"Halo Mas", Syera mengangkat Video Call dari Raka.
"Lagi apa sayang ?", tanya Raka.
"Baru pulang dari kampus Mas, Mas gak kerja ?".
"Gimana ujian kamu ? Lancar ? ini lagi diruangan, baru selesai meeting sama klien", rasa rindu didalam hati raka benar-benar semakin membuncah, ingin sekali rasanya dia membawa Syera kemari, berada disampingnya, memeluknya, dan mengurungnya hanya untuk dia seorang.
"Ujiannya lancar, tapi lembar jawabanku banyak yang kosong mas, aku malas belajar mas, hihi". Syera malah sedikit terkikik menertawakan kebodohannya.
"Gak apa-apa sayang, nanti nilai kamu bisa mas atur, kalau pelayanan kamu makin bagus, gak suka nolak-nolak kalau mas minta". Seolah bercanda tapi raut wajah Raka serius.
"Ihhhh, kamu tuh yaaa, nanti aku doain kampus kamu bangkrut terus gak ada mahasiswanya. Oh ya, kamu kapan pulang mas ?". Tanya Syera penasaran, besar harapan Syera jika Raka mengatakan masih lama.
"Aku kangen banget sama kamu sayang, kemungkinan mas pulangnya sewaktu perkuliahan kembali aktif, disini benar-benar lagi banyak masalah sayang, mas gak bisa kembali ke Indonesia sekarang".
"Berarti masih 2 bulan lagi dong mas ?", antara bahagia dan sedih, bahagianya dia bisa punya waktu dimasa liburnya untuk dirinya sendiri dan memikirkan secara matang lagi tentang keputusan perihal jalan hidup seperti apa yang sebenarnya yang ingin ia ambil, apakah dia harus bertahan, atau pergi meninggalkan Raka, dan sedihnya tetap saja rasa rindu dan ketakutan kehilangan itu juga ada dihati Syera untuk Raka.
"Iya sayang, kemungkinan bisa lebih lama juga, tapi mas benar-benar gak bisa seperti ini, mas kangen banget sama kamu ra". Raka terdengar seperti putus asa.
"Tapi itukan demi bisnis kamu juga kan mas, gak apa-apa kok kita LDR-an kan juga cuma 2 bulan mas, nanti setelah kamu pulang dari Singapura kita bisa ketemu lagi", Syera berusaha menghibur Raka.
"Sehari aja aku gak bisa tidur kalau gak lihat kamu telanjang sayang, huffttt, cuma lihat wajah kamu dari video call aja, punya mas keras banget sayang, silu, dan kamu harus membayar mahal sewaktu mas pulang nanti, bayangin ini udah 2 minggu sayang, aku benar-benar prustasi Syera". Bayang-bayang kenikmatan yang diperoleh Raka dengan menyiksa Syera terus terngiang-ngiang dalam otaknya, bahkan Raka sering kali membayangkan hal-hal baru yang ingin ia lakukan pada tubuh telanjang Syera.
"Untung aja, aku lagi ujian kamunya lagi keluar negeri Mas, coba kalau gak, ini aja vagina sama payudara aku baru kerasa enakan Mas, karena bisa istirahat dari kamu, Se...", tiba-tiba ucapan Syera terpotong karena melihat dan mendengar seseorang memanggil dan memeluk Raka.
"Papaaaaaaa, I miss you so much", suara menggemaskan dari anak kecil, berumur sekitar 4 tahunan, tiba-tiba muncul dilayar ponsel Syera saat sedang mengobrol dengan Raka, dan selanjutnya tidak kalah membuat Syera terkejut dengan suara seorang perempuan.
"Mas, anak kamu kangen, maaf gak sempat izin mau kesini, hab....". Syera tidak sempat melihat wajah perempuan itu, karena video call mereka langsung diakhiri oleh Raka. Tapi, bagai ada dentuman keras yang mengejutkan jantung Syera, sendi-sendinya terasa lemah, Syera langsung terduduk sedikit gemetaran.
"Ini mimpi", Syera berkata dalam hatinya sambil memegang dadanya yang terasa sesak, teramat sesak.
Dia kembali mencoba menghubungi Raka, namun keadaan kian menambah gelisah hatinya, kontak Raka sudah tidak aktif lagi, walaupun Syera berulang kali mencoba berharap ada sebuah jawaban dari sana, berulang kali mencoba, berulang kali pula kegelisahan itu terus bertambah.
"Kamu harus tenang Syer, kamu salah denger, atau kamu mungkin salah paham, mungkin itu...., mungkin ituuu, aaahhh, kamu kemana Mas, ayo tetap positif Syera", Syera terus berbicara pada dirinya sendiri, berharap hal ini tidak akan memberi pengaruh negatif pada dirinya, semua hal akan berjalan baik-baik saja.
"Drrrrttt, drrrtt", getaran ponsel Syera, yang anehnya langsung diangkat Syera tanpa melihat siapa yang menghubunginya, namun harus memaksa Syera seperti bersikap senetral mungkin.
"Mama", Syera terus bersikap seperti tidak terjadi apa-apa.
"Dari tadi Mama hubungi, udah makan sayang?", Tanya Mama Syera.
"Udah Ma, Mama lagi apa?".
"Gak ngapa-ngapain sayang, dari temenin Papa kamu kerumah Om Hendri, Papa kamu ada proyek bareng Om Hendri". Spontan jawaban Mamanya terus dicerna oleh Syera.
"Om Hendri, Om Hendri yang mana ma", Syera mencoba menyelidiki.
"Oh iya, Mama lupa sayang, Mama baru tau loh, kalau Pak Hendri dan Buk Widi itu punya anak angkat yang jadi dosen di kampus kamu sayang, namanya Raka". Duaarrrrr, spontan menambah keterkejutan Syera, akhirnya Mamanya tahu perihal Raka dosennya.
"Ii..ya Ma, Syera juga baru tahu, waktu perkenalan dosen kemaren Ma". Syera gugup.
"Kata Buk Widi, anaknya memang gak pernah ke Jambi lagi, cuma mereka yang sekali sekala dipaksa sama Raka berkunjung kesana, karena gak enak sama orang tua kandung Raka, katanya mereka kurang akur", Syera hanya manggut-manggut saja seolah-olah tidak tahu banyak tentang dosennya.
"Tante Widi apa kabar?", Syera berusaha bersikap netral.
"Baik, kata Buk Widi juga, kalau kamu ada kendala apa dikampus, kamu temuin aja anaknya, nanti biar anaknya yang bantu, mama jadi lega sayang, setidaknya disana ada orang yang bisa mama minta bantu kalau-kalau ada apa-apa sama kamu". Mama Syera menampilkan senyumnya.
"Ihhh, jangan-jangan Mama yang bilang sama tante Widi buat M.. Pak Raka bantuin ini itu Syera, kan gak enak ma", hampir saja.
"Gak kok, buk Widi sendiri yang bilang, katanya sih sekarang anaknya lagi diluar negeri, lagi mengunjungi anak dan isterinya disana". Sontak plak, ponsel Syera langsung terlepas dari tangannya dan jatuh kelantai.
"Anak, isteri". Kabur, kosong, seperti ada hal yang terus berputar-putar dipikiran Syera, jantungnya seperti tidak mau berhenti memompa lebih cepat.
"Syera, kamu kenapa nak?", Mama Syera terus memanggil Syera.
"Iiiya Ma, gak kenapa-kenapa Ma, oh iya Ma, Syera lagi ada hapalan, soalnya besok masih ada ujian Ma, Syera tutup dulu ya Ma", Syera langsung menutup panggilannya. Dia bingung harus apa, matanya tidak bisa menangis, tapi hatinya, dia tidak bisa mendeskripsikan bagaimana hancur perasaannya.
