Adiknya itu anak tongkrongan, dan Sahmura yakin, bahwa lingkup pertemanan Daksa amat luas. Antonio juga berkata, bahwa Daksa sering pergi ke Bandung bertemu teman-temannya yang lain.

"Sabar, Ma. Ada baiknya kita berdoa untuk keselamatan Daksa."

"Daksa ... kamu dimana, Dek?" Tangis Dayita pecah. Hatinya selalu gelisah. Pikiran buruk selalu memenuhi kepalanya.

Suara dering telepon milik Nuraga memecah keheningan. Lelaki itu segera mengangkat panggilan yang ternyata berasal dari Andika.

Beberapa menit saling bercakap, panggilan diputus oleh sang lawan bicara. Dengan gerakan lembut, Nuraga membawa tubuh bergetar sang istri ke dalam pelukan.

"Para pelaku yang menyebabkan kecelakaan Jenggala sudah tertangkap, Ma." ucapnya.

Dayita mengusap wajahnya kasar. "Syukurlah. Semoga mereka mendapat ganjaran yang setimpal."

"Tapi, Ma, Andika bilang, bahwa mereka disuruh oleh orang lain. Dan sampai saat ini, mereka masih bungkam."

"Jadi, orang itu telah merencanakan ini sebelumnya?"

"Benar, Ma."

"Siapa pun orang itu, Mama tidak akan pernah memaafkannya." ucap Dayita bersungguh-sungguh. Tetapi apabila wanita itu tahu siapa dalang dibalik ini semua, akankah Dayita tetap mengeraskan hatinya?

     ◗◗◗

"Papa dari mana aja?" Jenggala meraba sekitar, lalu menemukan tangan Andika dan langsung menggenggamnya erat.

Kemarin malam, Jenggala sudah kembali ke rumah Andika. Dan saat ini keduanya tengah duduk di ruang tamu. Jenggala sengaja menunggu Andika di ruang tamu.

Awalnya Andika hanya tinggal seorang diri di rumah ini. Namun begitu tahu Jenggala setuju tinggal bersamanya, Andika langsung mencari dua asisten rumah tangga untuk menjaga Jenggala sekaligus.

Andika membalas genggaman sang putra. "Papa habis dari kantor polisi. Mereka masih belum mau buka suara. Padahal Papa ingin tahu siapa orang yang menyuruh mereka." kata Andika menjelaskan.

Mendengar itu, Jenggala justru tersenyum tipis. "Papa tenang aja, sebentar pagi dia akan datang. Sebentar lagi dia akan memohon ampun sama kita."

"Nak?" Nada suara Andika berubah serius. Kini lelaki itu duduk menghadap sang putra. "Kamu sebenarnya tau siapa dia?"

"Iya, tau."

"Lalu kenapa nggak bilang sama Papa? Atau kalau kamu nggak mau Papa tau, setidaknya kamu harus kerja sama dengan polisi. Masalah ini harus segera diusut, Nak."

"Belum saatnya. Biarkan aku main-main dulu sama dia."

"Jenggala—"

"Dia harus tau bagaimana gelapnya dunia ini tanpa cahaya. Dia harus tau, bagaimana rasanya berjuang sendirian untuk sembuh. Dan dia harus tau, bagaimana rasanya menjaga mental agar tetap waras, Pa." ucapan Jenggala memotong kalimat Andika.

Andika menatap lekat-lekat wajah yang sangat mirip dengan wanita itu. Wanita yang telah melahirkan Jenggala. Lalu Andika membawa tubuh Jenggala ke dalam pelukan. Mengusap punggung rapuh sang putra dengan hangat.

|✔| Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang