13. Terbongkar

7 4 0
                                    

Rintikan hujan terus menguyur bumi, seakan tidak ada tanda-tanda akan mereda. Ayana mengambil benda pipih berwarna silver miliknya, lalu membuka whatsApp dan mengirimkan pesan pada seseorang di kontaknya.

"Astaga, kenapa mereka bisa kejebak, sih!" seru Vera yang menerima pesan dari Ayana.

"Kenapa, Tante?" tanya Celine yang mendengar ucapan Vera.

"Tante Ayana sama Bu Rista kejebak hujan, mobil mereka kehabisan bensin," jawab Vera cemas yang terus berbolak-balik di depan sofa ruang tamu.

Tiga gadis sekolah menengah itu saling bertatapan, kegelisahan terpancar dari wajah mereka. Akhirnya Jane pun memutuskan untuk mengatakan semuanya pada Vera.

"Tan, sebenernya kita yang ngambil bensin di mobil Tante Ayana. Kita pengen bikin Tante Ayana sama Bu Rista akur jadinya kita lakuin itu," Jane menjelaskan dengan sedikit gugup.

"Aku sesak napas itu juga sebenernya rencana kita. Bukan beneran sesak napas," sambung Qhansa menundukan kepalanya.

Celine terkejut mendengar pengakuan kedua sahabatnya itu, dia tidak habis pikir bagaimana mungkin rencana yang sudah mereka buat dengan susah payah begitu mudah diakui.

"Apa maksud kalian? Kalian kenapa nakal banget sih. Setelah semuanya berkumpul nanti, kalian harus jelasin semuanya," lontar Vera marah.

"Iya," jawab ketiga gadis itu kompak dengan menundukan kepalanya karena ketakutan.

"Gue telpon Hiko dulu, ngasih tau soal Tante Ayana," Celine meraih handphone-nya.

***

Sore itu saat gerimis masih mengalun riuh, mereka berkumpul di rumah Ayana sesaat setelah dua wanita itu kembali dengan selamat.

"Sekarang coba jelasin, kenapa kalian melakukan ini semua!" perintah Ayana membuka percakapan diantara mereka.

"Aku yang minta tolong mereka buat nyelidikin hubungan antara Mami sama Bu Rista," jawab Hiko pelan.

"Tapi Hiko gak ada sangkut pautnya dengan rencana ini. Dia cuma minta tolong doang, yang buat rencana kami berenam," Jonathan menambahkan.

"Iya, bener, Tante. Gak boong," ucap lima anak lainnya dengan kompak.

Ketegangan terjadi di ruang tamu mewah itu, Bu Rista terlihat begitu tidak suka dengan tindakan muridnya. Sementara, Ayana dan Vera terlihat begitu marah.

"Kami gak butuh kalian mencoba membuat kami akur, kalian paham, gak?" bentak Bu Rista penuh amarah membuat mereka semua tersentak kaget.

"Kok, kamu membentak mereka keterlaluan, sih!?" Ayana yang tidak suka dengan hal tersebut ikut meninggikan suaranya pada Bu Rista.

Keributan terus terjadi diantara kedua wanita itu. Vera yang berusaha melerainya pun kewalahan sendiri. Sedangkan, tujuh anak yang duduk di sofa terus menundukan kepalanya karena takut.

"Harusnya kamu tidak dekat dengan Hiko! Semua masalah ini ada karena kedatangan kamu di hidup kami," lontar Ayana menunjuk ke arah wajah Bu Rista.

"Kamu yang harusnya menjauh dari dia karena dia anak aku bukan anak kamu," balas Bu Rista masih dengan suara tinggi yang membuat seisi ruangan sontak terkejut.

"Apa?!" ucap Hiko spontan karena kaget.

Wanita bertubuh kecil itu mendadak terdiam, harusnya dia tidak mengatakan tentang kebenaran itu. Tetapi, semua sudah terlambat. Ucapannya tidak dapat ditarik kembali apalagi mengulang waktu.

"Mi, apa maksud Bu Rista?" tanya Hiko menuntut penjelasan pada ibunya.

Ayana terduduk tidak berdaya. Dia menangis dengan keras yang membuat Qhansa dan teman-temannya semakin bingung.

"Bu, apa maksud Ibu bilang gitu?" Hiko menatap gurunya itu dengan tajam, wajahnya terlihat datar dan memancarkan aura yang mencekam.

"Anu--" Bu Rista tidak melanjutkan ucapannya.

"Tante Vera pasti tau semuanya, kan? Jelasin apa yang terjadi, Tan!" Aigan menatap ke arah Vera yang membuat Vera merasa disudutkan karena pertanyaan itu.

***

Kompleks elit dengan banyak rumah bak istana itu mulai diterangi lampu-lampu yang menghiasi teras. Langit mulai gelap, sang surya sudah kembali ke peraduan. Namun, keheningan masih terjadi di ruang tamu milik keluarga Kong tersebut.

"Aku bakal ceritain semuanya ke anak-anak," lontar Vera memecahkan keheningan yang hampir dua jam terjadi itu.

Ayana dan Bu Rista yang mendengar itu hanya diam.

"Apa, Tante!" seru anak-anak itu antusias kecuali Hiko yang hanya diam meminta penjelasan.

"Kami bertiga dulu adalah sahabat sejak SMA, setelah lulus SMA nggak disangka-sangka ternyata kami satu kampus. Sejak saat itu, kami terus menjalin persahabatan hingga melanjutkan ke S2. Bu Rista hamil sebelum menyelesaikan study-nya itu, iya, hamil di luar nikah karena berhubungan dengan senior kami. Dan, itu adalah awal dari kerenggangan persahabatan kami. Sembilan bulan berlalu, Bu Rista akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki. Tapi, senior kami tidak mau bertanggungjawab, dia meminta Bu Rista menjaga anak mereka. Tentu saja, Bu Rista tidak terima, dia berniat untuk membawa anaknya ke panti asuhan setelah keluar dari rumah sakit. Tapi, Tante Ayana menawarkan diri untuk menjaga bayi mungil itu. Dia bahkan rela dipermalukan karena punya bayi di luar nikah. Kalian pasti bakal nanya, kok umur Qhansa dan umur Hiko sama. Itu karena, Tante udah nikah dan udah melahirkan dua bulan sebelumnya," papar Vera menjelaskan panjang lebar kejadian di masa lampau lalu menghela napas dalam-dalam.

"Jadi, aku anak haram!" seru Hiko setelah mendengar penjelasan Vera.

Semua orang tertegun mendengar ucapan yang tidak disangka-sangka keluar dari mulut anak bermata biru tersebut.

"Nggak, Sayang. Kamu bukan anak haram, kamu anak mami," ucap Ayana sambil menangis dan hendak memeluk anak semata wayangnya itu namun ditangkis dengan cepat olehnya.

"I already know all the truth. Yes, it really hurts. But, nevermind," kata Hiko lalu meninggalkan ruang tamu rumahnya dan masuk ke dalam kamarnya di lantai dua.

"Hiko, dengerin mami dulu," seru Ayana berusaha menjelaskan pada anaknya tapi tidak dihiraukan oleh Hiko.

Semua anak terdiam tidak percaya. Kebenaran yang begitu menyakitnya untuk didengar oleh seorang anak tentang asal usul kelahirannya. Mereka mengerti apa yang dirasakan Hiko, sangat menyakitkan.

"Bu Rista jahat!" ucap Jane dengan keras.

"Gue nggak nyangka punya guru biadab," kata Aigan dengan santainya tanpa takut mengatakan hal tersebut.

"Kalian boleh bilang apa pun. Ibu nggak peduli," balas Bu Rista dengan senyum licik lalu pergi meninggalkan rumah itu.

Ayana masih menangis tersedu-sedu. Hanya itulah yang dapat dia lakukan saat ini. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengembalikan semuanya. Disaat hubungannya dengan Hiko makin erat, saat itu juga harus renggang kembali dan mungkin tidak akan pernah erat lagi untuk selamanya.

"Rista, kamu gak pernah berubah. Masih dengan sifat yang sama seperti 17 tahun lalu," tutur Vera mengutarakan kekecewaannya dan berusaha menenangkan Ayana yang menangis.

Garaga Selatan [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang