“Tidak apa-apa, lain kali lebih berhati-hati lagi.”

“Dan ingat, Mbak. Ada bonus lagi pastinya setiap Mbak Sania menumbalkan dan Mbak Sania sekarang juga punya tabungan janin itu. Itu berarti harta Mbak Sania akan terus bertambah.”

“Mudah bukan? Mbak Sania tak perlu kerja capek panas-panasan.”

Aku hanya mengangguk, tersenyum tanpa merasakan dosa.

Aku pikir hidup hanya satu kali, tak mungkin juga aku akan hidup sengsara selama-lamanya beruntung aku masih memiliki banyak anak dan aku termasuk wanita yang subur, jikalau anaku habis, aku bisa hamil lagi dan memiliki anak lagi.

“Mbak Sania, tumbal tak seharusnya dari anak-anak. Dari orang yang kita tidak sukai pun bisa, tapi berbeda hasilnya kalau dari anak-anak atau saudara kita, kita akan mendapatkan lebih banyak keuntungan,” ucapnya.

Membuatku sangat tergiur dengan kata-kata tawarannya, tak sabar ingin menjadi orang yang sangat kaya serta disegani banyak orang.

“Jangan mau hidup sengsara, Mbak Sania! Kita hidup perlu foya-foya, iya bukan?” bisiknya padaku.

“Iya, Bu, benar. Saya juga capek hidup susah makan pun susah.”

“Maka dari itu, saya sangat berterima kasih kepada Mbak Sania mau bekerja sama dengan saya,” ucapnya.

“Saya lebih berterima kasih, Bu, karena tawaran Ibu itu. Sekarang saya menjadi orang kayak dadakan.”

***

“Beby, nanti kita main masak-masak, ya,” ucapku ke boneka beruang kecil kesayanganku.

Karena Ibu pergi, aku lebih baik bermain di kamar saja.

“Raya, ayo main sama Kakak .…”

Tubuhku merinding, siapa yang tengah berbicara denganku padahal aku sendirian di sini?

“Bang Adrian? Abang udah pulang?” Aku coba bangkit dan berjalan menuju ruangan depan untuk memastikan bahwa itu Bang Adrian.

Namun nihil, tak ada seorang pun di sana. Aku kembali berlari dan memutuskan bermain di dapur saja.

Aku membuka lemari yang berisi makanan, terlihat di sana beberapa lauk serta nasi tersaji, aku akan mengambilnya karena perutku sudah mulai lapar.

“Ibu baik banget, tumben masak enak. Tidak seperti hari-hari yang lalu.”

Aku mulai melahapnya, tetapi lemari tadi bergetar. Aku terperanjat, terkejut. Aku mulai mundur menghindarinya.

“Ibu, Ibu cepat pulang.”

Aku berlari masuk kamar Ibu, aku mulai duduk di atas kasur dan melihat-lihat isi kamarnya. Tercium bau busuk yang lumayan menyengat di hidungku.

“Bau apa ini?”

Aku masih mencari-cari bau yang aku cium. Kubuka lemari baju milik Ibu, tetapi tak ada apa pun yang mencurigakan di sana.

Aku menyingkap selimu, tetapi tak ada apa-apa di sini.

Bunyi ponsel milik Ibu yang tergeletak di atas nakas membuatku menoleh.

THE DEVIL OF MOM [ Selesai dan Lengkap ]Where stories live. Discover now