sedangkan Sammuel menjadi semakin semena-mena setelah ia bersama lelaki itu, seolah dunia dalam genggamannya.

"Lu kapan masuk sekolah? Kasian pacar gue ngurusin Diva." Ucap Sammuel yang terlihat nyaman bersandar didada Guntur, tubuh remaja itu sebenarnya tidak kecil.

Dengan tinggi 174 sentimeter dan berat badan 70 kilogram tentu membuat postur tubuh Sammuel sebenarnya cukup besar, namun disaat ia bersama kekasihnya, Sammuel terlihat tenggelam karena perbedaan tubuh mereka cukup jauh.

"Apa urusannya sama gue, pertama, gue bukan keluarganya, kedua gue buk—"

"Ya kan lu sekelas, mana satu meja lagi sekarang." Ucap Sammuel, Guntur memeluk perut Sammuel sambil menciumi bahunya tanpa terganggu meski faktanya Thommas melihat semua prilaku mereka secara langsung.

Thommas dibuat bungkam oleh ucapan Sammuel.

"Kalo belum sembuh kenapa maksain masuk?" Diva menoleh menatap Thommas yang melepas helm disampingnya, lelaki itu memakai hoodie tebal dan topi, wajahnya masih nampak pucat dan lesu.

"Dikost nggak ada kegiatan juga gue," Thommas menyampirkan ranselnya dibahu kiri dan berjalan mendahului Diva, remaja itu membuka langkhnya lebar agar bisa mengimbangi laju jalan Thommas disampingnya.

Diva lebih memilih diam dan tidak bertanya lebih lanjut tentang kesehatan Thommas karena percuma,lelaki itu selalu memberinya jawaban tidak memuaskan.

Thommas menghela nafas dan duduk dikursinya, lelaki itu merasakan dingin disekujur tubuhnya meski sudah memakai baju tebal berlapis, Ia menunduk dan meletakan kepala pada ranselnya yang terletak diatas meja.

Diva yang sedari tadi diam menoleh melihat keringat yang keluar disekitar wajah dan leher Thommas, remaja itu mengeluarkan tissu dan tanp bertanya mengusapkannya pada keringat disekitar pelipis dan rahang Thommas.

Kedua mata Thommas terbuka menatap Diva yang ada didepannya, tangan remaja itu terhenti karena merasa kikuk akibat tatapan tajam Thommas.

"Mending izin Tom." Ucap Diva pelan, ia masih merasa sedikit gugup setiap kali berbicara dengan lelaki itu, meski Thommas telah berulang kali berkata untuk santai dan tidak kaku namun Diva masih tetap merasa ada batasan yang tidak dapat ia lalui karena selama ini, Keberadaan Thommas sendiri tidak pernah ia kira akan ada bersamanya meski itu hanya sebuah kebetulan yang bisa dikategorikan sebagai keuntungan atau bahkan kesialan disatu waktu.

SOFTCORE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang