Part 2

31.8K 3K 26
                                    

Aku masi ingat sekali pertemuan pertamaku dengan Mas Gata. Dia adalah salah satu dosen pengujiku yang sangat otoriter, waktu itu aku melihatnya seperti itu. Karna beberapa kali menanyakan pertanyaan yang sulit untuk ku perdebatkan. Beruntung dosen pembimbingku membantuku atau lebih tepatnya membelaku dan aku bisa lulus sidang. Dari situ aku semakin penasaran dengan sosok Pak Gata, oh ya dulu sebelum menikah tentu aku memanggilnya dengan sebutan bapak. Dia itu dosen yang lumayan tampan maksudku mungkin sangat tampan diusinya yang mendekati kepala empat dan sekarang sudah kepala empat tetap tampan dan gagah. Aku tetap menilainya objektif bukan karna dia adalah suamiku.

Waktu itu aku ingin pulang tatkala mendengar perdebatan antara seorang anak dan orang tua atau aku perjelas aku melihat anak itu adalah Angkasa dan Pak Gata sedang memperdebatkan sesuatu. Rupanya Anak itu atau Angkasa tidak ingin diurus lagi oleh Mbak pengasuhnya karna dia sudah dewasa dan dia laki laki bisa mengurus keperluannya sendiri. Aku ingin pergi saja waktu itu karna itu bukan urusanku, tetapi aku tak sengaja menginjak ranting pohon sehingga menghasilkan bunyi yang cukup sampai didengar oleh Pak Gata dan anaknya.

Aku malu banget waktu itu. Takut dikira menguping. Ya walau sebenarnya tetap menguping tetapi itu pure ketidaksengajaan. Setelah itu mereka menengok ke arahku dan aku tersenyum singkat kepada dosenku dan buru buru pergi.

Apakah sampai disitu saja?

Tentu jawabannya tidak.

Sore itu ketika aku menemui Bu Mala-dosen pembimbingku, aku tak sengaja bertemu dengan Pak Gata di Koridor Kampus dan aku sangat syok sekali Pak Gata menyuruhku ke ruangannya. Aku mengira ngira apakah Pak Gata marah kepadaku tatkala aku tak sengaja menguping pembicaraannya. Tetapi dugaanku salah. Pak Gata melamarku, maksudku melamarku untuk dijadikan guru less privat Angkasa. Dia mengimi-ngimiku gaji besar dan pengisi waktu luang disela menunggu wisudaku. Akhirnya aku menerima tawaran tersebut dan menjadi guru privat Angkasa.

Awal mula aku bertemu angkasa disaat ia berumur sepuluh tahun. Anaknya cenderung pendiam dan sukar didekati, aku butuh waktu yang lumayan lama sampai ia menganggap kehadiranku. Anaknya cerdas dan tanggap, aku menyukai Angkasa karna kepekaannya terhadap sekitar. Dari situ aku juga tahu bahwa Pak Gata memiliki dua orang anak, Angkasa dan Venus yang masi berusia tiga tahun.

Venus itu cantik. Lucu. Dan manis.

Aku beberapa kali membantu mengurusnya disela sela kesibukan pengasuh Venus.

Aku bertahan dua tahun menjadi guru privat Angkasa dan saat itu aku juga sedang menempuh strata dua. Pak Gata tidak mengizinkanku berhenti, ia malah menyuruhku melanjutkan kuliah dan tetap mengurus Angkasa. Hingga malam itu diusiaku yang kedua puluh empat tahun. Pak Gata resmi menjadikanku istrinya.

Ini bukan perjodohan. Ini adalah suatu hubungan yang didasari saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme. Keuntungan Pak Gata aku tetap bisa mengurus anak anaknya yang kebetulan sangat dekat denganku dan keuntunganku tentu lebih banyak. Aku punya suami tampan dan kaya raya, punya anak yang pintar, mertua yang baik dan tentu kebutuhan hidupku sudah terjamin.

Namun akhir akhir ini aku sedikit merenung. Ternyata rumah tangga yang didasari saling menguntungan tidak selamanya baik. Aku akhir akhir ini memikirkan tentang suatu perasaan yang dinamakan cinta. Apakah aku mencintai suamiku? Atau apakah Mas Gata tidak mencintaiku? Mengingat Mas Gata menikahiku hanya karna anak anaknya.

"Kemeja hitam yang baru kamu belikan dimana nye?"

Aku berdecak malas.

Ini bahkan sudah nyaris jam sembilan malam dan dia masih ingin keluar.

"Mau kemana?"

Dia menengok sebentar kearahku dan kembali mencari kemejanya. Mencari? Kata mencari tidak cocok untuk aku sebutkan,mungkin mengacak acak lebih pas.

"Bisa ga sih gausa berantakin baju baju Mas."

Aku mendorong Mas Gata kesamping dan menggantikan mencari kemejanya.

"Mau kemana sih, malam malam masih aja keluar" aku melotot tatkala ia langsung mengambil kemeja hitam yang sudah aku temukan dan buru buru memakainya "Kamu ga pergi untuk ngapelin orang kan Mas?"

"Beli makan. Laper."

Astaga.

Aku lupa Mas Gata belum makan ketika pulang dari rumah sakit untuk menjenguk teman Angkasa. Tentu, karna ia pulang terlalu malam makanan sudah dingin. Dia itu tipe manusia ribet yang tidak suka makanan yang sudah lama atau sudah dingin. Sekali masak ya langsung dimakan, kalau mau makan lagi ya masak lagi. Kadang aku sampai lelah bolak balik masak. Manalagi sekarang aku harus pintar pintar memasak makanan yang sehat dan bergizi untuk suamiku yang sudah berkepala empat.

"Aku masakin aja ya Mas."

Kasian juga malam malam keluar, belum lagi mengendarai mobil yang lama.

"Terserah."

Kenapa gaminta aja dimasakin sih Mas. Taugitu gausa cari cari kemeja sampai berantakin lemari.

Tentu aku hanya berucap dalam hati.

"Lama, Nye.. "

Astaga. Emang masak oat ayam itu secepat membalikan telapak tangan.

"Bentar lagi, sabar. Aku buatin susu mau?"

Dia mendengus. Dia selalu beranggapan susu itu hanya untuk anak anak, padahal semua orang minum susu.

"Kopi aja."

"Enggak ya Mas, sudah malam ntar kamu gabisa tidur." aku menjawab sembari mengambil piring untuk menyajikan oat yang sudah matang. "Aku buatkan teh hijau aja."

Dia langsung makan dengan lahap. Rasanya sangat senang melihat masakan kita dimakan dengan lahap. Kalian juga merasakan seperti ini kan?

Sebenarnya aku tidak seberapa ahli dalam memasak. Aku hanya bisa menggoreng dan menumis. Tidak untuk makanan santan santanan yang perlu bumbu banyak untuk mengolahnya menjadi makanan yang enak.

Akhir akhir ini saja, aku berusaha kreatif dalam membuat menu makanan. Berbekal internet aku bisa mencari contoh contoh makanan sehat yang harus dikonsumsi suami dan anak anakku.

Kasian juga kalau aku hanya memasak itu itu saja. Aku tahu sebenarnya mereka bosan, tetapi tak pernah bilang karna mungkin menjaga perasaanku. Aku juga sudah dua bulan ini mengikuti kursus masak bersama beberapa dosen di Kampus ku mengajar.

"Orang tua Reno minta tebusan uang lima juta. Tapi saya kasih sepuluh juta, kayanya orang kurang mampu Nye."

Sudah aku katakan dari awalkan bahwa suamiku sosok yang bersahaja.

"Uang tebusan nya kok banyak banget... Uang adsminitrasi rumah sakit kamu yang bayar kan?"

"Ya.."

Aku nyaris membanting gelas dimeja mendengar perkataan Mas Gata. Bukan, aku bukan berarti pelit atau kikir hanya saja ini berlebihan menurutku. Okelah Angkasa yang mencelakainya, tapi bukan berarti posisi kami bisa dengan mudah untuk dimanfaatkan.

"Uang bisa dicari. Kasian juga anaknya harus diperban."

Oke.

Toh uang uang kamu kan Mas?








Balik RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang