9. Pesta Teh Dan Sedikit Bencana

501 63 8
                                        

"Yang mulia"

Seorang pria berambut putih tersenyum manis sembari memberikan setangkai mawar merah di tangannya.

"Bunga ini sangat indah sama seperti yang mulia." ucapnya lembut, iris mata berwarna hijaunya terlihat berbinar penuh kebahagiaan.

Dari arah berlawanan terlihat seorang perempuan cantik bersurai putih yang persis sama seperti pria itu, hanya saja yang membedakan mereka adalah warna iris mata mereka.

Sang perempuan tampak sangat senang dan tersipu malu, iris mata berwarna kuning cerah itu bersinar layaknya cahaya yang indah, bibir manisnya membentuk senyum.

"Jangan menggodaku Xavier! Kau membuatku malu..." ucap sang perempuan dengan pipi merona, hal itu tak luput dari penglihatan pria bernama xavier.

Xavier tertawa gemas sambil merentangkan tangannya dan membawa sang perempuan kedalam dekapannya.

"Yang mulia anda sangat menggemaskan, saya sampai tidak bisa menahan diri untuk  memeluk anda."

Perempuan itu berenggut tampak kesal, bibirnya melengkung kebawah beberapa centi, bahkan ia memukul dada xavier pelan.

"Jangan memanggilku yang mulia, bukankah kita sudah sepakat untuk memanggil menggunakan nama saat berdua?" ujarnya kesal.

"Baiklah-baiklah jangan cemberut lagi, maafkan aku, Trisa."

Trisa tersenyum puas dan kembali memeluk tubuh xavier erat. Raut wajah keduanya begitu bahagia seolah dunia hanya milik berdua.

"xavier?"

"hmm?"

"Kapan kita bisa seperti pasangan kekasih lainnya yang bisa memperlihatkan kedekatan mereka di depan umum. Aku ingin semua tahu bahwa aku dan dirimu adalah sepasang kekasih." lirih trisa dengan wajah sendu sembari menyandarkan kepalanya di dada bidang xavier.

Xavier tidak menyahut, sebab ia tidak tahu harus menjawab apa lagi. Pertanyaan itu selalu ia dengar dari mulut trisa, kekasihnya. Xavier tahu trisa ingin seperti pasangan lainnya yang bisa menunjukan kemesraan mereka tanpa perlu ditutupi.

Tapi apa boleh buat? Mereka tidak bisa bersama.

Mereka hanyalah pasangan yang melawan larangan yang sangat tabu. Jika orang lain tahu tentang hubungan mereka, maka berakhirlah sudah.

"Aku hanya bisa berharap kita bisa terus bersama selamanya."

"ya aku juga."

*****

"Nona hera? Anda yakin menggunakan gaun itu?" tanya drena sambil menunjuk gaun yang tengah aku gunakan.

"Sangat yakin" sahutku mantap, sambil membolak-balikkan gaun merah maroon yang aku gunakan, di depan cermin.

Saat ini aku tengah bersiap karena akan mendatangi sebuah pesta teh, dan tentunya ini bukan pesta teh biasa yang sering didatangi oleh hera asli.

Pesta teh ini akan berlangsung di kediaman count Sendera, ayah dari valen si antagonis Black flower.

Sudah pasti ini adalah rencana valen, sebab ia cemburu dengan hera yang menjadi rebutan para pria bangsawan, bahkan pangeran al pun menunjukkan ketertarikan kepada hera. Meskipun aku tidak berdansa dengan pangeran malam itu, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa valen melihat raut wajah kecewa sang pangeran karena gagal mendekatiku.

Salahkan saja wajah hera yang terlalu cantik! Aku saja sampai bingung bagaimana bisa, begitu banyak lelaki yang terpesona pada hera. Padahal wajah valen tidak jelek malah ia terlihat sangat cantik dengan aura mendominasi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Make Me A VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang