08. Buku Dewi Cahaya

812 105 5
                                        

Setelah bertemu dengan zion, aku dan joi ingin kembali melanjutkan pencarian buku yang tengah kami cari. Tapi sepertinya kali ini kami tidak berdua saja.

"izinkan aku ikut hera, aku bisa memandu jalan. Aku juga cukup mengenal beberapa pedagang buku," tawar zion yang sebenarnya sangat menarik minatku. Apalagi ini adalah moment yang tepat untuk menjalin hubungan baik dengannya.

Anggap saja menembak dua burung dengan satu batu. Sungguh keberuntungan yang baik.

"apa kau yakin zion? Kami mungkin akan merepotkanmu." ujarku pura-pura tak enak kepadanya.

Peraturan nomor satu, jika ingin mendekati seseorang harus berpura-pura merasa merepotkan agar memberi kesan baik.

Zion menggeleng pelan sembari menunjukan senyum manisnya.
"aku akan melakukan apapun demi hera,"

Oh lihatlah, betapa semangatnya dia. Maafkan aku pria tampan, aku perlu kau sebagai pionku agar aku tidak mati mengenaskan.

Lagipula pria setampan dirimu tak akan aku sia-siakan. Ini harus dimanfaatkan sumber daya yang sangat alami ini.

Aku menutup wajahku dengan kipas dan menunduk seolah tersipu malu.
"kalau begitu, terima kasih. Aku hanya bisa mengandalkan zion saja,"

Dengan semangat zion segera berjalan di depan sebagai pemandu jalan bagi kami, joi yang terus menatapku segera mendekat.

"sebenarnya apa yang kau rencanakan hera? Kau malah bersandiwara di depannya, kau tahu? kau tidak cocok dengan peran  gadis lembut karena kau orang yang cukup brandalan." bisik joi di telingaku. Aku hanya bisa terkekeh pelan, pengamatan joi memang tidak salah.

"aku tidak memiliki rencana apa-apa joi, aku hanya mencoba bersikap baik padanya." bisikku pada joi yang malah di hadiahi tatapan penuh curiga.

"oh, percayalah joi. Aku tidak sedang berbohong," sekali lagi sepertinya dia sudah bisa melihat kebohonganku. Semakin lama aku dekat dengan joi, semakin dia bisa melihat kebohongan dariku.

Menarik, aku tidak salah pion. Tidak salah aku memilihnya, dia orang yang sangat berbakat dalam mengenali seseorang bahkan dapat melihat sebuah kebohongan. Tapi aku rasa dia harus lebih giat belajar.

Aku, bukanlah orang yang mudah di pahami oleh siapapun. Hidup dengan benci keluarga sendiri selama bertahun-tahun saat di kehidupan pertamaku. Aku sadar sesuatu, yaitu tak ada seorangpun yang dapat memahamiku.

Dan itulah potensi terbesarku. Semakin tidak bisa dipahami maka orang itu adalah orang paling berbahaya.

"joi, kau tahu. Aku tidak suka menempatkan kebohongan sembarang tempat. Aku harap kau mengerti," raut wajah joi langsung berubah ketika menyadari bahwa aku serius kali ini.

Aku kembali menatap kearah zion yang terus berjalan dengan tenang dan sesekali memberitahu jalan apa yang sedang dilewati.

"hera? Disini!" panggil zion kepadaku sembari berhenti di sebuah kios kecil yang berisi buku-buku yang terlihat cukup usang. Namun masih dalam kondisi bagus.

"aku cukup mengenal pemilik dagangan buku ini, hera bisa memilih buku yang hera cari, atau hera perlu bantuanku untuk mencarinya?" tawar zion tetapi dengan cepat aku menolaknya.

"tidak perlu, aku bisa mencarinya dengan joi. Aku tidak ingin terus merepotkan zion." ujarku selembut mungkin.

"baiklah, jika ingin meminta bantuan. Hera dapat memanggilku," aku hanya mengangguk pelan dan segera membawa joi untuk memasuki kios itu.

"joi, carilah buku dengan gambar matahari di sampulnya. Aku akan mencari di sebelah sana." joi mengangguk dan segera mencari, sedangkan aku mencari ke arah lain sembari terus memperhatikan seksama agar tidak ada terlewati.

Make Me A VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang