[L] 1. Copycat

Začít od začátku
                                    

Aku membayangkan jadian dengan Jeje dan melewati study tour di Bali bersama. Aku membayangkan kami berjalan beriringan di tepian pantai Kuta dan menyaksikan sunset bersama. Indahnya~

Tapi.. bagaimana cara mengajaknya jadian?

Jeje tidak punya ponsel, jadi aku tidak bisa mengajak lewat chat. Tapi dia punya telepon rumah. Haruskah aku menghubungi lewat telepon rumahnya? Tapi bagaimana kalau yang mengangkat malah mamanya?

Aku sering melihat Mama Jeje. Beliau menggunakan jilbab dan sangat elegan, ala-ala ibu sosialita. Mamanya sering menjemput Jeje dan adik-adiknya yang sekolah di SD sebelah. Adiknya ada 3. Yang 1 perempuan dan yang 2 lagi laki-laki. Adik laki-laki yang pertama sangat mirip dengan Jeje. Aku sering berimajinasi, di masa depan nanti, aku berada di tengah-tengah mereka.

Kembali ke topik. Sudah beberapa hari aku memikirkan cara mendapatkan momen untuk menembak Jeje, namun tidak ketemu-ketemu.

Suatu sore, ketika sedang break time menunggu ekskul KIR, tiba-tiba temanku Sherin heboh ketika aku baru saja keluar dari kamar mandi. Dia bilang, Jeje sekarang ada di ruang musik, dan disana sepi, tidak ada siapa-siapa. Sherin bilang ini waktu yang tepat.

"Katanya kamu mau nembak?"

Jantungku rasanya mau meletus. Sekarang kah waktunya?

"Mumpung sepi!" kata Sherin lagi.

Cukup lama aku berpikir. Momen ini datang begitu cepat. Haruskah aku melakukannya sekarang? Sejujurnya aku belum begitu siap.

Ya, aku memang belum begitu siap, tapi sisi lain dari diriku mengatakan, jika bukan sekarang, kapan lagi kesempatan ini akan datang?

"Bentar Sher!"

Aku berlari ke kelas kemudian merogoh-rogoh isi tasku mencari sesuatu. Akhirnya aku menemukannya. Jepit rambut dengan tempelan mutiara-mutiara kecil berwarna putih. Aku berlari ke ruang musik setelah menyematkan jepit rambut itu ke rambutku. Sherin mengikutiku di belakang.

Kini ruang musik telah terpampang di depan mataku. Dari tempatku berdiri, bisa terlihat Jeje dan Wildan sedang mengobrol di tangga atas sambil memandang ke arah pemandangan belakang sekolah.

"Kamu tadi kelamaan mikirnya Lin. Keburu ada Wildan."

Akhirnya aku mengurungkan niat. Aku mengambil langkah mundur dan balik badan menjauh dari ruang musik.

"Terus kapan kamu mau nembak dia? Study tour bentar lagi loh?" tanya Sherin.

Iya juga, study tour sebentar lagi.

Aku menghentikan langkah kakiku.

"Sher.."

"Hm?"

"Wildan itu.. orangnya ember gak?"

"Lin!" Kedua tangan Sherin mencengkeram bahuku. Gadis itu menatapku dengan tatapan berapi-api. "Kalau jadi nembak sekarang, Wildan biar urusanku!"

Aku menarik nafas dalam-dalam dan mengangguk.

Kami berdua lalu kembali ke ruang musik setelah aku lebih dulu melihat bayangan diriku di jendela kaca, memastikan apakah jepitanku terpasang dengan sempurna.

Dalam hati, aku menghafalkan kalimat yang selama ini telah kupersiapkan untuk momen ini.

Jeje, aku suka sama kamu. Kamu mau gak jadi pacarku..?

Bisakah aku melakukannya?

Aku kembali menghela nafas dan menaiki tangga demi tangga untuk sampai ke atas sana.

Setiap langkah kakiku di tangga ini, membuat degup jantungku semakin kencang.

Kini aku hampir sampai di atas. Jeje dan Wildan menyadari kehadiranku, mereka balik badan dan menatapku dengan bingung.

"Aku mau ngomong sama Jeje.." kataku ke Wildan. Anak laki-laki bertubuh kurus itu kemudian turun dan meninggalkan kami berdua di atas.

Kini aku beralih ke Jeje, aku terdiam cukup lama karena nervous. Mataku menatap ke arahnya, namun matanya menatap ke arah lain.

Oke, akan segera kuselesaikan urusan ini.

"Je.." panggilku berani.

Tapi jujur, aku sangat deg-degan.

"Hm?" Matanya masih menatap ke arah lain.

Apa baginya aku terlihat seperti monster yang menakutkan sehingga dia takut untuk melihatku? Padahal aku sudah memakai jepit rambut terbaikku, yang kubeli di Naughty.

"Aku.."

Tiba-tiba lidahku terasa kelu.

Akhirnya dia melirik ke arahku. Hanya 2 detik dan langsung memalingkan pandangan ke arah lain.

Pandangan mataku tiba-tiba mendarat di lesung pipitnya yang begitu menggemaskan, yang muncul tiba-tiba ketika dia sedikit menarik sudut bibir sebelah kirinya. Imutnya..

Bukan, ini bukan saatnya mengagumi lesung pipitnya. Fokus.. fokus..

"Jeje!" kataku lantang. "Kamu mau gak jadi pacarku?!"

Akhirnya aku mengatakannya!

Dia masih menundukkan pandangannya dan tidak melirik ke arahku sama sekali.
Apa dia tipe religius yang selalu menundukkan pandangannya di depan lawan jenis?

Hmm, aku rasa tidak.

Aku pernah melihatnya berbicara dengan siswi lain yang satu kelas dengannya, atau yang satu kelas dengan kami saat kelas 7, dan dia menatap lawan bicaranya. Tidak seperti sekarang.

Aku berpikir dua kemungkinan, antara dia canggung atau takut padaku. Tapi aku harap yang pertama.

Kini aku menunggunya memberikan jawaban atas pernyataanku. Apakah dia akan menerimaku? Dan membuatku menjadi gadis paling bahagia di study tour Bali nanti?

Satu detik.. dua detik.. tiga detik..

















Empat detik.



















Aku masih menunggu jawabannya.




















Lima detik.




















Enam detik.

























"K---kata Mommy aku gak boleh pacaran!" ujarnya seraya berlari pergi.



❤️🙊❤️

❤️🙊❤️

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.
8th Grade [END]Kde žijí příběhy. Začni objevovat