Travel Notes #02 - Part 2

19 5 0
                                    

[Sambungan dari Travel Notes #02 - Part 1]

===================

Catatan perjalanan ini menggunakan sudut pandang Ven. Silakan kunjungi work akun di atas untuk pengalaman membaca yang berbeda. :>

================

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

================

Mati!

Gagal, besi itu terlempar akibat gerakan capit yang begitu beringas.

Ven terduduk, ia tak sanggup berdiri terlalu lama. Ia ingin melepas sepatu dan melakukan sesuatu pada kakinya yang nyeri akibat dihantam tadi, tetapi sekarang bukan saatnya. Ven melayangkan pandangan pada Ducky nun di sana, berharap laki-laki itu kembali berbuat keajaiban.

BRUAKKK!

Sebuah capit raksasa menghantam tanah, beberapa meter dari posisi Ducky. Ia cepat-cepat beringsut mundur sejauh mungkin.

Sekali lagi dia meraih senapan shotgun dari tas, mengokangnya sekali, membidik.

"DASAR UDANG GURUN KEPARAT, RASAKAN INIII!!!"

Namun tepat saat Ducky menarik picu, monter itu berputar arah. Sebuah ekor tebal yang buntung di ujung mengayun kencang, memaksanya melompat menghindar.

DARRR!!! BRUAAAKKK!!!

Letusan senapan menyalak diikuti debum kencang bersamaan dengan bongkahan tanah bercipratan.

Tembakannya meleset.

Monster itu murka. Tampaknya, laparnya tak terobati, sementara tubuhnya semakin lemah. Dengan segenap tenaga yang tersisa, monster itu memutar tubuh besarnya sembari terus menyerang dengan capit-capit raksasanya. Langkahnya terasa berat, ekornya tak lagi bisa dikibaskan dengan bebas.

Perlahan, monster itu bergerak mendekati Ducky yang masih terduduk di tanah keras.

"HEEIII!"

J tiba-tiba berseru. Ia menyambar pasir segenggaman tangan, lantas melemparkannya.

Perhatian kalajengking itu teralih padanya.

Kesempatan.

****

Sementara itu, Ven yang sudah kesulitan berdiri hanya bisa terperangah beberapa saat. Bahkan shotgun Ducky tak bisa membuat monster sekarat itu mati.

Haruskah ia maju lagi?

Monster itu gelap mata, ia kini membuat Ducky tersudut nun di sana.

Ven menggertakkan gigi. Selama ini, ia selalu mengembara sendirian. Mau ada kawan seperjalanan, ia tak pernah peduli, setelah kematian teman pertamanya.

Namun, kali ini, meski punya tujuan masing-masing, mereka satu tim. Tak ada untungnya kalau Ducky—yang sepertinya tobat itu—sampai mati. Peralatan dalam tasnya banyak, ia bahkan punya salep lidah aligator—Ven terbatuk mengingatnya.

Into DustWhere stories live. Discover now