Part 44 - Maaf Hinata

714 135 60
                                    

Pepatah bilang 'sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit'. Jika masalah harta mungkin akan membuat keuntungan dengan semakin banyaknya harta yang dikumpulkan.
Namun, bagaimana dengan perasaan? Perasaan kesal misalnya? Tentu rasanya tak akan enak. Kekesalan yang menumpuk akan membuat sesak di dada. Bahkan akan menjadi bom waktu yang akhirnya meledak di waktu yang tidak diharapkan.

Akhir-akhir ini entah kenapa gadis bernama Saara itu sering sekali mengganggunya ketika bersama Naruto. Membuat hati semakin dongkol disertai cemburu yang tak terarah. Cemburu buta.

Hinata akui dalam hal ini ia yang salah.
Ia salah telah meminta hubungan ini dirahasiakan.
Ia salah menaruh curiga pada Naruto yang jelas-jelas selalu menolak halus Saara di depan matanya sendiri.
Ia teramat salah dengan selalu mengalah ketika gadis itu merebut perhatian Naruto darinya.
Dan ia sangat sangat salah ketika memilih pergi, membiarkan Saara merebut penuh Naruto darinya.

"Bodoh," gumaman yang disertai pukulan pelan di kepala itu tak serta merta membuatnya puas. Saking kesal pada dirinya sendiri, ia juga mengacak surai kelam nan halus miliknya dengan kasar.

Harusnya, ia merasa senang karena sudah mendapatkan Naruto seutuhnya. Namun, semua angannya sirna ketika mendapati kenyataan pahit. Bayang-bayang Naruto bersama Saara membuat hatinya tak karuan. Kenapa dia harus berakhir menyedihkan di bilik toilet sementara gadis merah itu sedang asik berduaan bersama Narutonya. Ah, untuk ini salahkan saja dirinya yang lari tanpa sepatah katapun ketika mendengar seruan nama sang kekasih keluar dari mulut si rambut merah--Saara.

"Hinata bodoh," ucapnya lagi seraya menatap pantulan cermin yang memperlihatkan betapa amburadul penampilannya.

"Shion benar ..." setetes air mata menuruni pipi tembamnya dan segera dihapus kasar menggunakan punggung tangan. Mencuci wajahnya dengan tergesa, ia kembali menatap tampilannya di cermin. Kali ini, sorot matanya menajam penuh tekad.

Harusnya ia tak bersembunyi seperti pengecut.
Harusnya ia tak lari dan berakhir menjadi pecundang.
Harusnya ia tak memberikan celah sedikitpun bagi Saara untuk mendekati Narutonya dan menghadirkan Saara - Saara yang lain di luar sana.

Hinata melangkah pasti keluar bilik toilet setelah sebelumnya merapikan sedikit penampilannya. Ia harus segera menemui pacarnya sebelum di gondol orang.

.

Naruto selalu menyayangkan sikap Hinata yang memilih pergi begitu saja ketika Saara datang. Bukankah perbuatannya terlalu mencolok? Terang-terangan menghindar begitu bukankah membuat orang lain semakin curiga?

Jauh di libuk hatinya, Naruto kecewa, namun tetap berusaha menepati janji untuk tidak mempublikasikan hubungan mereka. Naruto tetap berusaha menghargai keputusan Hinata dengan berat hati. Berat ... karena Naruto merasa Hinata belum percaya sepenuhnya kepadanya. Naruto paham betul apa yang menjadi kekhawatiran Hinata.

Aku merasa tidak berguna.

Harusnya ia mampu menjadi sandaran bagi gadisnya. Menjadi tempat berlindung sang gadis dari ancaman apapun.

Naruto memilih mengabaikan Saara yang duduk disampingnya, fokusnya sekarang hanya pada buku yang berisikan tulisan bahasa asing yang ia ambil asal di atas meja. Mungkin ini buku yang sedang Hinata baca ketika menunggunya datang.

Saara menyangga dagu menatap Naruto dari samping dengan penuh damba, ia mengabaikan kekesalannya tadi ketika melihat seberapa intim interaksi Naruto dan Hinata.

"Naruto, pulang sekolah aku ke rumahmu ya!" Kali ini, ia kembali mencoba peruntungannya untuk semakin dekat dengan Naruto.

"Untuk apa?" Naruto turut memiringkan badannya, menatap Saara bingung.

Likes ✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat