C'est Un Sentiment de Vide

Comincia dall'inizio
                                    

Regi duduk di tempat tidur dan tangannya mencari-cari sisa bungkus cokelat yang semalam belum habis. Dia masih belum pengin melakukan apa-apa.

Terdengar suara pintu kamar Maya terbuka dan disusul suara gelak tawa Atilla. Dia bisa mendengar Atila yang mengobrol dengan Maya. Suara itu semakin dekat dan akhirnya terdengar ketukan di depan kamarnya.

"Regi!" panggil Maya.

Regi terdiam. Dia memperlambat kunyahan macam khawatir suaranya bisa terdengar dari luar.

"Regi kamu tidur ya! Bangun, Regiiii!" suara Maya yang menggedor-gedor pintu dengan kencang.

"Mungkin lagi keluar?" Atilla bertanya.

"Enggak. Aku tahu dia di dalam. Udah tiga hari dia enggak keluar. Regi, pintunya mau aku dobrak?" teriak Maya sambil terus mengedor pintu.

Regi mengela napas. Ancaman yang paling ampuh adalah mendobrak pintu. Terpaksa dia beringsut  dari ranjang dan membuka pintu.

"Mon dieu (ya Tuhan), Regi! Udah sesiang ini kamu masih pakai piyama!" seru Maya kaget ketika Regi membuka pintu.

"Aku lagi enggak enak badan," tukas Regi asal.

Maya meletakkan tangannya di kening Regi. Dahinya berkerut heran saat menyadari tubuh Regi tidak panas.

"Ada klinik dekat sini. Kamu mau kami antar?" tanya Atilla bersimpati.

"Non (enggak), dia penyakitnya enggak perlu ke klinik," jawab Maya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Atila menatap tampilan Regi yang kusut. Piyama belum ganti dua hari. Ada sisa tetesan kopi di situ. Rambutnya digelung secara asal. Sisa baretan bantal tercetak jelas di pipi Regi dan bibirnya kering. Pria itu mengerti apa yang sedang dialami Regi.

"Allor, aku balik ke kamar dulu," ucap Atilla.

Maya mengangguk kepala dan memberikan ciuman di bibir kekasihnya. Atila membalas dengan penuh gairah sambil meremas pelan bokong kekasihnya. Regi hanya berdiri di depan pintu menatap Maya dan Atilla yang berciuman penuh cinta.

"Sana, kamu ke kamar," usir Maya yang merasa tidak enak ditonton oleh Regi.

"À toute à l'heure (sampai nanti)," pamit Atilla seraya menepuk pelan kepala Maya.

Maya menunggu sampai Atilla menjauh lalu bertanya," Kamu masih mikirin Mathias?"

Regi melotot dan segera mengelengkan kepala.

"Tampang kamu lebih parah dari pada saat mengusir Mathias. Udah mandi belum?" tanya Maya.

Regi terdiam. Maya kembali mengeleng-gelengkan kepala melihat kamar Regi yang berantakan. Dia menarik handuk yang tergantung dekat jendela.

"Kamu mandi dulu. Biar pikiran lebih jernih," kata Maya sembari mendorong Regi keluar kamar.

Regi menggaruk rambutnya yang sudah berantakan. Ucapan Maya ada benarnya. Dia butuh siraman air dingin untuk menyegarkan pikiran.

Ketika kembali dari kamar mandi komunal, kamarnya terlihat lebih manusiawi. Tidak ada sisa bungkus makanan yang berserakan. Jendela kamar dibuka lebar-lebar. Tempat tidur sudah rapi  dan Maya sibuk menepuk-nepuk bantal.

"Sekarang masalahnya apa? Apa kamu menyesal enggak bisa Valentine sama dia?" tanya Maya ketika Regi masuk kamar.

"Aku udah enggak mikirin Mathias tapi ya rasanya sedih aja. Aku juga bingung,"ucap Regi.

"Aku rasa kamu merasa terkhianati. Kamu tahu Mathias brengsek tapi kamu enggak siap dengan kenyataan pria itu benar-benar tega aja merayakan Valentine di Venice sama perempuan lain. Anak-anak kampus juga ngomongin."

Love Rendezvous in Paris (Completed)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora