"perkembangan bagus dan tidak ada kendala apapun. sebentar saya cetak hasilnya"

"Ya Dokter. terima kasih"

"Ji?"

"Hem?"

"kau senang?" Jimin sontak menatap Aliya. fokusnya teralih atas pertanyaan itu.

"tentu sayang. kenapa memang?"

"tidak hanya tanya saja" Jimin gemas dan mencubit pipi gemas Aliya. "ada-ada saja" pandangan Jimin kembali fokus pada layar monitor, masih memperhatikan pergerakan anaknya.

"aku tidak tau jika kegilaanku diatas ranjang akan menghasilkan hal menakjubkan ini" Aliya terkekeh pelan, kegilaan apa? bukannya itu kesukaan Jimin. terlalu mudah ditebak.

"kau suka kan?" Jimin mengangguk senang.

"ya hanya saja aku tidak suka jika menahan diri dan harus menyesuaikan agar tidak terlalu sering" Sontak saja tawa Aliya pecah. apa Jimin baru saja protes soal tidak bisa leluasa.

"aku menahan terlalu lama tau" Aliya mengusap rambut tebal suaminya. tau dengan jelas.

"sejatinya kau menyesuaikan dari dulu. lupa jika anakmu hampir mati gara-gara itu" Jimin menengok Aliya dan tersenyum menyesal. tidak lupa dengan kegilaan waktu itu, terlalu semangat dan melupakan jika Aliya hamil Jimin lupa daratan. terlalu sering menggunakan Aliya hingga pendarahan dan tuhan masih berpihak pada mereka. anak mereka masih selamat. Jimin jelas bersyukur.

"aku coba Hem" ciuman sayang dijemari Aliya sebagai kata maaf.

"Love You"

"aku tau"

++++

"jadi masih belum ingin tau jenisnya?" Aliya menggeleng pelan. keduanya sudah dirumah dan Jimin berangkat kerja, Aliya bersama Lisa.

"kau sendiri"

"kakakmu yang tidak sabar akan jenisnya. jadi kami sudah tau" Aliya mengangguk pasti. hanya sibuk dengan di fikiran masing-masing, keduanya memang tidak ada kegiatan selain diam dirumah sambil menunggu suami pulang. membosankan bukan.

"bagiamana jika kita belanja Lis. aku bosan" Belanja mengabiskan uang suami adalah hal terbaik membuang rasa bosan.

"ayo" Aliya mengangguk semangat dan menuju kamar. jelas ganti baju dan mengambil dompet.

+++

Tangan mereka sudah diisi beberapa paper bag belanjaan, tidak banyak karena mereka membawa belanjaan sendiri dan sekarang mereka lapar berakhir duduk di caffe  menunggu makan.

"aku lelah berjalan sungguh" membawa nyawa dalam perut mereka ternyata melelahkan juga. Aliya bahkan terus saja mengeluh pegal dikakinya. padahal jalan tidak jauh.

"belanja enak bawa suami, jadi nanti mereka yang akan jadi tukang bawa" Aliya terkekeh pelan. benar juga sih, Biasanya Jimin yang akan membawa semua barangnya.

"apapun itu aku sudah lapar. mana makanannya" keluh Aliya karena lama sekali. hampir 15 menit dan belum juga datang. kan lama.

"sabar, kau tidak lihat disini ramai" caffe ini penuh orang dan pelayan mondar mandir melayani tamu. ramai sekali padahal ini sore.

++++

"akhh maaf Nona" akibat buru-buru jalan Aliya sampai menabrak orang. luar biasa sekali bukan.

"tidak masalah Nona" Aliya mendongak dan tersenyum menyesal. Aliya baru keluar dari toilet dan buru-buru ingin kembali, Jimin menelfon dan sudah sampai rumah dan dirinya masih di Caffe.

"sekali lagi maaf Nona saya permisi" Aliya kembali menunduk dan berjalan menjauh. menyebalkan sekali, kenapa juga Jimin pulang cepat. biasanya jam 7  ini baru jam 6 sore.

"lama sekali sih" Lisa yang mendumel karena Aliya lama ditoilet.

"perutku sakit. ayo pulang Jimin sudah ada dirumah.  Ayo Lis" Aliya membereskan barangnya. meninggalkan uang dimeja untuk membayar makan mereka.

"Ayo cepat"

All About Sex! 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang