jadi seperti ini rasanya?

Începe de la început
                                    

Bibir Aksa yang semula cemberut kini telah berubah membentuk senyuman.

"Serius?" tanya Aksa antusias, Rio mengangguk.

"Yeayy... Ahh... Akhirnya, bebas juga dari infusan. Paipai," tangan Aksa yang terbebas dari infusan melambai-lambai ke satu tangannya yang sedang tertempel selang infus. Membuat Rio tertawa.

Di sisi lain, Mona sedang menggerutu kesal. Mengenggam kuat ponselnya.

"Anak itu pasti sedang menghindar, awas aja kalau ketemu nanti akan saya beri hukuman," ucap Mona, wajahnya terlihat memerah.

"Ibu..." panggil Arya, lelaki itu sedari tadi terdiam. Banyak yang ia pikirkan, salah satunya adalah bagaimana caranya menyembuhkan Rayyan tanpa menyiksa Rayyan lebih lama.

"Sebelumnya, aku udah hubungi dia. Bukan gak mungkin, saat ini dia sedang berusaha menghindar. Tapi, kita harus main halus. Jangan terlalu memaksa dia, kita biarkan dia dekat dengan Rayyan sembari bujuk anak itu pelan-pelan. Aku yakin anak itu akan menurut, apalagi jika ibu yang merayu."

Mona terdiam, apa yang Arya ucapkan ada benarnya juga. Ingat kata Zaidan, perlahan tapi pasti.

"Kita biarkan semuanya seperti biasa, anak itu tinggal di rumah, menjaga Rayyan. Setelah itu, perlahan tapi pasti. Hati anak itu akan berpindah ke dalam tubuh Rayyan."

"Kamu benar, kita harus main halus. Ibu akan temui anak itu baik-baik. Sekarang, kamu kembali ke ruang rawat Rayyan, pantau adik kamu. Pastikan kalau adik tidak kenapa-kenapa. Ibu pergi sebentar."

Arya mengangguk.

******

"Aishh, padahal besok hari ulang tahun gue. Tapi kenapa lo malah disini bang, lo gak mau gitu ikut ngerayain ultah adek kelas lo yang paling ganteng ini?" ucap Keenan, lelaki itu tengah berada di dalam ruang rawat Rayyan bersama Zaidan,Darren dan Arka.

"Cihh, ganteng dari mana nya? Masih gantengan juga gue. Lo mah apaan, cuma serpihan debu." ucap Zaidan seraya merapihkan kerah bajunya.

"Masih mending gua, dari pada lo, kutil unta."

"Enak aja, kutu monyet."

"Yee kutil unta,"

"Kutu monyet,"

"Kutil unta, wlee..."

"Ku--"

"Bang Zaidan, Keenan stop. Lo berdua bisa gak sih sehari aja gak ribut. Gak di rumah gak dimana, sesuai kan diri bisa? Kasihan Rayyan, kasihan bang Darren."

Hening.

Zaidan dan Keenan sama-sama menoleh ke arah Darren yang tengah menatap sendu wajah pucat Rayyan yang masih terpejam.

"Ya dia nyebelin, pake segala bilang gua serpihan debu lah. Kutu monyet lah. Padahal dia kutil unta, mending diem."

"Tuh kan, Lo yang lebih nyebelin. Kutu monyet, serpihan debu, bubuk ranginang, serbuk nu---"

"Bang Zaidan stop! Jangan mulai lagi deh. Gua capek de---"

Eughh...

Lenguhan Rayyan berhasil menghentikan ucapan Arka. Lelaki itu refleks menyebut nama Rayyan. Tidak, tidak hanya Arka melainkan Darren juga.

HELP [Tamat]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum