Cinta Dari Langit Ke-5

726 50 0
                                    

Disclaimer:

Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kemiripan nama tokoh, tempat, dan lainnya terhadap kisah lain, itu semua murni ketidaksengajaan. Dan jika ada kesalahan penulisan, istilah, dan hal-hal lain, mohon untuk dikoreksi, ya.

Selamat membaca! 

Salam Prajurit Baret Jingga.

***

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.

(Qs. At-Tahrim : 6)

**

Menjadi prajurit adalah impian saya sejak SMP. Saya berusaha semampu yang saya bisa untuk mewujudkannya. Lari setiap sore, ekskul renang pada saat libur sekolah di pesantren, dan latihan lainnya sampai saya SMA. Iya, masa putih biru dan putih abu-abu saya habiskan di pondok pesantren At-Taqwa. Saya sempat jatuh sakit karena terlalu memforsir diri. Hal itu yang bikin Ibu tidak tega dan menyuruh saya berhenti, tetapi saya menolaknya.

Ketika Abdar masih menjadi bocah ingusan, saya berpikir kalau tentara keren dengan seragamnya. Berani maju paling depan pada saat-saat genting. Namun lambat laun, mata saya terbuka bahwa keren saja tidak cukup menjadi alasan sebagai prajurit sejati. Mindset saya berkata bahwa saya adalah anak negeri yang memiliki tanggung jawab menjaga ibu pertiwi. Setiap kali saya merasa lelah, saya selalu ingat, prajurit tidak akan pernah menyerah sekalipun dalam keadaan lemah.

Sebagaimana casis pada umumnya, saya menjalankan latihan demi latihan hingga dinyatakan lulus seleksi daerah dan pusat. Saya resmi menjadi taruna Akademi Angkatan Udara. Ketika pengumuman itu, Ibu terharu karena anak laki-laki satu-satunya berhasil, tetapi di sisi lain beliau juga sedih sebab harus melepas saya merantau ke Yogyakarta. Sementara Bapak, beliau bangga dan berpesan bahwa, "Jadilah prajurit kebanggaan negara yang selalu berpegang teguh pada agama. Di manapun kamu berada, selalu ingat salat, Dar."

Pertama kalinya saya menginjakkan kaki di AAU, terus terang saya takut sekaligus siap. Empat tahun saya menjalani pendidikan. Berkali-kali ditempa sudah biasa saya jalani. Menahan rindu orang tua serta keluarga. Tapi, saya bisa apa selain bertahan? Sampai tiba waktunya Prasetya Perwira TNI-POLRI, itulah awal dari perjalanan saya mengabdi untuk negara.

Lulus dari AAU, saya mendapatkan pangkat Letnan Dua dan gelar sarjana terapan pertahanan (S.Tr. Han). Karena saya mengambil korp pasukan khas, yaitu pasukan khusus TNI Angkatan Udara, saya harus melanjutkan pendidikan prajurit Komando di Markas Komando Korp Paskhas Lanud Sulaiman, Bandung selama lima bulan.

Kalau dibilang lelah, jelas, sangat melelahkan, tapi saya selalu berusaha kembali ke tujuan awal. Saya tahu, bahwa lelah saya hari itu untuk kesuksesan di masa kini, juga yang akan datang. Resmi menjadi anggota Paskhas, saya mendapatkan brivet kebanggaan pasukan elit Indonesia dan melaksanakan pengabdian di Batalyon Komando 462 Paskhas Pulanggeni, Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru. Pada akhirnya saya harus berjauhan lagi dengan Ibu dan Bapak, serta keluarga yang lainnya. Sedih sudah pasti, tapi itulah tanggung jawab saya untuk negara. Perjuangan saya demi kedaulatan NKRI.

Sebagai anak pertama laki-laki satu-satunyanya dalam keluarga, tentu saya harus berusaha keras untuk mendapatkan apa yang saya inginkan karena Bapak tidak akan membiarkan saya begitu saja tanpa usaha. Pun dengan Ibu. Beliau mendidik saya sebagai seorang laki-laki dan kakak bagi kedua adiknya, saya mesti menjadi panutan dalam segala hal, mesti kuat setiap saat. Awalnya saya lelah dituntut terus-terusan, tapi lambat laun saya tahu dan bersyukur dengan pendidikan Ibu dan Bapak, bahwa ketika menjadi suami, saya yang akan memimpin istri saya, membimbingnya sampai kami bersama di surga.

Cinta Dari Langit [TERBIT]Where stories live. Discover now