3

1.2K 227 15
                                    

Cheri berjalan santai di trotoar bersama beberapa teman sekelasnya menuju gerbang sekolah. Hari ini dia pulang jalan kaki. Dia melambaikan tangan pada teman-temannya yang sudah dijemput di luar gerbang. Hanya mobil yang sudah didaftarkan yang boleh masuk ke area sekolah. Karena itu beberapa temannya harus berjalan hingga gerbang sekolah.

Cheri membenarkan posisi tas punggungnya yang berwarna merah. Masih ada sekitar 2 km untuk sampai di rumahnya. Tapi dia sudah terbiasa jadi dia nyaman-nyaman saja meski terik matahari menerpa.

Cheri memasang earpods di telinga kanan, dia hanya memasang sebelah agar tetap bisa mendengar saat ada suara klakson atau ada orang yang memanggilnya. Lagu Sisa Rasa Mahalini mengalun begitu saja dari Spotify gratisan. Walau tidak sedang merasakan perasaan seperti lagunya tapi Cheri tiba-tiba saja jadi merasa sedih. Membayangkan dia tidak akan bisa merasakan hal itu karena terjebak oleh pertunangan palsu. Cheri tertawa miris.

Cheri tidak sadar ada sepasang mata yang memperhatikan sejak dia keluar gerbang. Mengikutinya dari belakang. Terlalu asyik mendengarkan lagu yang mengalun secara acak sesuka hati Spotify dan terkadang terhalang iklan.

Mobil merah melaju lambat, Ates menepikan mobilnya, dan memperhatikan Cheri. Dia ingin tahu lebih jauh soal tunangannya. Dia tidak mau hidupnya berantakan dan harus terjebak dengan cewek liliput selamanya.

Ates menoleh saat kaca jendelanya diketuk, seorang polisi menyapanya. Dia melongok tanda rambu-rambu dilarang berhenti. Ates mendesah pelan dan memejamkan mata. Kesialan mendatanginya sejak mengenal Cheri.

"Siang, Dek."

"Siang, Pak."

"Boleh lihat surat-suratnya?"

Ates mengeluarkan SIM dan STNK mobilnya.

"Sudah tahu kesalahannya?"

"Iya, Pak."

"Mari ikut ke kantor."

Ates menutup kaca jendela dan menepuk setir. Kenapa jadi sesial ini? Ates semakin kesal saat meihat Cheri terlihat santai berjalan sendirian dan tersenyum lebar melambai ceria saat temannya memanggil dari kendaraan.

****

Cheri membaca novel yang baru dia beli di kamarnya di lantai atas. Fokusnya teralihkan saat mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya. Untuk apa mobil Ates ada di rumahnya? Pikir Cheri.

Cowok berkacamata hitam itu keluar mobil memancarkan aura mahal. Sangat tidak cocok berkeliaran di sekitar rumah Cheri yang jauh dari kata mewah dan jalannya sempit. Kecuali Ates ke rumah Emerald -teman sekolah sekaligus tetangganya yang berada di komplek elit perumahannya.

Cheri mengintip dari jendela, mengamati Ates yang celingukan. Dia terlonjak kaget saat ponselnya berbunyi menampilkan nomor tidak dikenal. Cheri pelan-pelan meraih ponselnya dan menjawab dengan suara pelan.

"Halo."

"Halo. Lo di mana?" Suara bas milik Ates membahana di telinganya.

Tenggorokan Cheri langsung tercekat, dia mengintip lagi lewat jendela dan melihat Ates tengah melihat ke arah rumahnya.

"Hei! Gue nanya!"

"Gue lagi main di luar," jawab Cheri terbata dan seperti bisikan.

"Lo ngapain sih bisik-bisik? Lo lagi di mana?"

"Terserah gue lagi di mana. Ngapain lo di rumah gue?"

"Oh, jadi lo di rumah. Lo bohongin gue? Buruan keluar! Waktu gue itu berharga."

Seketika Cheri menutup mulutnya. Merutuk diri sendiri yang melakukan kebodohan.

Dengan langkah gontai Cheri ke luar rumah menemui Ates yang bersandar di mobil.

"Ada apa?"

"Jangan kegeeran. Ini dari mama." Ates menyerahkan tas kertas berpita pink.

"Makasih," ucap Cheri langsung balik badan.

"Eh, lo nggak nyuruh gue masuk? Tuan rumah macam apa lo?"

"Emang mau masuk?"

"Mama minta foto kalau gue udah di rumah lo. Sediain gue minuman dingin. Panas, nih, nunggu lo di luar."

Dengan berat hati Cheri mempersilakan Ates masuk ke rumahnya, rumah tipe 45 dengan 2 kamar di lamtai dasar dan 1 kamar di lantai atas. Dia ke dapur mengambil air putih dan memyerahkan pada Ates.

"Cuma air putih doang?"

"Lo pikir rumah gue kafe?"

Ates diam, menenggak air putih dingin itu lalu melihat ke sekeliling. Mengamati tiap detail isi ruangan yang sempit. Lebar ruangan itu bahkan lebih kecil dari kamarnya.

"Udah puas belum ngelihatnya? Kalau udah sana pulang."

"Lo ngusir tamu?"

"Bukan ngusir tapi...."

"Tapi apa?"

Belum sempat Cheri menjawab bel rumahnya berbunyi. Nevan sudah datang untuk mengerjakan tugas bersama. Cheri mengacak rambutnya panik.

"Ada tamu, tuh!" ucap Ates.

Dengan sigap Cheri menarik Ates menuju kamarnya di lantai 2. Awalnya Ates menolak tapi Cheri terus memaksa seiring bel yang berbunyi makin sering ditambah ponselnya juga berdering.

"Lo harus diam di sini!" seru Cheri setelah memasukkan Ates ke dalam kamarnya.

"Lo jangan mesum. Gue nggak suka sama lo! Jangan macem-macem."  Ates mengancam tapi gestur tubuhnya bertolak belakang. Dia menutupi dadanya dengan kedua tangan yang menyilang.

"Gue juga nggak suka sama lo. Ada Nevan di bawah, gue nggak mau dia tahu ada lo di rumah gue."

Cheri kesal, harusnya dia yang memasangan gesture waspada karena membawa Ates ke kamarnya. Tapi justru Ates yang seolah-olah takut akan dia apa-apakan. Dia masih waras untuk berpikiran mesum terhadap Ates, mimpi pun tidak sanggup.

"Oh, jadi lo takut ketahuan cowok lo kalau lo punya tunangan?"

"Serah apa kata lo. Yang penting lo diem aja di sini!"

Cheri buru-buru ke luar kamar dan menghampiri Nevan. Napasnya masih memburu saat membukakan pintu.

"Lo kenapa?" tanya Nevan yang melihat nafas Cheri tersengal.

"Nggak pa-pa, gue habis lari. Tadi gue ketiduran jadi nggak denger bel."

"Santai aja lagi. Kalau lo jatuh dari tangga gimana?"

"Ayo, masuk."

Nevan duduk manis di sofa berwarna hijau pastel.

"Lo mau minum apa?"

"Habis ada tamu?" tanya balik Nevan melihat ada gelas yang sepertinya belum lama ditinggalkan.

"Oh, itu tadi gue yang minum. Lo mau minum apa?"

"Air putih aja."

"Ok, gue ambilin sekalian gue ambil buku tugasnya di kamar."

Sembari menunggu Cheri, Nevan membuka-buka bukunya. Pencilnya jatuh dan menggelinding ke bawah meja. Dia mengerutkan kening saat melihat sebuah sepatu nike putih di sana. Hanya satu dan ukurannya 42.  Jelas itu bukan ukuran sepatu Cheri.

Raja BucinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang