Prolog

3 0 0
                                        

Gak vote, gak cantik. Gak komen, Gak keren.

***

"Sesungguhnya menjadi cantik adalah mimpi aku dan kamu."

***

Gadis itu tak sombong, jalannya biasa saja tak dibuat-buat, bahkan gadis tersebut terus melebar senyuman sepanjang langkah membuatnya terkesan sangat ramah. Namun, gadis-gadis di koridor sekolah yang melihat banyak berbisik tentangnya.

Ada pula yang menghentikan langkah saat gadis bernama Nadiralia Atmaja Sastarwidaya  itu berjalan mendekat. Mata mereka hanya tertuju pada gadis berusia tiga belas tahun bersurai hitam yang diikat satu, padahal ada seorang gadis berkulit sawo matang di samping Nadira.

"Nad, jangan senyum terus! Kami yang senyum aku yang capek," kata gadis itu memperingati.

"Alah, Ersya bilang aja kamu iri. Senyuman dia itu manis bikin pagi kita cerah gak kayak senyuman kamu pahit!" Entahlah telinga lelaki yang berucap itu yang sangat tajam atau suara Ersya Aurelia Sastrawidaya yang kuat sehingga lelaki yang telah berada di hadapan mereka bisa mendengarnya.

Senyuman Nadira luntur. Dia melirik gadis bersurai ikal yang mendadak menyembunyikan kalung liontin berwarna ungu ke dalam baju. Kemudian melihat ke beberapa orang yang menjadikan mereka pusat perhatian.

"Anak baru, ya? Kelas tujuh? Namanya siapa?" tanya lelaki berstatus kakak kelas Nadira dan teman sekelas Ersya yang kelas VIII. Tak ada sahutan. Lelaki itu mendekati bibirnya ke telinga gadis yang tak menjawab pertanyaannya.

"Jangan deket-deket ama Ersya. Kamu mau ikutan diejekin kayak dia? Kamu enggak selevel sama dia," bisiknya, membuat alis Nadira menyatu. Dewa kembali ke posisi semula, sedangkan Nadira menoleh pada kakaknya. "Kak, Kakak sering diejek?"

Bergantian Dewa yang menautkan alis, keningnya berkerut berlapis-lapis. "Kakak? Jadi, kalian Kakak adik?!" Suara lelaki itu meninggi. Ersya gelagapan. "Bu--kan! Kita bukan kakak adik! Dia manggil aku kakak sebagai kakak kelas," bantah Ersya, Nadira terkaget dibuatnya. Di saat gadis itu bertanya lewat ekspresi wajah, Ersya terus menggeleng.

"Kamu, mah, Dewa. Ya, gak mungkinlah orang segeulis itu adiknya Ersya," seru seorang lelaki yang datang menghampiri. Nadira pergi dengan kesal ia melintasi lelaki yang berseru tadi. Ersya diam di tempat, memandang punggung adiknya, sedangkan Dewa berdecak sebal.

"Tak selamanya hal yang kamu kira buruk itu buruk," lirih Ersya.

𝘈𝘬𝘶 𝘬𝘪𝘳𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘬𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘪𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘦𝘬𝘢𝘵. 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘩 𝘨𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘥𝘪𝘬𝘮𝘶. 𝘈𝘬𝘶 𝘬𝘪𝘳𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘦𝘦𝘭𝘶𝘩 𝘬𝘦𝘴𝘢𝘩 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘬𝘶, 𝘯𝘺𝘢𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬! 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘨𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘪-𝘣𝘶𝘭𝘭𝘺. Benak Nadira begitu kacau. Beberapa langkah kemudian ia berhenti ketika melihat seorang lelaki ke luar dari kelas dan beberapa siswa mengikuti sambil terus berkata, "Jangan pindahlah."

"Aku harus ikut Mama ke Jakarta! Aku ke sini pun cuma mau ngucapin selamat tinggal," balas lelaki itu. Ketika dia melihat Nadira dia menghentikan langkah. Mendadak dia tertarik pada kalung liontin berwarna ungu yang gadis itu pakai. "Cantik," katanya.

"Siapa? Cewek itu?" tanya seorang siswi yang dari tadi mengekorinya sambil menunjuk Nadira.

Kala gadis yang disanjung layaknya bidadari bertemu dengan lelaki bak pangeran yang diidam-idamkan banyak gadis, apa yang terjadi? Tidak terjadi apa-apa.

With Triple AHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin