(SELESAI)☑️ Part lengkap ☑️
Dilahirkan kembar bukan berarti mempunyai nasib yang sama juga bukan?
Seperti kisah Auriga dan Agharna, saudara kembar yang terpaksa berpisah tanpa saling mengenal. Kehidupan Auriga nyaris sempurna, berbanding terbalik de...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sesuai permintaan Auriga, Papa mendaftarkan Agha ke sekolah yang sama dengan Auriga. Untung saja dengan bantuan Dean sebagai guru home schooling Agha, pihak sekolah bersedia menerima Agha dan menempatkan Agha ke kelas 11 IPA 2. Hal itu dilihat dari laporan kemampuan Agha selama bekajar secara privat di rumah. Agha tentu saja senang. Dia bisa satu sekolah dengan kembarannya dan bisa bertemu dengan banyak orang termasuk sahabat-sahabat Auriga dan juga Rindu beserta Aydan.
Kemunculan Agha tentu saja menarik perhatian satu sekolah. Mereka yang tidak tahu kalau Auriga mempunyai kembaran tentu saja melongo kaget sekaligus penasaran.
"Anjir, sejak kapan si Auriga punya kembaran??"
"Dia gak habis operasi kloning kan kemaren? Kok tiba-tiba ada dua aja sih??"
"Wah gila, tapi kembarannya keliatan lebih kalem ya ga sih?"
"Ganteng anjirr."
"Gue yakin ini lebih baik dari Auriga."
"Kayanya lebih kalem ga sih, lebih nurut."
"Semoga gak tengil deh kayak Auriga, jantung gue kok degdegan ya lihat dia?"
"Dia kelas berapa? Bisa gak sih gue pindah ke kelas itu aja??"
Seperti itulah beberapa tanggapan beberapa murid di sekolah saat melihat Agharna untuk pertama kalinya. Agha beberapa kali mendengar bisikan-bisikan itu dan melihat tatapan kagum orang-orang kepada dirinya. Padahal Agha tidak berbuat apa-apa tapi semuanya sudah heboh memperhatikannya. Bahkan ada yang terang-terangan untuk mendekati Agha seperti berkenalan, memberikan Agha minuman, hingga menawarkan Agha untuk gabung berteman dengan mereka.
"Wiih anak baru udah jadi primadona aja nih, banyak banget lagi dapat makanan. Merasa jadi artis?" labrak salah satu senior yang berdiri di samping meja Agha.
Agha menatap senior itu dengan sopan, dia memang selalu sopan kepada siapapun meskipun dijahatin ataupun diperlakukan tidak adil.
Senior itu mengambil salah satu bingkisan yang ada di meja Agha dan membukanya dengan seenak jidat. Dia mengeluarkan isinya dan melemparkannya sembarang arah layaknya bola. Agha hanya diam memperhatikan, dia masih anak baru jadi tidak mau mengambil langkah yang nantinya malah memperunyam masalah.
"Jangan karena lo anak baru ditambah kembarannya Auriga ya di sini jadi lo bisa sok ngartis."
"Emang kenapa kalau dia anak baru dan kembaran gue? Ada masalah sama lo?" Suara itu suara Auriga tentunya, dia berdiri dengan santai sambil bersandar di pintu kelas Agha. Di sampingnya ada Haksa dan juga Daffa, selalu bertiga kemana-mana.
"Auriga," panggil Agha pelan sambil menggelengkan kepalanya menahan kembarannya itu buat gak usah meladeni senior itu.
"Tau, takut ya kak popularitasnya nurun? Lagian terkenal karena letoy doang bangga, cowok tuh gentle bukan jelly. Ups!" Haksa menutup mulutnya sambil tersenyum cengengesan kepada senior itu.
Daffa hanya diam memperhatikan sambil tersneyum tipis. Selalu seperti itu, kalau adu mulut Daffa memang gak terlalu sering tapi kalau sudah mulai adu fisik dia yang bakalan maju pertama.
"Kita udah punya popularitas masing-masing nih kak jadi jangan iri dong. Lalui aja jalannya masing-masing, lagian lo sama Agha tuh...hmm perbandingannya beda banget. Mending lo nongki lagi sama tongkrongan lo, bahas tuh kosmetik sama baju dinas malam lo. Bener gak?" Haksa kalau ngomong memang halus tapi nyelekit, membuat wajah senior itu langsung memerah malu. Lagian cowok kok lemes banget pakai iri-irian segala.
Setelah itu seniornya itu langsung pergi dengan wajah merah padam. Marah sekaligus malu karena diserang langsung sama tiga cowok yang menjadi incarannya. Auriga aja bergidik ngeri melihat seniornya yang satu itu, kalau bisa dia gak mau berurusan sama tuh cowok jadi-jadian.
"Kok ngomongnya gitu sih? Nanti dia sakit hati gimana?" Agha jadi kasian sama senior tadi.
"Paling nangis, udah biarin aja. Dia gak bakalan nekat kok, beraninya pake mulut doang selebihnya lemes kek jelly. Kalau adu fisik paling bisanya jambak-jambakan," ucap Auriga sambil duduk di depan kembarannya itu. Jarang-jarang anak IPS main ke kelas anak IPA, apalagi sekolah mereka tuh kasta anak IPA selalu diagungkan dibanding anak IPS. Ini aja mereka masuk ke dalam kelas Agha langsung ditatap horor sama penghuni kelas lainnya. Seakan mau menyebarkan aura-aura mistis aja.
"Ada coklat, boleh bagi gak Gha?" tanya Auriga yang melihat bungkusan coklat di meja Agha.
"Boleh, Daffa sama Haksa ambil juga ga apa-apa. Padahal tadi aku udah nolak pemberian mereka tapi tetap dikasih. Kan kasian banyak gini, pasti mereka belinya juga pake uang jajan mereka."
"Ya iyalah pake uang ya kali pake daun. Ini namanya rezeki anak sholeh." Auriga santai aja membuka salah satu coklat yang kebetulan menjadi coklat kesukaannya.
"Iya anak sholehnya Agha bukan lo bahlul, kenapa lo yang nyomotin rezekinya Agha." Daffa menatap sohibnya itu, becanda doang memang, udah biasa.
"Kan kembar, harus sama dong. Sama-sama anak sholeh."
"Lo sholeh dari mana? Sholat paling maghrib doang." Haksa malah makin meledek sohibnya itu, membongkar aib Auriga.
"Enak aja lo, rajin ye gue shalat. Tanyain tuh ke Agha."
"Ya kan lo pernah hampir ketemu malaikat maut, hampir sakaratul maut, makanya langsung tobat." Itu sebenarnya candaan doang, tapi jujur Daffa dan Haksa sangat-sangat bersyukur saat Auriga kembali dari masa-masa kritis dan komanya.
"Tau aja lo," ucap Auriga sambil ketawa meladeni candaan sahabatnya itu.
"Kantin kuy, cobain banana soup with javanese sugar with cassava and coconut sauce." Haksa mengajak sohibnya itu untuk ke kantin, daripada diliatin sama seisi kelas berasa buronan lepas kandang.
"Gayaan lo, bilang aja kolak pisang." Auriga menatap sinis Jaksa, bisa-bisanya pake nama yang ribet padahal ada yang simple.
"Gue ngapalin tuh namanya bisa 2 hari lebih, ya kali gak gue pamerin kalau gue bisa ngucapinnya dengan lancar."
"Udah yuk, hawa-hawa di sini ga enak. Kantin aja yuk." Daffa juga setuju dengan Haksa.
"Yaudah, yuk ikut ke kantin." Auriga mengajak Agha untuk ikut bersamanya ke kantin. Agha mengangguk dan segera mengikuti kembarannya itu.
[PART INI DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT!]
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.