"Kamu tidak usah pikirkan sikap Arsyi ya?" ucap Gus Afkar menenangkan Fiza untuk yang kesekian kalinya, karena istrinya itu banyak diamnya semenjak datang ke ndalem.
Fiza mendongak, menatap Gus Afkar seraya menarik sudut bibirnya keatas. Matanya mengernyit seperti sedang memikirkan sesuatu. "Aku udah lupain sikap Arsyi, ya meskipun sedikit terkejut. Yang menjadi pertanyaan aku sekarang, dia kenapa bersikap kayak tadi? Apa sebelumnya aku melakukan kesalahan? Atau...." Ucapan Fiza menggantung, membuat Gus Afkar mengangkat alis menanti kelanjutannya.
"Atau karena aku sudah menjadi penyebab kamu dan Haifa batal menikah. Makanya dia jadi benci sama aku." Fiza berkata dengan raut wajah sendu.
Gus Afkar menggeleng meyakinkan Fiza. "Nggak, Fi. Arsyi gak benci sama kamu. Mungkin dia masih butuh waktu setelah sebelumnya kamu mengingkari janji."
"Janji? Janji apa?"
"Buat cepat pulang dari Malaysia." Gus Afkar mulai mengingat perbincangan antar istri dan keponakannya yang kala itu masih berusia tiga tahun. "Selain Mbak Nada dan Bang Dzikra, Arsyi itu paling dekat sama kamu. Setiap hari mainnya sama kamu. Waktu dia tahu kamu mau pergi saat itu, dia gak minta oleh apa-apa waktu ditanyain sama kamu. Dia cuma minta kamu buat cepat pulang. Tapi kenyataannya, kamu tidak pernah pulang."
"Setelah kami menemukan jenazah yang waktu itu kami sangka adalah kamu, kami segera membawa kamu pulang untuk dimakamkan bersama keluarga lain di sini. Arsyi yang tahu itu sempat sakit berhari-hari. Tidak ada yang baik-baik saja kala itu, Fi."
Fiza mengerti kini. Arsyinya sedang marah. Sepertinya ia harus cepat meminta maaf kepada Arsyi agar kebenciannya tidak semakin berlarut-larut dan semakin susah dirinya mengambil hatinya.
"Aku mau ketemu sama Arsyi."
"Jangan sekarang!"
"Kenapa?"
"Arsyi kalau marah seperti orang dewasa. Kalau ada yang mengganggunya, maka dia akan semakin marah. Beri dia jeda sebentar, besok kamu baru bisa menemuinya."
Fiza mengusap wajah kasar, masih tidak bisa tenang sebelum menemui Arsyi dan meminta maaf. Namun, apa dikata jika Gus Afkar sudah berkata seperti itu.
"Yaudah," balas Fiza lemah.
Gus Afkar memegang pipi Fiza yang menampakkan wajah murung. "Kamu jangan sedih. Arsyi itu memang suka ngambek, tapi dia juga mudah lupa dan maafin."
Perlahan senyuman dibibir Fiza terbit kembali. Ia harap Arsyi tidak benar-benar membencinya.
Terlampau melantur memikirkan Arsyi membuat Fiza belum menyadari ruangan yang memiliki ukuran 4×4 meter yang saat ini ia pijak, dihiasi dengan bingkai-bingkai fotonya. Mulai dari yang ukuran kecil sampai ukuran bingkai yang paling besar. Mulai dari foto pernikahan sampai foto aktivitas kecil Fiza yang dulu Gus Afkar ambil tanpa sepengetahuan Fiza. Fiza bergidik ngeri sendiri melihatnya, membayangkan sebesar apa cinta Gus Afkar pada dirinya sampai-sampai sedemikiannya.
"Kenapa, hm?"
Bertambah bergidik Fiza ketika suaminya itu tiba-tiba memeluknya dari belakang. Melalui duplikat mereka yang terpantul dicermin, Fiza bisa melihat mata lelaki itu yang terpejam sambil tersenyum.
"Gus, bisa lepas dulu? Aku mau ke kamar mandi."
Gus Afkar membuka pejaman matanya, terkekeh geli melihat wajah Fiza yang pucat melalui cermin.
![](https://img.wattpad.com/cover/285142363-288-k640728.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEORANG GUS [END]
General FictionDemi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza, tapi Fiza begitu baik dan sabar menghadapinya. Berbagai cara Gus Afkar lakukan agar Fiza mau menyera...