Di tanah Pasundan, jauh sebelum kerajaan Siliwangi berdiri, nama Batara Lurang sudah eksis di kalangan penduduk sekitar. Semua tahu dia adalah sosok Iblis, tapi karena kebutuhan yang mendesak, mereka tak ragu untuk meminta serta memberikan imbalan y...
Angin sepoi-sepoi di tengah teriknya kota Bandung tampak nakal memainkan rambut Laila yang sengaja tergerai. Gadis bermata coklat dengan lesung pipi di sisi kanan itu tampak memasuki sebuah rumah. Tubuh rampingnya memilih tempat di sofa. Memiliki tinggi sekitar 158 cm dengan kulit kuning langsat. Meski hidungnya tak terlalu mancung, dia tetap terlihat cantik dengan mata indah yang diapit oleh bulu mata lentik.
Hari ini cuaca agak panas. Rencananya setelah beristirahat sejenak Laila ingin langsung membersihkan dirinya dengan air dingin. Namun, ada sesuatu yang janggal, rumah ini terlalu hening.
Setelah kematian sang ibu, ayah Laila menikah lagi dengan seorang bule Jerman yang kebetulan bertemu dengannya saat berwisata ke Bandung. Sang ayah ingin Laila dan adik laki-lakinya ikut serta pindah ke Jerman, tapi Laila menolak.
Kini Laila tinggal bersama kucing peliharaannya bernama Gregora—akrab dengan panggilan Rara, kucing itu belum menunjukkan eksistensinya hari ini.
Khawatir kepada anabul kesayangannya, Laila akhirnya berinisiatif untuk mencari keberadaan kucing itu.
"Rara? Where are you?"
Langkah gadis cantik itu berakhir di taman belakang rumah, terdiam menyaksikan peliharaannya tengah bermain dengan rumput liar di sana.
"Rara, aduh jangan main di sana, kotor!"
Faktanya, kucing itu lebih kotor dari yang Laila kira. Bulu putihnya yang bercampur dengan warna oranye dan hitam, sekarang ikut ternodai oleh tanah, membuatnya terlihat kumal.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Melihat Laila menghampiri, makhluk berbulu itu buru-buru berguling di tanah, bertingkah menggemaskan dengan harapan sang babu tidak memarahi dirinya.
Setelah berhenti, Laila terdiam sejenak. Makhluk di depannya ini sangat menggemaskan, ia tak bisa marah walau kesal Rara penuh dengan tanah.
"Hadeuh, atos kadieu (udah sini), mandi!"
Alhasil, Laila hanya menghela napas panjang untuk kemudian menyeret Rara mandi. Tak lupa, ia juga ikut membersihkan diri.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Kini gadis yang mengenakan baju santai itu terlihat merebahkan diri di atas kasur sembari memperhatikan liontin yang tampak terbuka.
Rara ikut menemani, membiarkan tangan kiri Laila mengusap-i tubuhnya.
Selanjutnya apa?
Hanya itu yang ada di pikiran Laila saat ini.
Tiba-tiba, ponselnya berdering, menandakan sebuah panggilan masuk. Laila langsung terbangun, melangkah menuju meja belajar tempat benda pipih itu menunjukkan sebuah nama kontak, 'Papa'.