1. Prolog

2.4K 78 2
                                    

"Apa lagi ini Arka?" murka Papa. Dilemparnya selembar kertas yang baru ia baca ke depan mukaku.

Aku hanya bisa menunduk. Memandang surat itu melayang lalu mendarat di atas lantai. Surat yang dikirimkan guru BK sekolah, melaporkan kelakuan burukku pada Papa dan meminta beliau datang ke sekolah. Untuk kesekian kalinya.

"Papa tidak mau datang ke sekolahan!" putusnya.

"Biar saja kau dikeluarkan dari sekolah. Papa tidak akan mencarikan sekolah baru untukmu!" Papa beranjak, lalu jalan menuju pintu, meninggalkanku.

"Dan satu lagi," langkahnya terhenti.

"Jabatan CEO yang Papa siapkan untukmu, akan Papa berikan pada orang lain."

Glek aku terhenyak, kalau aku tak jadi mendapatkan jabatan CEO itu, mau jadi apa aku nanti. Sudah dikeluarkan dari sekolah, nilai semua mata pelajaranpun tak ada yang bagus kecuali olahraga. Mana selalu keluar masuk kantor polisi pula, karena ketahuan tawuran dan balapan liar. Gimana aku bisa dapat surat kelakuan baik untuk mencari pekerjaan coba kalau begitu.

"Reno!" Papa lalu menyebut nama sepupuku. Sepupu kebanggaan keluarga besarku, yang mereka sebut pintar, berakhlaqul karimah, mantan ketua OSIS. Cuih! Mereka tidak tahu saja kelakuannya di sekolah, di balik semua prestasi yang ditonjolkannya, ia seorang playboy!

"Reno yang akan Papa persiapkan untuk menduduki jabatan CEO itu saat ia lulus kuliah nanti."Mataku membeliak, buru-buru kuraih kaki Papa.

"Ja- jangan Paa. Arka janji, ngga akan bikin ulah lagi, Arka janji serius belajar. Arka kan anak Papa satu-satunya, jangan berikan jabatan itu pada Reno Pa."

"Kamu sudah selalu Papa beri kesempatan Ka. Bagaimana mungkin para pemegang saham lain mau menerima kalau kelakuanmu seperti itu!"

"Tolong Pa, kasih Arka kesempatan sekali lagi," rengekku sambil memeluk kaki Papa.Kudengar Papa menghela napas, "Baiklah!"

Aku mengangkat kepala, ah Papa mau memaafkanku, yes!

"Papa beri kamu kesempatan, dengan syarat..."

"Apa itu Pa," aku berdiri, lalu mengggenggam tangan Papa. "Arka akan melakukannya, pasti!"

"Menikah," jawab Papa.

"Oh, Papa mau menikah lagi?" aku menanggapi santai. "Ngga ada masalah. Arka ngerti kok!" Sudah lama memang Papa menduda. Usiaku baru 10 tahun, ketika Mama meminta cerai karena tak tahan hidup menderita saat Papa mengalami kebangkrutan. Yang lebih menyakitkan lagi, tak lama setelah itu, Mama menikah dengan pesaing bisnis yang mencurangi Papa. Kasihan Papa.

"Bukan Papa Arka, tapi kamu!"

"A-Arka Pa? Arka menikah? Papa ngga salah?"

Oh My Lovely TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang