³⁴. tigapuluh empat

13.4K 2.6K 1.5K
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~



"Hihi, lucu banget nggak, sih?"

"Hm, kayak lo."

Hana membatu, selangkah demi selangkah dia mendekati pintu yang sedikit terbuka. Yang menarik perhatiannya adalah suara yang ditimbulkan dari dalam.

"Kamu cinta gak sama aku?"

Perlahan Hana mendekat. Tangannya terjulur dan menggantung di udara, tak sanggup membuka pintu lebih lebar.

"Kalau aku minta sesuatu, kamu mau ngelakuinnya, nggak?"

Tapi Hana harus melakukannya. Untuk memastikan apa yang dia dengar adalah salah. Begitu pintu terbuka sedikit demi sedikit diiringi decit pintu yang beradu dengan engsel, gadis itu mematung di pijakannya.

Deg

Hana langsung membuka matanya, pandangan pertama yang dia lihat adalah panorama pesta yang ramai. Dia merasakan suhu tubuhnya naik pesat, keringat sampai muncul di pelipis, dia terdiam memikirkan mimpi yang barusan mendatanginya.

"Udah bangun?"

Hana sedikit tersentak mendengar suara di sebelahnya. Ternyata Jay duduk di sana, masih di posisi sebelumnya. Hana juga masih berada di tempatnya. Itu artinya dia tertidur?

"Sekarang jam berapa?" tanya Hana serak. Dia bahkan lupa mengenakan arloji.

"Jam sepuluh."

"Gue harus pulang." Gadis itu melirik sekitar yang masih sangat ramai. Seingatnya, dia terlelap seusai acara potong kue, dan sekarang acara berdansa. Tidak ada waktu lagi untuk mengikuti semua acara. Dia mengenakan selempang, mencari keberadaan Aera atau siapa pun yang bisa diminta izin untuk berpamitan. Nihil, orang-orang yang sebelumnya duduk di sebelahnya tidak terlihat, sofa itu kosong.

"Malem ini lo gak pulang." Ucapan Jay membuat Hana mengerutkan dahi.

"Maksud lo?"

"Acara ini sampe pagi. Kalau lo cape, lo bisa tidur di kamar gue."

"Apa bedanya kalau gue pulang?"

"Lo harus selalu di sini, di samping gue."

Jawaban yang membungkam pemikiran Hana, dia teringat mimpinya dua menit lalu. Terlalu jelas dan membekas dalam ingatannya. Dia melirik Jay lagi hingga manik mereka bertemu, Hana menelisik wajah itu baik-baik. Wajah yang sekarang terlihat lucu dan menggemaskan di matanya.

Hana sempat termenung menerawang mimpi dan wajah Jay secara bergantian. Dia pun tersadar saat merasakan dadanya mulai berat dan nyeri, menandakan cairan putih itu akan segera keluar.

"Ya udah. Gue mau ke kamar lo sekarang," putusnya, tidak memiliki pilihan.

Jay mengangguk, meraih tangan Hana, menuntunnya di tengah keramaian menuju lantai atas. Musik berdentum memasuki gendang telinga, lantunan yang tadinya lambat sekarang berubah menjadi musik jazz. Bahkan di sepanjang tangga para tamu mengobrol asyik seraya menyeruput alkohol.

Setelah membelah kerumunan tersebut, dua remaja itu sampai di lobi dimana ada banyak pintu layaknya hotel. Hana cukup tahu jenis mansion mewah itu, dia juga pernah datang ke tempat yang sejenis itu ketika pertemuan bisnis bersama Papa dan Mamanya. Pintu-pintu itu adalah kamar yang digunakan para tamu untuk beristirahat atau tempat lainnya.

Yang membuat langkahnya terasa kaku adalah ... tempat itu sama persis dengan tempat yang ada di mimpinya tadi.

Sepasang remaja itu masih melangkah beriringan, hingga di belokan koridor baru, napas Hana tercekat mendapati dua orang yang muncul di depan matanya. Yang satu berada di atas kursi roda, yang satunya lagi mendorong kursi roda itu.

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang