06.

2.3K 286 31
                                        

Setiap kali butuh teman untuk bercerita, Natta pasti akan mendatangi Mark

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Setiap kali butuh teman untuk bercerita, Natta pasti akan mendatangi Mark. Bahkan setiap ia merasa tidak ingin diganggu oleh siapa pun, mendatangi galeri lukisan milik Mark adalah pilihan yang tepat menurutnya.

Bukannya Natta tidak menghargai sahabatnya di kos, tetapi Mark memang memiliki arti dan tempat tersendiri di hatinya. Eits, bukan dalam artian menyimpang, ya, teman-teman.

Natta juga hanya menceritakan masalah yang terjadi di keluarganya kepada Mark, tidak ada yang lain. Mark itu terkadang bisa menjadi kakak yang sangat bijak, tetapi di waktu yang lain dia juga bisa menjadi sahabat yang sangat pengertian.

“Siang, Bang,” sapa Natta pada Wildan—teman sekaligus partner Mark dalam membangun galeri lukisan ini.

“Tumben siang-siang udah ke sini. Nggak ada kuliah?” tanya Wildan.

“Ada, tapi cuma sampe jam satu doang, Bang. Makanya bisa ke sini lebih awal,” balas Natta dengan senyum tipis.

Wildan manggut-manggut sebelum kembali bersuara, “Mark ada di ruangannya. Lagi ngerjain proyek dia, deadline besok.” Ya, tanpa diberi tahu pun, Wildan sudah hafal bila Natta datang ke sini pasti untuk menemui Mark.

“Iya, Bang. Kalo gitu gue langsung ke atas, ya? Thanks, Bang,” ucap Natta sebelum beranjak menuju ruang kerja Mark yang berada di lantai dua, yang difungsikan juga sebagai tempat tinggal oleh lelaki itu.


***


Suara pintu yang terbuka dari luar sama sekali tak mengalihkan perhatian Mark dari lukisan yang sedang ia kerjakan. Tanpa melihat pun, ia sudah tahu bila orang yang tidak pernah mengetuk pintu dan masuk tanpa izin ke ruangannya adalah Nagata Arvian seorang.

Natta melenggang begitu saja menuju sofa setelah menutup pintunya kembali. Tak berniat mengganggu kegiatan Mark. Biarlah Mark menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu. Namun, tanpa disangka, justru suara Mark yang lebih dulu terdengar.

“Cerita aja, Na. Gue siap dengerin, kok,” ucapnya tanpa menoleh pada Natta yang sudah berbaring nyaman di sofa.

“Nanti aja, Bang. Lo kelarin dulu aja. Gue mau tidur dulu, ngantuk,” balas Natta dengan mata yang sudah terpejam.

“Heh! Kalo mau tidur harusnya lo balik aja, bukan ke sini,” sahut Mark seraya melirik ke arah sofa.

Natta hanya menjawab dengan gumaman membuat Mark menghela napas lelah. Mungkin Mark lupa bila seorang Nagata itu selalu berbuat semaunya sendiri, jarang sekali mau mendengarkan orang lain.

Namun, tak berapa lama Natta kembali terbangun, bahkan langsung terduduk dan tampak linglung. Mark pun ikut terkejut dan segera menghampiri Natta.

“Kenapa?” tanya Mark.

Natta masih terdiam. Ia memejamkan mata lalu menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Kemudian membuka matanya kembali dan mulai bersuara, “Biasa, Bang, ada yang dateng. Tapi tadi gue antara sadar dan enggak, makanya kaget. Ganggu banget sumpah! Padahal tadi udah hampir pules,” gerutunya.

Initials (End)Where stories live. Discover now