"Sejak kapan sih pacar gue peduli gue makan apa ngga? tidur apa ngga? sakit atau ngga?" Jeje bergumam sambil menutup kembali pintu gerbang rumahnya. Selang sekian detik, ponselnya berbunyi.
"Halo?" jawab Jeje segera mengangkat panggilan dari seseorang. "Gue otw makan. Diem Jan gak usah tanya lagi, bosen gue." Ucapnya malas.
Seseorang di seberang telepon terkekeh. "Di mana lagi lo nemu sahabat seperti gue yang tampan juga perhatian.
Jeje memutar bola matanya malas. "Dimana lagi laki-laki tampan dan perhatian tapi jomblo." Ia tertawa kecil mendengar dengusan laki-laki itu. "Cari calon istri kenapa sih, supaya nggak ngeriwehin gue mulu."
Panjang umur sekali laki-laki ini, baru namanya diucap sudah nonggol saja. Ya, seseorang yang menelpon Jeje adalah Januar, kakak Karif sekaligus sahabat Saga juga sahabatnya.
"Sekalipun gue sudah punya istri, lo tetap sahabat gue kan? Nggak ada bedanya, Jenong."
Bego, batin Jeje. "Jenong, jenong. Jidat lo tuh jenong, dasar Kardun."
Januar terbahak.
"Heh! Dengerin nih baik-baik, mana ada seorang istri yang rela suaminya perhatian ke teman ceweknya, auto jadi duda kembang lo."
Januar semakin terbahak mendengar perkataan Jeje. "Buktinya Saga nggak ngelarang gue perhatian ke lo, telfon lo berjam-jam, yakan? Karena kita sudah sahabatan dari lama, dan dia tahu itu. Lagian baik ke orang lain, apa salahnya sih? Sempit banget pemikirannya." Cerocos Januar.
Dasar gak peka! Saga emang ada hati? Batin Jeje rasanya meronta-ronta. "Tiati, sifat lo yang kek gitu bisa menebar virus baper di mana-mana." Balas Jeje memperingati, tipe laki-laki macam Januar gini memang sudah seharusnya palanya jedotin pintu biar peka.
"Gue tanya, lo pernah baper sama gue?"
Jeje terjebak. "Gu-...."
Belum sempat Jeje menjawab, Januar sudah memotong diiringi gelak tawa."HAHA, gak mungkin lah cewek kayak Hulk baper cuma gara-gara dibaikin sama temen cowoknya. Haha, aduuhh Je perut gue kaku."
"Pernah nggak lo disantet online?"
"Ampun-ampun." Setelah tawa laki-laki itu mereda, ia melanjutkan. "Lo sudah jengukin Saga."
"Nggak minat gue."
Percakapan Januar dan Jeje berlanjut sampai perempuan itu masuk ke dalam rumah dan menyantap makanan yang dibawakan Karif yang katanya dari Saga. Walaupun Jeje tahu bahwa kemungkinan terbesar hal tersebut adalah ide Dias. Jeje jadi bertanya-tanya atas dasar apa iya memacari laki-laki dingin seperti Saga, sedangkan ia punya seseorang yang hangat seperti Januar. Dan kenapa juga Saga tidak ada marah-marahnya sedikit mengetahui bahwa Jeje dan Januar berhubungan lebih baik ketimbang hubungan Jeje dan Saga. Dan yang lebih aneh, kenapa Saga dan Januar harus berteman baik? Terkadang alur kebutuhan dan keinginan tidak sejalan berdampingan. Ah sudahlah, untuk saat ini biarlah seperti ini. Saga menyakitinya, Januar menyembuhkannya.
-Hello, Good Bye Bae-
"Gimana, berhasil?"
Karif mengacungkan jempol tangan kanannya menandakan oke, sembari tangan kirinya menopang lututnya. Nafasnya tersenggal-senggal karena berlari cukup jauh.
Dias tersenyum, lalu menepuk pelan puncak kepala Karif. "Sip."
"Sip apaan, mampus iya abis ini gue disembur Bang Saga."
Selanjutnya Karif menggenggam tangan Dias, mengajak perempuan itu untuk ke tempat di mana motornya terparkir. Sudah terlalu larut malam, waktunya mengantar perempuan itu pulang.
"Terkadang gue heran dengan Bang Saga." Ucap Dias.
Karif terkekeh. "Lah dia mah emang aneh, hehe."
Dias menoleh.
"Maap-maap, canda." Cengir Karif.
Mereka terus berjalan menyusuri jalanan malam. Menikmati udara malam yang tidak baik untuk kesehatan.
"Dia seolah ngga cinta Kak Jeje tapi saat ada laki-laki yang gangguin Kak Je, dia murka. Mana sampe dijadiin taruhan balapan, tawuran pula." Dias melirik Karif tajam, menyindir.
Karif mengangkat tangan membentuk huruf V.
"Tapi kenapa dia nggak marah saat Kak Jeje tetap dekat dengan Kak Januar, padahal tahu sendiri Kak Januar orangnya se-sweet apa." Heran Dias.
"Kak Jeje sama abang gue kan sudah temenan dari kecil, pasti Bang Saga juga paham akan hal ini. Selain itu, selama gue kenal Bang Saga, dia bukan tipe yang suka mainin cewek. Mantan aja dia kagak punya, cakep sih tapi gak laku," Balas Karif disertai candaan agar suasananya tidak sedingin udara malam. "Percaya aja sama Bang Saga dan Kak Jeje, mereka pasti tau kok yang terbaik bagi mereka berdua."
Mereka menghentikan langkahnya masing-masing setelah sampai di mana tempat motor Karif terparkir. Karif melepaskan helm yang selalu ia bawa di belakang jok motornya. Kemudia memakaikannya kepada Dias. Sambil berucap. "Pastinya Kak Jeje nggak akan terima Bang Saga kalau dia tidak cinta kan? Dan Bang Januar seenggak pekanya dia, pasti dia tahu batasan dengan Kak Je." Selesai memasangkan pengait helm Dias. Karif memakai Helm untuk dirinya sendiri.
"Hubungan orang dewasa tuh rumit, gak bisa happy kiyowo kayak kita, ya, yang?" tanya Karif.
Tuk!
"Stt, aw..."
Dias menabok helm Karif. "Ceritain kenapa lo bisa parkir di sini!" perempuan itu menunjuk motor Karif.
Demi pluto, Karif lupa kalau dia ke sini menemui sahabatnya, Megan! Dan tidak sengaja melihat Dias turun dari bus, akhirnya dia menghampiri.
"Hehe... ditodong Megan buat dengerin curhatannya, habis di ghosting dia." Cengir Karif.
Dias naik ke atas motor Karif dengan berpegangan pada bahu laki-laki itu. "Ooh."
"Oh, doang?" tanya Karif.
"Lha terus?" Dias balik bertanya.
Karif menegakkan tubuhnya, membuat posisinya sedikit menoleh ke belakang. "Nggak cemburu?"
"Ngapain?"
"Kan gue pacar lo."
"Terus?"
"Gue habis ketemu cewek lain!" Kata Karif.
"Biasanya juga gitu, kan kalian temenan doang." Dias menepuk bahu Karif. "Udah yok jalan, pengen cepat-cepat tidur gue."
Karif diam, lalu ia menghidupkan motornya. "Lo heran dengan Bang Saga, Yas? Sadar nggak sih lo itu sama aja?" ucapnya pelan hampir tidak terdengar beradu dengan suara mesin motor.
"Lo barusan ngomong?" tanya Dias, kepalanya berangsur mendekat agar mendengar apa yang Karif ucapkan.
"Nggak, mamang ketoprak tuh barusan lewat." Kata Karif membuka kembali kaca helm agar suaranya terdengar. Karif meraih lengan Dias dan melingkarkan di perutnya agar berpegangan. "Pegangan yang kenceng, mendadak ingin ngebut."
"Heh!! Gue masih ingin hidup." Dias sudah akan melepaskan pelukannya, namun di tahan Karif. "Aman, gue pastikan besok lo ikut ujian."
Motor Karif melaju, membelah keramaian jalan malam hari. Maklum hidup di kota besar, entah siang atau malam tak berbeda suasana padatnya. Yang membedakan hanya, langit gelap dan terang yang hadir bergantian.
Meskipun caranya salah, seenggaknya gue tahu bahwa Bang Saga tulus menyayangi Kak Jeje. Tapi, gimana dengan lo, Yas? Apakah lo sudah benar-benar mengganggap gue ada?
Bersambung.....
VOUS LISEZ
Hello, Good Bye Bae
Roman pour Adolescents"Kita tidak saling pergi, tidak juga ingin bersama lagi" Kalau ditanya kenapa Karif dan Dias terlibat hubungan, bahkan bertahan 2 tahun lamanya maka baik Karif ataupun Dias tidak tahu bagaimanya untuk menjawabnya. Bukan karena saling menyukai tanpa...
Hello #4
Depuis le début
