Meskipun tidak suka dengan apa yang baru saja Justin katakan, Travis lebih memilih mengalah kali ini- memberi ruang untuk Justin dan Calvin berbicara empat mata. Lalu tanpa banyak bicara ia bangkit dari tempat duduknya, menoleh sebentar pada Justin dan Calvin bergantian kemudian beranjak keluar meninggalkan keduanya di dalam ruangan tersebut .

Setelah Travis benar benar pergi, Justin menatap Calvin dengan sendu.
" Bagaimana kabarmu?"

" 15 menit yang lalu kau sudah menanyakan kabarku" ujar Calvin tersenyum simpul.

" Hatimu. Bagaimana kabarnya?" Justin memelankan suaranya.

" Apa masih sama sakitnya seperti dulu?" Sambungnya.

Detik berikutnya, Calvin terdiam mematung- netranya mengerjap pelan sembari menatap Justin lamat.
" Apa yang kau harapkan hmm? Luka ku masih sama seperti dulu, rasa sakitnya masih sama" lagi lagi ia terkekeh kecil.

"Bahkan setelah berkali kali aku mencoba berdamai dengan masa lalu, tetap tidak berhasil. Sulit untuk menerima kenyataannya hingga saat ini" Netranya memerah.

Kedua tangan Justin terulur- mengusap lembut punggung tegap Calvin.
" Aku mengerti"

" Tetapi kau tidak bisa terus terusan seperti ini dengan Travis" ujar Justin kembali.

" Do you love him?" Tanya Calvin.

" Huh?" Kedua netra Justin membulat terkejut.

" Melihat dari reaksimu sepertinya kau sudah sepenuhnya jatuh pada lelaki brengsek itu" ujar Calvin.

Menggigit bibir bawahnya dengan kuat, Justin menunduk- menghindari tatapan Calvin.

" Kau mudah sekali melupakan dia ya?" Sarkas Calvin yang kini ikut menyenderkan tubuhnya pada pinggiran sofa.

Tidak terima dengan tuduhan lelaki Handerson itu, Justin lantas menggelengkan kepalanya dengan cepat.
" Aku t-tidak...."

" Yes, you do" potong Calvin,

" Kau tau bukan jika aku membenci Travis? Dia yang membuat Alden pergi, jika saja lelaki brengsek itu tidak mengutarakan yang sejujurnya pada Alden, pasti dia masih disini bersama kita" Nafasnya berhembus tidak beraturan menahan amarah.

" Travis hanya mengutarakan yang sebenernya pada Alden agar dia tidak semakin jauh dengan ekspetasinya" balas Justin yang kini mulai mendongak- menatap lurus pada Calvin. Lelaki yang dulu menjadi teman kuliahnya itu terlalu naif sampai menutup mata akan kenyataan.

Flashback on

Satu setengah jam berlalu, Justin merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku setelah lama duduk di kelas karena mengikuti mata kuliah Branding Strategy. Ia meraih ponselnya di dalam tas, kemudian mengetikkan sesuatu pada seseorang di sebrang sana. Beberapa detik kemudian setelah mendapat balasan, Justin bergegas pergi.

Dahinya mengerut begitu sampai pada tempat yang ia tuju- bingung karena tidak biasanya sang teman, Calvin Handerson, duduk sendirian di kantin kampus. Biasanya akan ada kedua teman kuliahnya lagi yang selalu duduk di sana.
" Tumben sendirian? Alden dan Travis dimana?" tanyanya seraya mendudukkan tubuhnya di depan sang teman.

Calvin mengangkat bahunya tidak tau. Meskipun ia dan Alden berada di satu jurusan bahkan kelas yang sama tetapi ia tidak tau kemana lelaki itu pergi, saat mata kuliah pertama mereka selesai Alden buru buru keluar kelas tanpa memberitahunya kemana ia akan pergi. Pikir Calvin mungkin ada urusan mendesak.
" Mungkin Alden sedang ada urusan"

S E C R E TWhere stories live. Discover now