"Ini dosen ketus emang beda ya. Aneh bin ajaib. Udah ah, gue nggak mau bales lagi chat dia," kata Krist. Dia benar-benar mengabaikan pesan dosennya yang terakhir. Tidak mau membalas.

Dia memilih membalas pesan Toptap dan beberapa menit kemudian menghubungi Gulf.

"P'Gulf!" sapanya semangat melalui telepon.

"Hai, Krist. Tumben udah malem gini telepon," tanya Gulf di seberang sana.

"Aku mau main boleh nggak? Mau nginap tiga hari di apartemen P'Gulf. Mama jahat banget nggak mau di telepon. Aku bosen di rumah sendirian mulu kayak anak ilang. Boleh nggak?"

"Boleh, Krist. Kamu kan udah kayak adik aku. Kamu mau ke sini sekarang?"

"Iya. Aku naik taksi nanti. Pak Momon udah pulang tadi sore."

"Jangan. Aku jemput aja. Kamu siapin barang-barang. Aku otw sekarang. See you later, Krist."

"Ya ampun.. P'Gulf baik banget! Oke, aku tunggu. Bye, Phi. Titi DJ!"

Setelah sambungan berakhir, Krist turun dari tempat tidurnya dan merapikan beberapa barang yang ingin dia bawa ke apartemen Gulf. Dia dan Gulf sudah sedekat nadi, tentunya berkat kakak sepupunya yang meninggal. Pasalnya setiap keduanya jalan-jalan, Krist rajin ikut mirip orang ketiga. Jadinya dia bisa seakrab ini dengan Gulf.

"Bye, kamarku malang. Aku mau nginep dulu di rumah P'Gulf. Jangan kesepian ya!"

Krist bermonolog sendiri sambil melambaikan tangan ke setiap sudut kamarnya.

.

.

Buku-buku berjejeran rapi. Awalnya berniat mencari buku Hukum, tapi berujung melihat novel best seller. Krist mengamati satu per satu novel yang menampilkan beragam keindahan sampul. Dia sudah bertemu dengan Prachaya dan berpencar karena gatal ingin membeli novel.

"Padahal ini novel jelek banget. Alur ceritanya nggak jelas. Gue heran bisa jadi best seller. Penerbitnya cuma lihat karena famous doang kali ya, bukan bagus isinya. Tapi selera orang beda-beda sih," komentar Krist.

Prachaya yang akhirnya menemukan Krist dapat mendengar mahasiswanya berkomentar sambil memperhatikan sampul buku.

"Fyi, penerbitannya milik sepupu saya," sela Prachaya.

Krist yang terlonjak kaget langsung berbalik badan. "Astaga! Bapak ngagetin aja. Kirain siapa."

"Kamu komat-kamit mulu sih, jadinya nggak sadar."

Krist nyengir. Dia melangkah ke samping, menghindari novel yang baru saja dia cela. Dia malu. Siapa yang tahu kalau penerbitan yang mengeluarkan novel tersebut milik sepupunya Prachaya? Sungguh sial sekali. Seharusnya dia tahan saja mulutnya.

"Jadi menurut kamu novel itu nggak bagus?" tanya Prachaya ingin tahu.

"Novel yang mana, Pak?" tanya Krist pura-pura tidak paham.

"Novel yang kamu cela tadi."

"Yang mana tuh? Perasaan saya nggak cela novel apa-apa."

Prachaya mengambil novel berjudul "Love at First Hate" yang ditulis oleh Weerayut R. Dia menaikkan bukunya dan menggoyangkan beberapa kali. "Ini maksud saya," kata Prachaya.

Mati sudah. Krist selalu saja tertangkap basah. Kenapaaaaa? Kenapa harus di depan Prachaya terus?!

"Ah, nggak kok, Pak. Novelnya bagus. Saya suka," elak Krist sambil nyengir.

"Saya punya satu di rumah. Buktinya best seller."

"Ternyata selain suka menghindar, kamu juga suka bohong." Prachaya mengembalikan novelnya di rak buku seperti semula.

"Padahal menurut saya novelnya juga nggak menarik."

"Bapak udah baca? Sebenernya emang nggak ada bagus-bagusnya. Mungkin selera saya aneh. Tapi saya lebih suka novelnya Kevin Kwan," ceplos Krist.

"Tuh kan, kamu jujur. Tadi saya tanya malah ngelak."

Krist ingin memukul kepalanya. Kok bisa-bisanya dia terpancing siasat Prachaya sampai keceplosan? Kalau sudah begini, Krist cuma bisa nyengir.

"Padahal jujur lebih bagus. Jadi saya bisa kasih masukan untuk sepupu saya." Prachaya mengambil kembali novel yang diletakkan sebelumnya.

"Bukan sepupu saya yang punya penerbitan, tapi yang buat novelnya," ucapnya.

"Hah? Arm Weerayut itu sepupunya Bapak? Serius?!" Krist mendadak panik. Sial! Dia sudah mencela-cela lagi!

"Iya."

"Serius, Pak?"

"Iya. Kamu nggak percaya?"

"Ini Bapak nggak prank saya, kan?"

"Menurut kamu R di belakang nama Weerayut, itu singkatan apa? Itu singkatan dari Ruangroj."

"Jadi ini beneran?" tanya Krist untuk kesekian kali, masih tidak percaya.

"Weerayut dan pemilik penerbitan Starlight Books, beneran sepupu saya." Prachaya menarik senyum tipis.

"Saya mau beli terus kasih ke Weerayut buat ditandatangani dan dikasih ke kamu. Nanti saya bilang sama dia kalau kamu..."

Krist memegang lengan Prachaya dengan tatapan memohon, membuat Prachaya menggantung kalimatnya.

"Jangan dibilangin, Pak. Abaikan kata-kata saya."

"Kenapa?" Prachaya tersenyum jahil.

"Saya mau kasih tau biar mereka ada masukan. Arm Weerayut orangnya perasa sih, paling dikritik dikit langsung down dan nggak mau nulis lagi."

Krist tambah tidak enak. "Pak, jangan. Aduh, kalo orangnya perasa gitu mending jangan. Saya nggak enak."

Prachaya berbohong. Aslinya sepupunya yang bernama Arm galaknya minta ampun. Tidak akan down cuma dikritik begitu. Soalnya dia pernah mengkritik, tapi malah galakan Arm.

"Bilangin aja deh. Nggak apa-apa, kalau nangis nanti saya beliin dia es krim," ucap Prachaya, masih menjalani akting palsunya. Dia ingin melihat reaksi Krist.

"Pak..." Krist memasang wajah memelas.

"Jangan. Sebagai gantinya saya traktir Bapak makan malam. Gimana? Saya tuh nggak enak. Nanti kalo anak orang down, saya merasa berdosa. Dosa saya aja udah numpuk, saya nggak mau nambah daftar hitam dosa nggak terasa."

"Oke. Saya tunggu traktirannya." Prachaya menarik senyum lebar. Hatinya lagi berpesta merayakan kebahagiaan ini. Kemudian, dia melirik tangan Krist yang memegang lengannya.

"Tangan kamu. Jangan nanti saya dikira nggak beliin kamu sesuatu jadinya kamu mohon-mohon gini."

"Emang lagi mohon-mohon." Krist berdecak seraya menarik tangannya.

"Makasih, Pak. Saya mau liat novel dulu. Bapak jangan minta tanda tangan Arm. Makasih."

Krist beranjak pergi. Sementara itu, Prachaya terkekeh kecil memandangi kepergian Krist. Jadi seperti ini rasanya menyukai seseorang diam-diam. Prachaya baru tahu sensasinya. Lucu juga. Dia merasa seperti ABG yang dimabuk cinta.

"Lucunya," gumam Prachaya pelan.

.

.

.

-End-
Tgr, 17 Nov 2021.

.

.

.

Hai semuanya...
Chapter 5 resmi berlayar~

Btw, boleh dibantu vote + sharenya biar makin semangat nulis. Oh iya, thank you so much buat yang udah vote dari awal aku nulis sampe sekarang... Lap u full lah💛

See you di chapter selanjutnya~

Wrong Target [On Going]Where stories live. Discover now